Iba Apa Cinta?

451 21 0
                                    


"Hati-hati sama Bang Zay, Teh, dia tuh polosnya kelewatan, gak pekaan, dan sama sekali gak romantis. Dan yang harus paling Teteh tahu soal Bang Zay adalah, pikirannya yang kelewat random Teh. Teteh Ipar harus hati-hati."

Ingatan Nayla tiba-tiba saja memutar kembali perkataan Pras siang tadi. Pantas saja lelaki itu tak mau ikut bersama mereka, rupanya dia sudah tahu persis soal kelakuan Zayyan dan pola pikirnya yang aneh bin ajaib itu.

"54 kali Nay!" sambil membuka bungkusan plaster di tangannya, Zayyan berseru senang.

"Hari ini kamu mengucap istigfar sebanyak 54 kali, dan itu adalah kemajuan yang luar biasa! Kamu juga jadi lebih fasih baca alfatihah sama ayat kursi, walaupun pengucapan lafal tajwidz nya masih banyak yang harus diperbaiki. Tapi gak papa, nanti kita bisa belajar lagi. Kira-kira besok kamu maunya pergi ke mana lagi? Ke Rumah Ibu yang buat syuting film Pengabdi Setan, apa mau ke Rumah Kentang aja?"

Nayla tak menjawab, lebih tepatnya tak mau menjawab. Wajah gadis itu sudah pucat akibat terlalu banyak berlari dan berteriak. Bahkan rasa nyut-nyutan di siku dan dahinya masih terasa akibat dia yang terjatuh saat di rumah sialan itu.

"Ah ini cuman benjolan kecil kok Nay, gak perlu khawatir, besok juga sembuh."

Benjolan kecil? Benjolan kecil dia bilang? Tak tahukah bahwa benjolan di dahinya akibat terbentur meja saat terjatuh tadi, bahkan sudah hampir sebesar bola golf! Dan lelaki itu dengan entengnya meremehkan musibah yang dialami Nayla saat ini.

"Kamu tetep cantik kok, dengan atau tanpa benjolan kecil itu sekalipun."

Dan pujian basi dari Zayyan semakin membuat dada Nayla bergemuruh. Dengan emosi yang menyentuh ubun-ubun, Nayla mendorong Zayyan yang hendak menempelkan plester di lutut kaki Nayla yang berdarah.

"Awas lo, jangan coba-coba sentuh gue!" Nayla mengancam Zayyan yang hendak mengobatinya.

"Pergi lo dari sini! Muak gue liat muka lo!"

"Ke luar? Ke luar ke mana?"

"Gue gak peduli. Pokoknya sekarang lo keluar dari kamar ini, sekarang juga! Ke luar!" Nayla menunjuk pintu hotel tempat mereka menginap malam ini. Padahal tadinya Nayla pikir bahwa mungkin malam hari adalah waktu terbaik untuk bisa menetralkan semua emosi di dalam jiwanya. Nayla bahkan sudah merencanakan bahwa malam ini ia akan menikmati suasana kota Bandung di malam hari dari lantai 15 sambil minum secangkir teh atau kopi.

Tapi rencana itu hanyalah sebuah angan saja karena kenyatannya, tak disangka tak di duga, lelaki itu juga ikut dan memutuskan untuk berada satu kamar dengan Nayla, seakan Zayyan sama sekali tak memberikan kesempatan bagi Nayla untuk terbebas darinya sedetik pun.

"Tapi ini kamar kita Nayla. Kamu lupa ya?'

"Gue gak peduli!" Nayla lalu menyambar sebuah bantal dan melemparkannya tepat ke wajah Zayyan.

"Pergi dari sini, gue gak mau liat wajah lo."

"Tapi saya harus pergi ke mana Nayla? Di hotel ini hanya kamar ini yang tersisa?"

"Udah gue bilang, gue gak peduli! Mau lo tidur di lorong kek, di lobi kek, atau bahkan di balkon pun. Gue gak peduli! Yang gue mau, lo pergi dari sini dan jangan pernah perlihatkan muka lo lagi di hadapan gue!"

Setelah itu Nayla balik badan, menarik selimut sampai menutupi wajahnya, dan membelakangi Zayyan yang masih memeluk bantalnya dengan ekspresi tak terbaca.

***

"Ekhem!" Nayla berdehem beberapa kali ketika merasa tenggorokannya kering.

Karena tak bisa kembali tidur dengan rasa tak nyaman di tenggorokannya, Nayla memutuskan terbangun untuk mengambil secangkir air.

Mengejar Cinta Ustadz GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang