" Biru sakira!,"
Deg
Aku menoleh ke belakang untuk menyakinkan kalo yang memanggil ku bukan dia. Huh kenapa aku tidak bisa merasakan kebahagian sedikit pun.
"Sudah lepas kangen nya hah?," ujarnya
" menurut anda aja gimana Bapak Arianto Hutama yang terhomat," ujar Langit dengan senyum mengejeknya
" kau kembali lagi pecundang?," ejek papa ku.
Aku melihat langit mengepalkan tangannya aku segera menggegam tangannya untuk menenangkan Langit. Dan mata ku beralih kearah papa, papa menatap Langit dengan raut wajah mengejeknya.
" pecundang? Bukanya anda? Eh," ucap langit kini lebih tenang.
Aku tidak habis pikir dengan Langit yang terus menantang papa. Aku melihat raut wajah papa sedang menahan amarah.
" Lang, jangan diladenin," bisik ku keLangit. Langit menatap ku lalu tersenyum.
" kata putri anda saya ga perlu melawan orang seperti anda, " ujar langit lalu menarik ku pergi. Bafy beberapa langkah langkah kami telah berhenti oleh perintaha papa. Aku mendengar Langit membuang nafas panjang.
" biru sakira pulang sama papa," Perintah papa tegas. Aku tahu perintah papa tidak bisa di langar. Tapi aku ingin menikmati kebersamaan ku dengan Langit walaupun hanya sebentar.Aku semakin mengeratkan pegangan tangan ku kepada langit.
Aku sungguh takut ketika mama menatap ku dengan tatapan marahnya.
"Anda ga liat putri anda ketakutan," ujar langit ketika melihat reaksi ketakutan ku.
"Dia anak saya, jadi kamu ga usah ikut campur," tegas papa seraya maju mendekati ku. Dengan cepat aku mundur dan mengumpat di belakang tubuh Langit.
Kenapa papa belum berubah?. Aku kira dengan sikap ku yang mengacuh kannya ia akan berubah, tetapi saat ini aku salah. Papa belum berubah ia masih sama seperti dulu. Kenapa papa snagat membenci Langit? Aku pun bingung dengan papa.
"Saya rasa dia bukan anak bapak," lagi-lagi langit memancing amarah papa yang kurasa sudah du ujung kepala.
" Arya, ambil putri ku," perintah papa kepada pengawalnya— selalu membawa nya. Aku segera merapat kan tubuhku dibelakang punggung Langit.
" Mau main kasar sama gue eh?," ujar Langit kepada Arya-pengawal papa ku. Aku tidak mau ada perkelahian di sini—apalagi ini masih area sekolah. Walaupun dibelakang dan jarang di lewati tetap, saja ini bahaya bila salah satu siswa lewat.
Langit mengeratkan gengaman ku lalu berbisik.
" Kayaknya kita bakal ngulang masa kecil deh," Bisik nya dengan kekehan khasnya.
Aku menoleh kearah ingin bertanya maksud dari bisikannya. Tetapi,belum sempat aku bertanya apa maksudnya Langit menarik ku untuk berlari.
" Lang, lo gila sumpah," teriak ku disela-sela berlari.
Langit menoleh ke arah ku lalu tersenyum. Yakali ini aku benar-benar bolos pelajaran.
Ini kah kebahagian??
" tsk, tuh bapak- bapak kuat juga ya larinya," oceh langit ketika kita berhenti di sebuah gang kecil untuk beristirahat. Aku tertawa mendengar ocehannya .
Lalu mengendikan bahu ku acuh, aku tidak peduli dengan orang-orang yang mengejar ku. Aku hanya peduli dengan saat ini kebahagiaan yang singkat. "Lang, lo gak pergi ninggalin gua lagi 'kan?," Tanya ku padanya.
Aku melihat raut wajahya yang tadinya sedang mengatur nafas lalu menengang. Beberapa detik kemudian ia mengembalikan wajah seperti biasa nya — datar.
" Gua gatau Blu," ucapnya membuat ku melepaskan genggaman tanganya. Kenapa selalu jawaban tidak tahu yang kudapat ketika aku menayakan dia akan pergi lagi atau tidak.
" Berarti ada niatan lo mau pergi lagi kan?," tanya ku. Aku menatapnya dengan kesal.
" engga gitu blu," Langit mencoba menjelaskan, tapi ia tidak menjelaskannya membuat aku bertanya-tanya.
" Ya terus apa?," tanya ku lagi dengan sedikit agak keras, Dia hanya diam tidak menjawab pertanyaan ku.
" Lang, jawab!!!," Bentak ku. Aku sudah tidak bisa menahan amarah ku lagi.
" Gua gak bisa kasih alasanya ke lo," ujarnya lirih seraya menundukkan kepalanya.
Aku mendesah frustrasi. Semua ini bohong.
Ciuman ku wakti dikelas hanya ilusi.
Kejadian di taman belakang tadi itu aku yakin hanya ilusi.
Kenapa aku merasa Langit mempermainkan ku. Ia datang lalu pergi, datang lagi dan kembali ingin pergi. Apa pernyataan Cintanya juga hanya permainannya?.
" lo sama kaya bokap gua PENCUNDANG!!!," teriak ku tepat di depan mukanya.
"Gua sama kaya pria tua yang brengsek itu?," ujarnya dengan senyuman mengejeknya " Kalo gua sama kaya dia gua bakal BELI lo dengan UANG NGERTI," Ucapnya dengan bentakan membuat ku mundur. Aku takut, sunguh. Aku takut ketika pertama kalinya Langit membentak ku.
" Beli? Uang? Apasi gua ga ngerti," ucap ku bingung. Aku sudah tidak tahan lagi dengan air mata ku.
" dan lo sama kaya dia, pura-pura BEGO padahal pinter," ejeknya dengan menatap ku tajam.
Dada ku seperti di tikan oleh banyak mata pisau ketika mendengar ejekan yang keluar dari mulut Langit.
" Dan lo tau? Gua kecewa sama lo!!," Bentak ku lalu pergi. Aku pergi karena aku tidak ingin merasakan sakit dan sesak didada ku.
" Yap, gua udah duga lo pergi tapi seakan lo nuduh gua yang pergi," Ujarnya tak ku hiraukan.
Seraya mengusap air mata ku kasar,aku berlari tanpa memperdulikan Jalan motor dan mobil yang terus berbunyi memberi ku peringatan . Aku tak peduli bahkan aku akan berterimakasih jika salah satu dari mereka menabrak ku.
" Non Sakira!!!,"
" BIRU !!!,"
" BLU!!!,"
Bughh
Aku merasa badan ku terpental dengan cukup keras. Aku melihat papa dan langit berlari kearah ku dengan muka yang tidak aku mengerti. Aku menatap Langit yang mencoba menepuk pipi ku. Aku tersenyum menatap Langit lalu mata ku beralih kearah Papa yang menatap ku cemas.
" Brengsek!!,"
Keinginan ku tercapai. Aku berterima kasih kepada seorang yang telah menabrak ku.
Selamat tinggal papa,mama, Vio,Gio dan Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect love
Teen Fictionketika takdir menyatukan cinta kembali?apakah sesempurna itu untuk mereka kembali?