24. Musibah Pada Nada

50 3 0
                                    

Vanya baru saja pulang dari kuliahnya. Ini adalah hari terakhir dirinya ada di semester 7. Besok sudah libur hingga tahun depan. Dan hari ini Vanya janjian dengan Nada untuk ke toko buku.

"Vanya maafin saya ya baru dateng. Kamu udah nunggu lama?" Nada berkata dengan nada yang tidak enak karena membuat Vanya menunggu di lobby mall.

"Eh engga kok Kak. Baru 10 menitan aja disini. Ayo Kak, mau langsung masuk aja ke dalem?" Tawar Vanya. Nada mengangguk.

Mereka pun masuk ke Mall dan langsung ke toko buku. Nada mengajak Vanya untuk mencari buku yang dia rekomendasikan sebelumnya.

"Ini loh Van yang saya bilang. Ada bahasa Indonesianya juga. Punya saya udah ke jual waktu itu jadi saya gak bisa kasih ke kamu." Nada mengambil buku itu lalu dikasihkannya ke Vanya.

Vanya melihat buku rekomendasi dari Nada. Buku tentang metodologi penelitian. Karena sebentar lagi Vanya menyusun skripsi, dia pun merekomendasikan buku itu karena menurutnya lumayan lengkap.

"Ada lagi gak kak? Kalo ini aja, bisa gak?" Tanya Vanya.

"Kalo saya waktu itu gak boleh. Harus minimal 3 refrensi. Kamu bisa ambil di jurnal nanti. Atau ga, buku ini juga bisa." Nada berkata sambil mengambil buku lainnya yang lebih tipis

"Oh oke oke Kak." Vanya mengambil buku itu.

Setelah selesai, mereka keliling dulu sebelum membayar ke kasir. Nada melihat-lihat buku tentang kehidupan. Langkahnya terhenti di sebuah buku dengan sampul coklat. Dia punya buku ini dan sudah membaca setengahnya.

"Kakak mau beli yang mana?" Tanya Vanya disampingnya. Mata Vanya melihat buku yang dia kenal.

"Oh buku ini. Kakak mau beli buku karya Kak Vian?"

"Hah??"

Vanya mengambil buku itu dan menjelaskan ke Nada jika itu Vian yang menulis. Dan yang menjadi referensi dari karya Vian adalah almarhumah adik bungsunya, Vabela.

"Saya punya di rumah. Pembahasannya bagus tapi sedih. Saya gak tau kalo itu Mas mu yang bikin." Ujar Nada tidak percaya. Vian yang dia kenal sebagai laki-laki yang dingin dan workaholic, ternyata sesayang itu sama keluarganya.

Ngomong-ngomong Vian, Nada sudah mencoba bercerita tentang pertemuannya dengan bapak dari laki-laki itu. Reaksi pertama Vian adalah terkejut dan sedikit emosi. Nada menjelaskan kalau dirinya baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja. Sedih pasti masih terasa olehnya, tapi Nada juga tidak mau Vian menjadi anak durhaka yang tidak mau mendengarkan orang tua nya.

Demi kebaikan mereka, Nada meminta Vian untuk kembali berbicara dengan orang tuanya dengan kepala dingin, demi mencari jalan keluarnya. Nada pun juga akan menemani Vian disana. Itulah yang bisa mereka lakukan sebagai jalan terakhirnya. Untuk hasilnya Nada serahkan kepada Tuhan. Apapun hasilnya, akan Nada terima.

Vian tidak mengiyakan tapi tidak juga membantah. Dia malah mendiamkan Nada. Bukan mendiamkan yang benar-benar diam, tapi sikapnya mirip seperti saat Vanya dirawat pertama kali di tempat kerjanya. Dingin dan acuh, tapi masih selalu menanyakan kabarnya setiap hari.

Jadi sudah 1 minggu Nada tidak bertemu Vian. Mungkin Vian butuh ketenangan pikiran dulu karena yang Nada tau, rumah sakit tempat Vian bekerja sedang melakukan evaluasi akreditasi. Maka dari itu dia sangat sibuk.

"Kak, kok bengong? Mikirin apa hayo?"

Nada menoleh ke Vanya lalu menggeleng, "Mikirin oppa oppa korea yang mau dateng bulan Januari besok tapi saya gak bisa cuti."

Vanya tertawa mendengarnya. Sejauh ini, Vanya belum tau tentang Vian yang melamar Nada. Kalau dia tau, wah jangan ditanya. Pasti tau dia akan seheboh apa.

Cinnamon HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang