"Panggil gue agra aja , langit udah mati,"
Kata-kata itu terus terngiang di kepalaku. Bukan aku membenci langit aku hanya ingin menengkan rasa kecewa ku ini. Terkadang bukan benci yang membuat kita jauh tapi rasa kecewa. Ya aku kecewa dengan semuanya.
" Lo sahabat gue kan? Kenapa lo punya masalah gak mau kasih tau gue," Ujar Vio mengagetkan, disela menulis materi di papan tulis. Entah apa yang aku tulis kalau pikiran ku saja kemana-mana.
Aku sama sekali tidak bergeming bukan ini yang aku mau lari dari masalah. Tapi bagaimana dengan kalian jika seorang yang kalian tunggu selama ini ternyata ada diantara kalian dan orang yang kalian benci. Sakit bukan?.
" Gue butuh waktu untuk jelasin semuanya vi," Ujar ku pelan agar suara ku tak terdengar oleh guru yang menerangkan materi didepan.
Vio hanya menatap ku nanar. Aku tahu dia hanya ingin membantu ku tapi, aku hanya bisa memendamnya belum saat nya aku menceritakan kepadanya. Karena ketika aku menceritakan semuanya harus membuka luka lama.
Vio hanya mengangkat bahunya pasrah. Lalu, menepuk bahu ku untuk membuat ku tenang. Aku beruntung mempunyai Vio yang mengerti diriku.
******
Semua murid berhamburan keluar ketika bel berbunyi tiga kali menandakan jam pulang. Aku yang masih sibuk sendiri membereskan alat tulis ku yang berantakan ini.
" Lo mau bareng gak?," Tanya Vio kepadaku yang tengan sibu memasukan alat tulis berserta buku pelajaran.
" gue dijemput," Ujarku bohong padanya. Sejak kapan aku dijemput? Hah! Ini kebohongan yang sangat aneh didengarkan. Vio percaya begitu saja lalu berlalu meninggalkan ku.
Aku hanya ingin menengkan semuanya. Samua yang terjadi begitu cepat
Kenapa kita di pertemukan jika kita di pisahkan?
Kenapa kita dipisahkan lalu dipertemukan?Aku terus memandang langit biru itu, langit yang selalu menjadi tempat para bintang bulan untuk menerangi malam dengan cahayanya, tempat dimana tumpahan air secara mendadak. Tapi tak lupa warna langit yang selalu indah berwarna biru tapi kenapa kali ini langit berwarna abu-abu? Apa ini bertanda bahwa langit akan menumpakan tangisnya.
" Gue tau lo benci agra, tapi dilain sisi gue juga tau lu gak mungkin menbenci langit?,"
Suara itu sukses membuat ku bangun dari dudukku dan berhenti menatap langit. Ketika aku ingin pergi dari hadapnya dia bersuara lagi.
"Apa gue harus menjadi langit lagi agar lo gak benci lagi? Apa gue harus menjadi orang yang lemah lagi?," Ucapnya dengan suara yang lirih.
Tanpa sadar air mata ku terus mengalir dengan deras. Aku menagis tanpa suara sangat sesak sekali. Aku tidak mau Ia mendengar suara tangisan ku.
" langit yang sangat lemah?," ujarnnya dengan tertawa getir.
" gue enggak pernah ingin jadi seorang langit, menjadi seorang yang lemah untuk segala hal,menjadi seorang yang pencundang, dan lo perlu tau jadi seorang yang bukan kita kehendaki itu susah blu," sambungnya
Aku menahan tangisan ku sehinga tubuhku bergetar. Aku tau dibalik punggung ku agra maju perlahan. Tetapi, masih tak mau menghadapnya karena ketika aku menghadapnya aku tidak akan kuat menahan tangisan ku.
" Gue jadi seoarang Agra gak gampang, karna emang gue terlahir bukan seorang yang kuat dan angkuh gue hanya pencundang yang lari dari masalah, jadi maaf kalau gue gak bisa jadi langit lagi blu," ujarnya dibalik tubuh ku.
Kali ini langit menumpahkan airnya dengan deras. Dan akhirnya dengan keberanian aku menghadapanya. Ketika aku menghadapnya kami bertatapan, aku tahu mata itu sama frustrasinya dengan ku.
" maaf, yang gue tunggu seorang langit yang apa adanya bukan seorang yang memakai topeng untuk menutupi kelemahannya," Ucap ku mencoba membuat suara ku tak terdengar lirih.
" tapi yang harus lo tau kadang seoranng memakai topeng untuk menutupi kelemahannya dari musuh yang selalu datang ," ujarny lalu pergi.
Dia pergi di deras nya hujan tanpa melihat ku. Mataku sudah buram bukan karna air hujan tapi karna air mata yang tanpa henti terus mengalir.aku pergi meniggalkan tempat ini dan pergi dengan segala luka. Ya luka yang semakin besar lubangnya.
Dia bahkan melupakan semua janjinya. Janji yang tak akan pernah meninggalkan ku.
******
" Kamu mau pergi ya lang? Gara-gara papa ku?," tanya ku yang saat itu berumur sepuluh tahun.
Langit menatap ku dengan senyum yang selalu kusukai. Lalu dia mengelus rambut ku dengan lembut.
" kenapa berfikir seperti itu? ," Langit malah berbalik menanyakanku.
" Karena aku fikir kamu dan keluarga mu sudah tak tahan akan sifat papa ku," Ucap ku sedih.
Langit tertawa mendengar ucapanku. Lalu ia menganggam tangan ku.
" Seberapa kuat papa kamu memisahkan aku dari kamu, aku gak akan ninggalin kamu," Ujar Langit membuat ku menangis.
Melihat ku menagis langit segera menghapusnya denga lembut.
" Kamu janji 'kan?," Tanya ku menyakinkan.
Ia mengangguk dengan yakin. Tetapi, hati ku tak yakin.
" Bilanya nantinya aku pergi, aku pasti langsung mencari kamu ketika aku kembali," Ucap langit.
Kali ini aku mengagguk dengan semyum yang tercetak diwajahku. Kebahagian adalah langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Teen Fictionketika takdir menyatukan cinta kembali?apakah sesempurna itu untuk mereka kembali?