Chapter 15

39 57 0
                                    


Chapter 15

Aidan, siap menyalakan motornya, merasakan getaran mesin yang sebentar lagi akan mengantar mereka ke sekolah. Suara deru motor mulai menggema, memecah keheningan pagi yang masih malu-malu berseri. Pria itu, dengan lembut mencium punggung tangan Oma-nya sebagai tanda pamit, melangkah mantap menuju rumah Linda untuk menjemputnya, memulai ritual harian mereka menuju sekolah.

Sesampainya di depan rumah Linda, Aidan menunggu dengan penuh antusias. Beberapa menit terlewati, namun senyuman Linda yang merekah akhirnya muncul, menggembirakan hati Aidan yang tak dapat menyembunyikan kegirangan.

Aidan, siap menyalakan motornya, merasakan getaran mesin yang sebentar lagi akan mengantar mereka ke sekolah. Suara deru motor mulai menggema, memecah keheningan pagi yang masih malu-malu berseri. Pria itu, dengan lembut mencium punggung tangan Oma-nya sebagai tanda pamit, melangkah mantap menuju rumah Linda untuk menjemputnya, memulai ritual harian mereka menuju sekolah.

Sesampainya di depan rumah Linda, Aidan menunggu dengan penuh antusias. Beberapa menit terlewati, namun senyuman Linda yang merekah akhirnya muncul, menggembirakan hati Aidan yang tak dapat menyembunyikan kegirangan.

"Maaf ya, nunggu lama," ujar Linda ketika berada di depan Aidan.

"Iya, gapapa. Yuk, kita berangkat sekarang," sambut Aidan, seraya memakaikan helm pada Linda dengan cermat.

Mereka berdua pun meluncur dari depan rumah Linda, merasakan sejuknya udara pagi dan hangatnya pelukan di atas motor. Perjalanan ke sekolah bukan hanya rutinitas biasa, tapi juga sebuah perjalanan yang diisi dengan keceriaan, tawa, dan cerita yang membentuk serangkaian kenangan indah di pagi hari mereka.

****

Aidan dan Linda memasuki lorong sekolah dengan langkah ringan seraya bergandengan tangan. Mereka menjalani pagi yang cerah, menarik perhatian dan iri dari para siswa yang melihatnya.


Di tengah-tengah lorong, Febby tak sengaja melihat mereka, dan perasaan bencinya terhadap Linda semakin tumbuh. Aidan dengan lembut mengantar Linda ke kelasnya, di mana mereka saling berpamitan sejenak sebelum Aidan melangkah menuju kelasnya sendiri.

Saat Aidan sampai di kelas, dia melihat Febby berdiri di depannya. Terlihat dari ekspresi gadis itu, seolah-olah ada sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Aidan.

"Adan, nanti pulang sekolah kamu kosong ngak?" Febby bertanya, pandangannya penuh harap.

"Yah, sori banget Feb. Gue udah ada janji sama Linda nanti," Aidan menjawab dengan nada lembut, mencoba menyampaikan penolakannya dengan kehati-hatian. "Emang kenapa Feb?" lanjutnya, mencoba membuka ruang percakapan.

Febby menggeleng pelan. "Nggak terlalu penting kok. Kalo besok bisa gak?" tanya Febby, mencoba menyembunyikan rasa kecewanya.

Aidan mengangguk. "Oke, gue usahain ya. Kalo gitu gue masuk ke kelas duluan ya," sahut Aidan dengan senyum ramah, kemudian meninggalkan Febby yang masih berdiri di lorong sekolah.

****

Lonceng pulang berdenting, mengakhiri hiruk-pikuk aktivitas di sekolah. Serentak, arus siswa membanjiri koridor menuju gerbang, menciptakan lalu lintas manusia yang ramai dan riuh rendah. Aidan, merasakan getaran kegembiraan, memutuskan untuk memberi kejutan kepada Linda, menjemputnya di kelasnya. Keputusan ini dipenuhi dengan kegembiraan dan rencana sederhana untuk menghabiskan waktu bersama.

Dengan langkah yang penuh semangat, Aidan tiba di depan pintu kelas Linda. Sorot matanya berbinar saat melihat gadis itu, yang tengah duduk dengan penuh antusiasme. Linda, dengan senyum cerah yang mekar di wajahnya, menyambut kedatangan Aidan. Keduanya kemudian melangkah bersama-sama, menelusuri lorong sekolah yang mulai sepi menuju motor Aidan yang setia menanti di halaman sekolah.

Diary 1990 [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang