Pelakor?

751 17 0
                                    


"Arghh!" Cassandra membuka mata perlahan. Hal yang pertama kali ditangkap matanya adalah sebuah lampu kristal kecil namun nampak cantik menghiasi plafon kamar yang sempurna berwarna putih.

"Awhh!" Cassandra sekali lagi mengerang lirih. Semua rasa pusing di kepala membuat tangan lentiknya refleks memegang kepalanya yang seakan hendak terbelah. Cassandra tak ingat apapun. Semuanya gelap. Terakhir yang ia ingat adalah bayangan dirinya yang sedang duduk sendiri sembari menunggu teman-temannya dan pacarnya yang tak biasanya datang terlambat. Segelas mocktail sepertinya bukanlah alasan yang cocok untuk membuatnya bisa merasa sepusing ini. Ini lebih seperti efek meminum dua seloki tequila, dan anehnya kemarin malam ia bahkan tak memesan minuman beralkohol yang kadar alkoholnya sampai 40% itu.

Lalu darimana efek sakit dan pusing di kepalanya ini?

Ah Cassandra terlalu pusing untuk memikirkan hal itu.

Byurr~

Suara ombak yang memecah karang terdengar nyaring di telinga . Membuat Cassandra seakan ingin segera turun dan berlarian di sepanjang tepi pantai, membasahi kaki indahnya, dan menginjak gemerisiknya pasir putih. Cassandra ingin segera melepaskan penatnya dan bermain dengan dinginnya air pantai.

Eh tunggu?

Suara deburan ombak?

Pantai?

Dan- aroma laut yang khas?

Tunggu-

Di mana Cassandra sekarang? Seingatnya kamar apartementnya tak berada di dekat pantai. Apartementnya kan berada di tengah-tengah gedung pencakar langit dengan suara riuh kendaraan khas ibu kota?

Kalau saat ini Cassandra sedang tak berada di apartementnya, lalu di mana dia sekarang?

Mata Cassandra sontak terbuka, langsung bertatapan dengan jendela kaca besar dengan gorden putih yang telah terbuka, membawa tatapannya langsung jatuh pada pemandangan laut yang tenang di depan sana.

Gadis itu memindai sekeliling hotel, mendapati kamar yang berantakan. Lilin-lilin mati yang tergelatak tak beraturan, sprei, bantal, dan selimut yang tergeletak di bawah. Pikiran buruk Cassandra datang tanpa dicegah, dia dengan cepat meraba seluruh pakaian yang melekat di dirinya. Untungnya semuanya masih sama, tak ada yang berubah, termasuk dia yang masih mengenakan dress pendek dengan aksen gliter silver yang berkilauan.

"Hufh, aman," ucapnya tanpa sadar, "Eh tapi kenapa gue bisa ada di sini?" otaknya berusaha mengingat, walau rasa pening masih saja mendominasi.

Lelah dan tak mau ambil pusing, Cassandra seenaknya mengambil kesimpulan sepihak.

Palingan pacarnya, kalau tidak, temannya yang sengaja mengerjainya dengan mencampurkan alkohol ke dalam gelas mocktailnya dan membawanya ke sini.

Namun, sebuah dering di ponselnya membuatnya terhenyak. Saat dia membuka pesan itu dan membaca lima pesan yang masuk, masing masing dari temannya juga pacarnya yang isinya hampir sama, bahwa:

Kemarin malam mereka tak jadi datang.

Deg.

Dengan gemetar, Cassandra langsung bangkit. Dia tak suka terlalu banyak berpikir, Cassandra tak mau membebankan otak kecilnya untuk dipenuhi dengan prasangka dan praduga negatif. Daripada mati oleh prasangka, lebih baik ia segera pergi dan berpura-pura seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa.

Dengan tergesa, Cassandra turun ke arah lobi. Pertama kali ia datang, ia langsung disambut dengan tatapan julid yang tak mengenakan dari semua orang sepanjang jalan.

"Apa lo liat-liat? Baru pertama kali liat cewek cantik ya?" sembur Cassandra angkuh pada tiga orang ibu-ibu yang secara terang-terangan menatapnya tak suka.

"Kenapa orang-orang liatin gue mulu ya? Apa penampilan gue? Make up? Lipstik?" Cassandra sejenak berpikir, namun setelah memastikan bahwa tak ada yang salah dalam dirinya, ia mengambil sebuah kesimpulan sederhana, "Kenapa kamu masih bertanya? Mereka hanya iri. Ya, iri pada kecantikanmu yang cetar membahana paripurna di seluruh dunia."

Cassandra melenggang santai ke arah meja resepsionis.

"Mbak saya mau check out. Berapa kamar ekslusif yang saya tempatin tadi malam?"

Namun, bukannya menjawab, mbak-mbak resepsionis itu malah menatap sinis pada Cassandra sambil memindai tubuh gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kayaknya profesi sebagai perebut lagi booming ya, sampai-sampai tiap hari ada aja juniornya."

Ucapan itu terlalu keras jika dimasukan dalam kategori bisik-bisik. Alis Cassandra tertekuk, dia tak mengerti, untuk tujuan apa mbak-mbak judes di hadapannya ini menyampaikan kata-kata mutiara yang super alay seperti itu. apakah menyemprot setiap pengunjung dengan kata-kata mutiara adalah SOP khusus di hotel ini?

"Mbak?"

"Setuju Jeng, kadang saya suka kasihan deh sama PE-LA-KOR, perjaka aja udah gak ada yang melirik, jadi dia lebih milih rebut suami orang," timpal teman si mbak-mbak judes itu.

"Mbak saya dari tadi nanya loh! Saya tahu saya cantik, tapi kalian gak perlu se-jealous itu untuk mengabaikan saya!" Cassandra terpancing emosi.

"Iya saya dengar kok."

"Ya udah berapa harganya?" Cassandra yang sudah kadung kesal, rasanya ingin menimpuk dua perempuan itu dengan hiasan patung kuda di hadapannya.

"Gratis aja deh Mbak."

Maka, melototlah mata Cassandra. "Gratis?"

"Iya, kita kasih gratis aja biar sesuai sama harga diri Anda, dasar PELAKOR!"

"Pelakor?!"

"Iya, lo itu pelakor. Jangan sok suci deh, semua orang di negeri ini bahkan udah tahu kalau lo itu pelakor! Dasar aktris gak laku!"

Brakk!

Cassandra tak terima dihina sedemikian rupa. Untuk sebutan pelakor, mungkin bisa Cassandra toleransi karena ia pikir selama ini dia tak pernah melakukan tindakan rendah seperti itu. Tapi untuk sebutan 'Aktris gak laku', Cassandra tak terima.

"Mau ribut lo? Ayok sini gue jabanin!" keluarlah sifat bar-bar Cassandra yang selama ini ia pendam demi menjaga reputasi keaktrisannya.

"Maju lo sini kalau berani!"

"Ayok siapa takut!"

Aura panas memenuhi ruangan lobi, aura itu berasal dari dua perempuan yang sama-sama memancarkan tatapan mematikan. Ruangan itu hampir saja menjadi saksi bisu pertengkaran berdarah-darah, sampai sebuah suara mengintrupsi.

"NONA SANDRAA!"

Cassandra berbalik, dan mendapati Lili yang berlari ke arahnya dengan wajah pucat pasi. Asistennya itu nampak sangat kalut, entah karena alasan apa, namun dari wajahnya, Cassandra menduga bahwa itu bukan hal yang baik.

"Lili?"

"Gawat Nona," ucap gadis itu dengan napas terengah-engah.

"Gawat kenapa?"

"Nona belum tahu? Nona belum baca beritanya?"

"Berita apa? Cepat beri tahu aku Lilian, jangan coba uji kesabaranku!"

Lili dengan sigap merogoh ponsel pintar miliknya. Dengan tangan gemetar, dia mengetikan sesuatu, sampai akhirnya dia menemukan laman berita yang dia cari, dan lekas-lekas ditunjukannya pada Cassandra.

"Lihat ini, Nona."

Cassandra membaca berita itu, butuh waktu beberapa detik baginya untuk mencerna arti dari judul artikel yang ditulis dalam huruf besar-besar itu, tak lupa dibumbuhi tanda api di bagian belakangnya sebagai arti betapa hot dan panasnya berita itu.

Sampai akhirnya Cassandra mengerti, bahwa isi berita itu mengenai dirinya.

"WHATT?"

Mengejar Cinta Ustadz GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang