Aryza merasa sangat bahagia, hari ini dokter sudah membolehkannya pulang. Bapak merasa lega, akhirnya Aryza tak perlu lagi berurusan dengan tempat itu. Sepanjang jalan pulang, Aryza tak berhenti menatap suasana luar, ia merasa terbebas dari pengapnya bangsal rumah sakit.
"Udah lama gak cium bau rumah, rasanya adem." Aryza tersenyum, ia sangat bersyukur karena tuhan masih memberikannya umur untuk menyelesaikan tugasnya.
"Bapak juga seneng kamu Kembali, jadi gak kesepian lagi." Bapak memeluk Aryza, kekhawatiran kini mulai hilang, merasa lega Aryza masih berdiri di hadapannya.
"Maaf Aryza kecewain Bapak. Aryza nyesel pernah melakukan hal paling gak bermanfaat."
"Za, kamu sudah menyadari dan menyesal pun, Bapak bersyukur. Terlebih kamu udah pulih, Bapak bersyukur."
Aryza menangis terharu, hatinya sedang tak karuan tapi ia bahagia bisa melihat Bapak. "Makasih, pak."
(....)
Hari ini, Aryza memutuskan untuk sekolah. Seminggu lagi akan ada ujian, jika terus-terus izin ia bisa ketinggalan pelajaran dan Aryza tak mau itu terjadi. Hari ini Bapak yang mengantarkan ke sekolah, karena sejujurnya Bapak masih khawatir maka dari itu tak mengizinkan Aryza mengendarai motor.
Saat sampai di kelas beberapa temannya menghampiri, mereka juga rindu dengan tingkah laku Aryza, teman-teman merasa senang karena Aryza sudah pulih.
"Masih sakit, Za?" tanya Rendy khawatir.
Jafar memukul pundak Rendy. "Heh syaid! Pake nanya, udah pasti masih pusing lah dia."
"Gue kan khawatir, coba kalau hari itu gak ada rencana, pasti gak ada begini." Rendy benar-benar masih merasa bersalah, ia sangat kecewa pada dirinya sendiri
"Udah, gue udah maafin. Jadikan pelajaran aja, lagian itu peringatan buat gue kalau cinta jangan sampai mati, soalnya takut juga kalau mati."
"Ya kan! Gue yakin jawaban lo begini."
Mereka sedikit tertawa, suasana kelas kini terasa hangat kembali, Aryza berhasil menjadi matahari yang memberikan kehangatan. Disela obrolan, mata Aryza menatap beberapa tempat, ia berbalik badan mencari seseorang yang tak kunjung datang.
"Nyari siapa?" tanya Jaiz, kemudian menatap Rendy dan Jafar.
"Lo nyari dia?" Rendy kini menunjuk seorang perempuan yang baru saja melewati kelas, siapa lagi jika bukan Citra.
"Bukan." Aryza menggelengkan kepalanya. "Haris kemana?"
"Dia belum kelihatan dari kemarin," ucap Jafar. "Bilang ke gue izin, udah dua hari."
Aryza mengangguk, kemudian menatap ruangan kelas lagi. Begini rasanya melepas rindu, merasa lega. Walaupun pada akhirnya ada rasa kecewa yang muncul, ia tetap harus menyembunyikan. Tak mau lagi membuang waktu untuk hal tak bermanfaat, Aryza memilih tertidur di kelas.
Kelas hari ini tak begitu lama, karena hanya membahas kisi-kisi ujian saja. Akhirnya, mereka bisa pulang lebih awal. Aryza sedang menunggu Bapak, kali ini ia harus di antar jemput oleh Bapak.
"Pak, maafin kami."
"Kenapa?" tanya Bapak heran, kemudian turun dari motor untuk mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi.
"Bapak boleh pukul kami sekerasnya." Rendy menundukkan kepalanya, ia tak bisa berdiam begini saja, walaupun Aryza sudah sehat, rasanya tak adil jika mereka tak dapat balasan setimpal.
Bapak menggelengkan kepalanya. "Aryza bilang, kejahatan tidak boleh dibalas kejahatan."
"Mereka minta maaf terus, pak. Aryza bosen dengernya," ucap Aryza dengan wajah lelah. "Dibilang udah dimaafin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu [ LEE HAECHAN ]
FanfictionAkibat Rindu yang tak ada batas, membuat seseorang tenggelam dalam lautannya. Ingin melepas, semesta seakan melarang. Ingin melupakan, ingatan tak dapat menghapusnya. Itulah yang dirasakan oleh Aryza, lelaki tangguh dengan rintangan sebagai teman hi...