20. Pengakuan Yang Tidak Terduga

44 6 0
                                    

Beberapa menit berlalu, meja itu kembali hening tanpa ada suara berbincang. Vian melihat di depan Nada hanya ada piring kecil bekas kue dan gelas berisi air putih dingin yang sisa setengahnya.

"Kamu gak makan?"

Pertanyaan itu Vian tujukan ke Nada. Nada yang merasa Vian berbicara kepadanya langsung menggeleng.

"Belum pengen. Tapi tadi saya udah makan kue." Jawab Nada.

"Makan walaupun sedikit." Vian berucap sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku jas nya. Lalu merogoh untuk mengambil sesuatu.

"Iya nanti saya makan." Ucap Nada.

Vian mengeluarkan permen jagung dari kantong jas nya lalu memberikan ke Nada. Wow, Nada seketika merasa de javu.

"Kenapa? Mau saya bukain?" Tawar Vian. Nada menggeleng, dia mengambil permen itu dari tangan Vian lalu membuka dan memakannya.

Zahra dan Izhak yang melihat itu tidak begitu terkejut. Dia mulai terbiasa dengan adegan dari 2 insani di depannya yang bisa dibilang seperti kopi cinnamon. Kadang pahit, kadang manis. Kadang dingin kaya orang yang gak kenal, kadang sweet kaya orang yang sedang menjalin hubungan.

"Dokter Basil sama Nada sepertinya dekat ya? Teman sedari SD juga seperti kamu sama Alvin?" Tanya Annisa. Nada menatap Annisa lalu menggeleng.

"Engga Dok. Saya sama Ma- emm Dokter Basil bukan teman kecil. Baru beberapa bulan kami kenal."

"Oh baru beberapa bulan. Saya kira sudah lama kenalnya. Saya lihat kamu waktu itu pas di RS karena kejadian beberapa minggu lalu. Kamu gak apa-apa kan?"

"Iya, saya gak apa-apa Dok. Alhamdulillah."

"Dan tadi kamu juga bilang kalau kamu itu perawat ya? Perawat dimana?"

"Di RS X Dok, di Jakarta Selatan." Nada menjawab lagi.

"Kamu waktu itu ketemu Dokter Basil pas dimana? Di rumah sakit tempat kamu kerja? Kapan ketemunya?"

Oh, kenapa pertanyaannya merembet kemana-mana?

"Bukan Dok. Saya-"

"Bukankah itu privasi?" Kali ini Vian bertanya dengan suara yang datar sambil menatap Annisa yang mulai keringat dingin.

Dalam diamnya, Vian mencoba membaca ekspresi wajah Annisa yang dapat diatur dengan baik. Namun matanya sangat tajam hanya untuk melihat kepalan tangan Annisa di bawah meja. Terlihat jelas dari sisi Vian.

"Saya hanya mencoba akrab dengan Nada. Apakah tidak boleh Dok?" Annisa kembali bertanya membela diri.

Nada yang merasa atmosfer di meja itu menjadi canggung juga merasa bingung. Kenapa Vian sangat ketus pada Annisa? Maksudnya, pertanyaan yang ditanyakan Annisa memang privasi untuknya, tapi Nada bisa saja menjawabnya secara singkat dan tidak mendetail.

"Dokter Annisa, maaf ganggu ngobrol ya. Kamu jadi pulang bareng saya tidak?"

Keheningan meja itu terpecahkan oleh perkataan perempuan yang datang menghampiri meja mereka.

"Ada apa Dok?"

"Kamu jadi pulang bareng saya atau tidak?" Perempuan itu kembali mengulangi pertanyaannya.

"Oh, sudah waktunya pulang? Saya kira jam 3 nanti Dok. Emm, Dokter Basil juga mau pulang?" Annisa malah bertanya ke Vian alih-alih menjawab perempuan itu.

"Saya pulang nanti."

"Tuh Dok, Dokter Basil saja pulangnya nanti."

"Dokter Basil kan memang cuti hari ini. Jadi biar saja dia pulangnya ntar-ntar an. Kamu kan ada rapat sama yang lain." Perkataan Seli membuat Annisa mengutuk rekan-rekannya yang membuat rapat di jam setelah kondangan. Padahal dirinya juga mengambil cuti. Tidak adil!

Cinnamon HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang