Tantangan

440 18 0
                                    


Sejak tiga puluh menit lalu, yang Nayla lakukan hanya duduk diam sembari memandang kosong pada selembar kertas di tangannya.

Dalam hatinya ia terus berperang. Salahkan Nayla yang asal meng-iyakan saja tantangan dari Zayyan, tanpa mau berkaca pada kemampuan dirinya sendiri.

"Lomba Cerdas Cermat? Dan kamu menyetujuinya?" Nisa tak bisa menahan ekspresi terkejutnya.

"Maafkan Nisa, Nona, bukan bermaksud meragukan kemampuan Nona, tapi apa tidak sebaiknya Nona batalkan saja kesepakatan dengan Ustadz Zayyan?" memang dasarnya Nisa ini adalah perempuan yang lemah lembut plus gak enakan, membuat dia mencoba menyadarkan Nayla dengan pemilihan kata-kata selembut dan sehalus mungkin. Nisa tak tega mengatakan secara frontal seperti:

"Sadarlah, kamu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri! Huruf hijaiyah aja kamu belum hapal, apalagi harus mengikuti Lomba Cerdas Cermat melawan santri-santri lain yang lebih siap segalanya?"

"Ya, aku tahu maksudmu," Nayla bukan manusia bodoh yang tak tahu pesan tersirat dari kata-kata Nisa barusan.

"Tapi aku gak bisa nyerah gitu aja! Aku harus tetep mencoba. Siapa tahu aku bisa menang kan?"

Nisa ingin menjawab, tapi ia tak tega. Maka dia memilih diam.

"Lagipula, lombanya saja belum, masa kita mau pesimis duluan sih?"

"Kita?" tanya Nisa bingung. Sejak kapan dia bilang bahwa dia pun berniat ikut lomba itu.

"Iyalah, kan di pamfletnya juga harus ada tiga orang."

"Tapi aku kan-"

"Udahlah, kamu besti aku kan?"

Nisa mengangguk lemah.

"Ya berarti kalau sahabat, harus bantu sahabatnya kan? Berarti kamu harus ikut kan?"

Sambil menunduk, Nayla mengangguk lagi. Selalu saja begitu, Nisa seakan tak bisa menolak keinginan Nayla, entah apakah Nisa yang terlalu gak enakan, atau memang Nayla terlalu hebat mengendalikan orang lain?

"Terus satu lagi siapa?"

"Ya siapa lagi kalau bukan Aish."

"Tapi dia masih kecil."

"Memang ada batasan usia untuk belajar dan bersaing dalam ilmu?"

"Ya- eng-enggak sih."

"Ya udah, gitu aja kok repot. Pokoknya kita bertiga harus ikut, dan memenangkan lomba itu!"

"Tapi, memang kapan sih lombanya?"

"Masih lama kok," Nayla tersneyum mencurigakan.

"Kapan?"
"Tiga hari lagi."

****

"Kak Nay, liat deh dia arah jam tiga. Kak Laila liatin Kakak Nayla terus," Aish berbisik ketika ia menyadari bahwa kegiatan mereka yang tengah makan di kantin, terus-terusan diawasi oleh mata tajam milik Laila.

Gadis itu terlihat kentara sangat tak suka, apalagi ketika melihat Nayla. Pandangan mata elang milik Laila terus memperhatikan Nayla yang tengah asyik makan sambil terus membaca buku tebal di hadapannya. Entah apa masalahnya, namun Aisha dapat merasakan bahwa ada emosi dari tatapan Laila, seolah gadis galak itu sedang menunggu Nayla lengah dan tak sabar untuk menyerangnya hidup-hidup.

"Kak Laila liatin Kak Nay, kayak ular yang lagi liatin tikus. Atau kayak burung elang yang siap menerkam mangsanya."

"Aku tahu kok," jawab Nayla enteng smabil menyuap tahu dan nasi ke dalam mulutnya, "Dia nge-fans sama aku, cuman gengsi mau minta foto dan tanda tangan," Nayla terkekeh dengan pikiran randomnya, jelas-jelas Nayla pun tahu bahwa tatapan itu bukan tatapan memuja, tapi tatapan kesal bercampur emosi yang hanya menunggu waktu untuk meledak.

Mengejar Cinta Ustadz GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang