Lisa membuka matanya dengan tiba-tiba bak sebuah lampu yang baru dinyalakan.
Segera, wanita itupun terduduk bersama selimut yang masih membalut tubuhnya.
"Loh?" Ucap Lisa penuh kebingungan -berusaha mengingat bagaimana semuanya berakhir semalam.
Suara dengus tawa terdengar. Jaemin, yang tengah memakai jaket di depan lemari itupun sedang menatap Lisa penuh sanksi, "Dasar tidak niat." Ujarnya sembari berjalan mendekati pintu.
"Eh, tunggu." Lisa, ia segera meloncat dari atas ranjang untuk meraih tangan sang suami, "Semalam bagaimana?"
"Bagaimana apanya? Kau tertidur. Yang benar saja."
Kilas balik kejadian kemarin seakan tengah di putar pada otak Lisa. Ia memang tak lagi mengingat apa yang selanjutnya terjadi setelah Jaemin menciumnya. Salahkan semua ini pada promotor Lisa yang membuatnya letih seharian.
Wanita itu berdecak kecewa pada dirinya sendiri.
"Kau bahkan bisa terlelap pada situasi seperti itu. Cukup menjelaskan bahwa kau tidak terlalu perduli dengan apa yang sedang terjadi." Jaemin, ia melepas genggaman tangan sang istri dan mendorong kening Lisa pelan namun mampu membuat wanita itu berjalan mundur hingga terduduk kembali di sudut ranjang.
"Aku masih punya kesempatan lain tidak?" Tawarnya dengan pandangan penuh harap.
Pun Jaemin hanya mampu mengangkat bahu sembari memutar kenop pintu yang berada di muka, "Kemasi barang-barangmu. Kita pindah ke apartmenku sore nanti."
Dan begitu matahari hampir berganti kewajiban dengan rembulan, Lisa sudah bersiap dengan dua koper besarnya yang tersampir pada teras keluarga Na.
Miran memeluk sang menantu seakan mereka takkan berjumpa dalam waktu lama, "Kembali dengan kabar baik ya, nak. Seorang cucu akan membuat ibu dan ayah melompat gembira."
Lisa hanya mampu tertawa getir. Bagaimana ia bisa mengaminkan pinta Miran jika suaminya saja tak menyentuhnya?
"Jangan membuatnya tertekan, Bu. Waktu kami masih banyak." Timpal Jaemin sembari menarik koper yang tadinya berada pada genggaman Lisa untuk di masukan ke dalam bagasi mobilnya.
Dan demikian, waktu berpamit dengan mertuanya pun sengaja di akhiri Jaemin begitu saja. Sebab ia telah menarik sang istri agar segera duduk pada kursi penumpang.
Lisa dapat melihat Miran melambai tanpa henti dari kaca spion Jaemin yang semakin mengaburkan pandangannya.
Suasana kembali sunyi. Di dalam sana, hanya dibalut oleh alunan spedometer serta nafas keduanya.
Jika dipikir-pikir, ini adalah pertama kalinya sang pasutri baru itu berkendara hanya berdua. Kalau begini, Lisa jadi ingin memberikan penawaran lagi kepada Na Jaemin.
Tapi tidak, deh. Aku sudah malas.
"Boleh tidak aku memutar musik? Sepi sekali rasanya aku seakan tengah dicekik." Ujar Lisa yang telunjukmya terarah pada head unit mobil Jaemin.
Yang di ajak bicara hanya mengangguk pelan hingga membuat Lisa menjalankan inginnya.
Sebuah lagu memenuhi indera pendengaran Lisa. Alunannya memanjakan telinga namun disaat yang sama membuat keningnya berkerut pula.
Menyadari ekspresi sang istri, Jaemin pun menoleh sekejap, "Kenapa?"
"Ini... lagumu?"
"Luar biasa, kau bisa segera tahu."
"Karena ada suaramu yang terdengar jelas disini. Suara yang selalu menolak dan mencemoohku di malam hari, aku jelas mengingatnya."
Lelaki itu terkekeh, "Bagaimana?"
![](https://img.wattpad.com/cover/358869536-288-k830533.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Plötzlich
FanfictionSuddenly, the two people who didn't know each other were standing together on their wedding day. At that times, they knew everything must be changed.