Lisa menutup pintu di belakangnya dengan manik yang tak lepas dari Jaemin. Lelaki itu sudah berjalan terlebih dahulu setelah mengganti sepatu dengan slippersnya.
Ketika ia melihat punggung Jaemin berlalu di balik pintu, ketika itu juga Lisa berjalan ke arah sebaliknya, menuju dapur. Karena jujur saja, setelah merampungkan shooting hari ini, Lisa lapar setengah mati.
Jaemin menolak untuk makan malam bersama teamnya. Lisa pikir, lelaki itu memang sengaja menolak sebab akan mengajaknya makan di luar, berdua, sedikit romantis. Nyatanya tidak.
Sepanjang perjalanan di mobil pun hanya Lisa yang berceloteh bak burung beo. Lelaki itu sekedar menanggapi dengan ala kadarnya seakan-akan masih enggan bicara banyak. Seakan-akan Jaemin tak pernah menciumnya dengan mesra hingga mereka berdua lupa daratan.
Yah, Jaemin kembali mengacuhkannya tepat seperti malam mereka beradu argumen.
Lantas, apakah pernyataan Haechan salah? Apakah Lisa terlalu besar kepala?
Ah, gawat. Mana aku sudah menggodanya dengan percaya diri. Jangan-jangan ia menciumku lebih cepat dari script hanya karena tak ingin aku bicara lagi dan membuatnya geli?!
Wanita yang surainya sudah diikat tinggi itupun menyalakan kompor sembari mendesis. Berjingkat ngeri dengan semua kalimat yang ia katakan kepada lelaki itu ketika shooting tadi.
Dan segala prasangka buruk terhadap Haechan sudah menyeruak di dalam kepalanya. Tentang apakah lelaki itu sengaja membual karena melihat sang kawan dan istrinya tak akur? Tentang Haechan yang mengucap dusta agar Lisa tak kabur dalam pembuatan music video dan membuat mereka lebih rugi lagi??
Hmmm... bisa jadi. Bisa jadi.
Saat kolase-kolase adegan serta gelembung kalimat yang Lisa ucapkan kepada Jaemin kembali terputar, saat itu juga Lisa kembali bergidik ngeri. Dengan segera ia mematikan kompor yang bahkan airnya belum mendidih. Pada detik selanjutnya, ia sudah meninggalkan dapur sembari berlari.
Lisa melangkah cepat menuju pintu keluar. Melepas slipper dengan sembarangan untuk memakai sepatunya kembali. Dengan perut lapar dan rasa malu yang diemban, ia sudah keluar dari apartmen Jaemin -lelaki yang ia tuduh dengan percaya diri sudah menyukainya.
-
"Fiuuh." Lisa bersandar pada punggung kursi setelah menghabiskan semangkuk penuh Sundubu Jjigaenya. Sebab itu, tubuhnya terasa hangat, begitu pula otaknya. Ah, revisi. Otaknya melepuh saat ini. Manalagi ketika ia kembali mengingat apa yang ia katakan kepada Jaemin;
Kau benar-benar menyukaiku, ya?
Aku jadi bingung harus memilihmu atau Renjun.
Karena aku takut kau patah hati, aku pilih kau saja, deh.Lisa memejamkan mata. Berusaha tak menampar dirinya sendiri. Dengan kesal, ia meneguk botol sojunya yang keenam, berharap mabuk akan menghampiri. Namun sialnya Lisa diberi kelebihan akan resistensinya terhadap kadar alkohol, alias -ia tak gampang mabuk.
"Apa aku ke rumah Jisoo saja, ya?" Baru saja ia mengeluarkan ponselnya, sebuah nama yang muncul di layar pipih membuat Lisa terkejut pasi.
Na Jaemin meneleponnya.
Apa yang harus kulakukan? Kenapa ia meneleponku? Ah! Jangan-jangan ia tahu aku pergi dengan mengemban malu karena aku sadar aku telah salah sangka?? Apakah ia mengasihaniku??
Dengan gusar, Lisa pun menekan tombol hijau di layarnya, "Hal-"
"Pulang." Ucap Jaemin di seberang sana sebelum mematikan sambungan telepon Lisa dengan segera dan membuatnya tercengang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plötzlich
FanfictionSuddenly, the two people who didn't know each other were standing together on their wedding day. At that times, they knew everything must be changed.