prolog

942 58 3
                                    

Hi semuanya!! udah lama kita gak bertegur sapa ya? apa kabar? baik kan?

Aku kembali lagi dengan cerita yang sama tapi dengan cerita yang sedikit berbeda. Ada beberapa hal yang membuat aku memilih untuk merevisi cerita ini. Tenang aja, karakter mereka masih sama, hanya saja jalan ceritanya agak sedikit berubah. Aku akan membuat kalian membenci Aldi sebenci-bencinya hahaha.

Oh iya, sebenarnya cerita ini hampir selesai, tapi masih mau aku periksa lagi. Dan aku janji bakal update sering-sering hehe... So, enjoy guys!!!

=hi you!=

Sebuah ponsel yang ada di genggamanya terjatuh sesaat setelah ia mendengar kabar yang sangat menyayat hatinya. Adik yang menjadi salah satu penyemangat harus pergi meninggalkan dirnya. Yang membuat semakin menyayat hatinya, Akila-adik kandung Aldi- pergi tepat di hari ulang tahun nya. Harusnya di momen yang bahagia ini dia tersenyum dan tertawa dengan teman kampusnya. Tapi sayangnya, senyum itu terpaksa direnggut oleh kabar bahwa adik kesayangannya itu sudah tidak ada. Saat itu juga Aldi langsung berlari dan meninggalkan mereka semua di café yang masih bingung melihat reaksi Aldi tiba-tiba terdiam dan kabur.

Wajah Akila tergambar jelas selama ia diperjalanan menuju rumah sakit. Dalam pikirannya masih menyangkal dan berharap ketika sampai di rumah sakit, Akila berteriak memanggil namanya. Harapannya untuk membahagiakan Akila masih terus tergambar. Satu-satunya orang yang ingin dia bahagiakan sepenuhnya adalah Akila. Tidak ada yang lain. Ralat~ masih ada kekasihnya yang memang harus dia bahagiakan.

Bau khas rumah sakit tercium jelas di indera penciuman Aldi saat ini. Tanpa memperdulikan orang lain yang lalu lalang dan kebingungan melihat Aldi tiba-tiba masuk dengan wajah panik dan sedih, ia langsung berlari menuju tempat di mana gadis kecilnya itu terbaring. Di sana ia melihat bidadarinya itu terbaring lemah tak berdaya dengan wajah yang pucat. Tangisnya tak bisa terbendung lagi. Harapannya saat ini ialah melihat Akila terbangun dan tersenyum sembari memanggil namanya. Suara Akila terdengar jelas seakan memanggil.

Aldi berulang kali mengutuki dirinya sendiri atas kepergian Akila saat ini. Kalau saja ia tidak pergi saat itu, mungkin ia masih bisa melihat wajah Akila saat ini. Senyum manis dan lucu itu sudah menjadi hal yang sangat dia sukai kini sudah hilang. Bahkan tak ada satupun senyuman yang bisa mengganti senyuman manis milik adik kesayangannya itu. Hanya satu-satunya di dunia. Kalaupun nanti suatu saat ada senyum yang lebih manis dari itu, mungkin dia akan memperkenalkannya ke Akila terlebih dahulu dan tetap tidak akan mengubah derajatnya kalau senyum Akila lah yang paling manis.

"Kita sudah sepakat untuk tidak bahas itu, pa! Aldi bukan seperti laki-laki yang lain, mengapa papa masih tidak bisa terima kenyataan itu?"

Raut wajah Aldi memelas dan meminta pengertian pada pria dengan badan berisi dan rahang yang tegas sama seperti dirinya. Pria yang dia panggil 'papa' itu berdiri di ujung meja makan sementara Aldi berada di ujung lain. Dengan jarak segitu sudah cukup membuat perdebatan mereka cukup hangat.

"Tapi kamu laki-laki Aldi, sudah seharusnya kamu mencintai perempuan, bukan malah mencintai laki-laki, siapa yang mengajari kamu seperti itu? Papa tidak pernah mengajari kamu untuk menjadi gay," sahut ayah Aldi dan masih berusaha meyakinkan Aldi untuk kembali ke jalan yang benar.

"Terus papa mau apa? Papa mau Aldi hidup dengan kepura-puraan? Menikah dengan perempuan yang sama sekali tak Aldi cintai? Aldi sudah tidak tahan, pa! Aldi tersiksa harus berpura-pura normal di depan semua orang. Bahkan teman-teman Aldi juga sudah tau akan hal itu, bukan hanya itu, teman-teman papa juga sudah tau bukan? jadi apa yang mau papa debatkan lagi? Aldi sudah muak!" Aldi memukul meja keras.

Di tengah perdebatan mereka, Aldi melihat Akila menatapnya takut.Gadis berusia 7 tahun itu memeluk perempuan yang ia panggil 'mama' dan sedikit bersembunyi. Seumur hidupnya, Aldi tidak pernah semarah itu. Karena, Aldi juga tidak suka berada di perdebatan. Saat ia mengakui kalau dirinya gay dulu juga dia tidak mau menerima beberapa komentar. Baginya kalau memang mereka tidak mau berteman juga dia tidak peduli. Dia masih bisa mengurus dirinya. Atau masih ada Luis yang masih bisa menjadi tempat mengadunya. Bukan... masih ada ibu.

Setelah perdebatan hebat itu, Aldi terpaksa harus angkat kaki dari rumah. Menetap di rumah itu cukup membuat dirinya tersiksa. Lebih baik dia pergi dan hidup sendiri. Walau begitu, ia tidak lupa untuk mengunjungi Akila di waktu kosong. Entah itu saat pulang sekolah atau pun di rumah. Tapi, lebih sering saat pulang sekolah. Aldi akan membawa Akila keliling kota sampai sore hari. Setelah itu mengantarnya pulang. Begitu terus sampai akhirnya ia tau kalau Akila jatuh sakit.

Aldi hanya bisa memeluk nisan yang bertuliskan 'Akila Saputri' dengan tangis yang masih belum bisa mereda. Keempat sahabatnya kian ikut melayat dan mencoba untuk menenangkan Aldi yang selalu menyalahkan dirinya atas kematian Akila. Karena baginya, kepergian Akila adalah kesalahannya yang sudah tidak bisa ia tebus lagi.

"Harusnya aku gak pergi, Key, harusnya aku di samping Akila. Cuma dia satu-satunya alasan kenapa aku harus kuliah."

"Shh!" Keyla mencoba memeluk Aldi yang terpuruk. Ia juga tak bisa membohongi diri sendiri kalau kepergian Akila juga menyayat hatinya. Kedekatan Akila dan dirinya juga sama seperti Aldi. Bahkan Keyla sudah menganggap Akila seperti adiknya sendiri. Apalagi, nama mereka memiliki kesamaan. Keyla Saputri. "Berhenti menyalahkan dirimu Di, kamu tidak salah, mungkin Tuhan lebih sayang Akila, Dia tidak mau Akila harus merasakan sakit yang dia derita, sudahlah, Akila bakal sedih kalau lihat kamu sedih begini."

Bukan hanya Keyla, sahabat Aldi yang lain juga melakukan hal yang sama. Mereka juga terus mencoba menenangkannya. Walaupun mereka juga merasa kehilangan atas kepergian Akila. Raka, Jonas, Qia-sahabat dekat Aldi- juga sudah menganggap Akila sebagai adik mereka. Bahkan, mereka sudah memberi julukan Akila adalah 'AKIBER'. Adik kita bersama.

Melihat isak tangis anak sulungnya, ibu Aldi yang juga tidak bisa menahan tangisnya ikut memeluk Aldi. Wanita dengan kerudung hitam yang menutupi kepala itu juga sangat merasa kehilangan. Bagaimana tidak, Akila masih sangat muda untuk pergi meninggalkan mereka semua. Senyumannya yang sangat indah cukup membuat ibu sangat mengerti bagaimana perasaan Aldi saat ini. Ditambah lagi, beliau sangat memahami bagaimana kedekatan Aldi dan Akila.

"Sudahlah, Di, kamu harus ikhlas ya sayang, Akila sudah tenang di sana," Wanita bertubuh indah itu berusaha menenangkan putranya.

Kesedihan itu terus menghantui Aldi sampai sebulan lamanya. Dia masih sering membayangkan Akila berada di dekatnya. Senyum manis gadis itu yang sangat dia rindukan. Bahkan, kesedihan Aldi berdampak pada kuliahnya. Dosen pembimbingnya saat ini terus menghubungi Aldi perihal skripsinya yang tak kunjung selesai. Aldi benar-benar menghilang dari semua orang.

Yang membuat Aldi semakin terpukul dan terus mengutuki dirinya sendiri adalah saat Luis memberikan kabar yang tidak baik. "Sepertinya kita putus saja Di, aku tidak mau kamu tambah sedih."

Saat itulah dunia Aldi mulai runtuh dan hancur seketika. Dan saat itu juga Aldi mulai tak percaya namanya cinta.

"tentang sebuah 'hi' yang harus bertemu 'goodbye'"

hi you!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang