Chapter 26
"Dan, lo kenapa jalannya pincang gitu?" tanya Arin dengan rasa penasaran yang jelas tergambar di wajahnya ketika Aidan tiba di bangku dan duduk.
"Kemarin gue sama Linda jatuh dari motor," ujar Aidan seraya menghela nafas.
"Jatoh? Kok bisa? Linda gapapa, kan?" tanya Arin, masih ingin tahu.
"Iya, dia gapapa. Untungnya aja kita pake helm, kalo nggak, dahlah," sahut Aidan dengan ekspresi lega.
"Syukurlah. Lo kenapa bisa jatoh segala sih? Lo nggak kebut-kebutan, kan?" tanya Arin dengan kebingungan yang terpancar di wajahnya.
"Ya enggak lah. Mana mungkin gue kebut-kebutan sambil boncengin pacar gue. Gilak tau gak," sahut Aidan sambil tersenyum kecil.
"Ya terus kenapa dong?" tanya Arin, semakin penasaran.
"Kemarin gue tiba-tiba aja diserang sama dua orang. Motor gue ditendang sama mereka, alhasil gue kehilangan kendali dan jatuh. Gue gak tau siapa pelakunya. Mereka pake helm, jadi gue gak bisa liat mukanya," jelas Aidan dengan wajah serius.
"Ada apa nih? Pagi-pagi udah pada tegang aja?" tanya Rian yang baru saja muncul.
"Aidan, katanya kemarin diserang sama dua orang pas lagi boncengin Linda," jawab Arin seraya menjelaskan kepada Rian.
"Hah? Lo punya musuh, Dan? Terus lo sama Linda gapapa kan?" tanya Rian, mengungkapkan kekagetannya.
"Lo tau kan, gue gak pernah sama sekali berurusan sama hal-hal yang berbau genk motor. Apalagi nyari gara-gara sama orang," sahut Aidan dengan jelas.
"Iya juga ya," ujar Arin, memberikan komentar setuju.
"Apa jangan-jangan yang ngelakuin itu genk Erika, kakak kelas kita yang udah lulus? Lo inget kan, dulu mereka ngebully Febby terus lo ikut campur sama urusan mereka," tebak Rian, mencoba mengaitkan kejadian kemarin dengan masa lalu.
"Gue rasa nggak mungkin mereka, deh," sahut Aidan dengan keraguan.
"Tapi pemikiran Rian, bisa jadi sih, Dan. Soalnya kan mereka masih punya dendam sama lo," ujar Arin, mencoba menyusun teori.
"Ya, kan," sahut Rian seraya mengangguk, turut mempertegas dugaan Arin.
Aidan duduk dengan pikiran yang berputar, mencoba memahami siapa pelaku di balik insiden kemarin, dan mulai terbersit pemikiran bahwa genk Erika, kakak kelas mereka yang sudah lulus, bisa menjadi pelaku tersebut.
****
Clarissa memulai harinya dengan membereskan kamar Linda, senyum lembut terukir di wajahnya. Hari ini, ia telah mengambil izin dari pekerjaannya untuk memberikan sentuhan khusus kepada keluarganya. Langkah pertamanya adalah menyusun bekal sekolah untuk putrinya, menciptakan atmosfer yang penuh cinta sebelum ia meninggalkan rumah.
Sesaat setelah itu, Clarissa melibatkan diri dalam tugas selanjutnya: membereskan rumah. Dengan telaten, ia merapikan meja-meja yang tertata acak oleh buku-buku. Mengayunkan sapu ke segala sudut kamar, ia memastikan bahwa setiap sudut bersih dan rapi. Kini, kamar itu terlihat begitu teratur dan nyaman.
Tatkala Clarissa berencana untuk meninggalkan kamar itu, matanya tertuju pada sebuah tas kecil yang tidak dikenalnya. Tas itu, seolah menyimpan misteri, menjadi daya tarik bagi rasa ingin tahu Clarissa. Tanpa ragu, ia membuka tas itu dan ditemui dengan kejutan: alat melukis lengkap, termasuk cat, kuas, dan berbagai peralatan lainnya.
Clarissa mulai mencari tahu lebih lanjut tentang minat melukis putrinya. Ia membuka laci-laci meja dan menemukan sebuah piala dan sertifikat juara kedua dalam suatu kompetisi melukis. Perasaan gembira tiba-tiba bercampur dengan kekecewaan dan kemarahan. Linda telah berjanji untuk tidak lagi melukis, namun tampaknya janji itu terlupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary 1990 [TERBIT]
Short Story[Event PENSI Vol 6] Tahun 1990, sebuah kisah cinta merekah indah di dalam ingatan. Senyum, tatapan, dan momen-momen manis membangun lukisan indah. Meski berubah seiring waktu, kenangan itu tetap menghiasi hati, menjadi bagian abadi dari kisah cinta...