"Jadi kau menyerah semudah itu hanya karena mendengar ucapan Ahn Yujin?"
Lisa mengangguk sembari menyeruput iced cappucinonya.
Pun Jisoo hanya mampu bersandar pada bahu kursi bersama dengan kepalanya yang menggeleng tak percaya, "Kalau aku jadi kau, ya kumanfaatkan saja momen saat Jaemin sudi menyentuhku. Toh aku tidak rugi apapun."
"Itu kalau kau. Aku tidak segampangan itu."
"Yayaya. Ucap wanita yang hampir memutuskan untuk tidur dengan sembarang pria hanya untuk mendapatkan keturunan."
"Hei, aku sudah berubah pikiran."
"Kita lihat saja pekan depan. Pikiranmu akan berubah lagi semudah kau membalikkan tangan."
"Ya, Kim Jisoo! Bukankah seharusnya kau mendukung keputusanku?"
"Bagaimana bisa aku mendukung keputusan bodohmu?? Kau memiliki suami yang masih muda, tampan, dan berasal dari keluarga baik-baik yang mapan. Siapa peduli ia pernah tidur dengan mantan kekasihnya??? Bukankah itu hal biasa di era modern ini?? Kecuali jika Jaemin meniduri bibimu, disanalah saatnya kau melarikan diri."
"Ya! mulutmu it–" Kalimat Lisa terpotong saat dirinya menangkap sosok familiar yang baru saja keluar dari mobil serta berjalan menuju cafe yang mereka singgahi, "Diam kau. Orangnya datang."
Jisoo menoleh mengikuti arah pandang sang kawan. Tatapan Jaemin beredar sebelum akhirnya menemukan dimana posisi istrinya berada lewat dinding kaca transparan, "Lihat. Setampan itu kau sia-siakan? Ia sudi memelukmu saja sudah untung besar. Sedangkan kau malah jual mahal dan melakukan heading pada wajah rupawannya hingga bibir suamimu sobek. Kau sedang bermain bola, hah??!"
Pundak Lisa mengkerut. Wajahnya seakan ingin menginterupsi kalimat sang kawan namun di lain sisi ia nampak menyesal.
Kilas balik adegan semalam kembali diputar pada otaknya.
Kala itu, Jaemin yang sudah menggugurkan bantal penghalang di antara mereka pun segera menarik lengan Lisa. Meminta berbagai penjelasan tentang mengapa dirinya kembali berubah pikiran.
Lisa hanya terdiam. Tak mungkin juga ia membeberkan jika Ahn Yujin mengatakan kebiasaan Jaemin saat bercinta dengan wanita itu sementara Lisa belum diapa-apakan. Maksudnya, Lisa mungkin akan mengungkapkan apa yang mengganggu pikirannya. Tapi nanti, tunggu jiwa sungkannya hilang sendiri.
Alhasil, Jaemin yang kesal karena didiamkan oleh Lisa pun berucap seenak lidahnya.
Kenapa diam? Apa kau butuh sentuhan? Apa itu yang kau inginkan?
Jujur saja, ujaran itu terdengar menggelikan di telinganya. Bukan, bukan Jaemin yang Lisa salahkan. Hanya saja, lihat bagaimana lelaki itu bisa memutuskan untuk memuntahkan kalimat demikian. Sangat mencerminkan bagaimana dirinya begitu gatal dan butuh belaian sekali, kan?
Apakah label itu sudah terpasang di kening Lisa dan Jaemin membacanya?Jadilah ketika Jaemin menarik pundak Lisa serta mendekat untuk mencium sang istri seakan hendak mengaminkan pinta yang tak ia minta, Lisa yang telah yakin dengan keputusannya pun segera menepis genggaman lelaki itu.
Lisa mengingat jelas bagaimana ekspresi Jaemin ketika dirinya menepis keras tangan lelaki itu. Jaemin memandang tangannya yang terhempas di atas ranjang seakan kulitnya terbuat dari kertas rapuh. Alisnya mengkerut, bertaut banyak. Pun pandangan lelaki itu beralih dari tangannya menuju manik Lisa.
Lisa menggeleng pelan sebagai tanda jika dirinya tak ingin disentuh. Sudah tak perlu. Namun seperti tengah berbisik kepada orang tuli, Jaemin tak menangkap maksud dari bahasa tubuh minimalis yang dihantarkan olehnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Plötzlich
FanfictionSuddenly, the two people who didn't know each other were standing together on their wedding day. At that times, they knew everything must be changed.