06. Aryza tuh pecicilan dari lahir

31 5 0
                                    

Tangan Bapak mulai meraih sapu, niatnya ingin membersihkan halaman depan. Tetapi,  untuk memegang saja rasanya lemas, hingga akhirnya sapu tersebut jatuh.

Aryza yang baru saja keluar dari kamar, sedikit terkejut. "Kenapa, Pak?"

"Tangannya kesemutan."

"Dibilangin jangan banyak gerak dulu, apalagi baru ganti perban. Mending istirahat dulu aja, Pak."

"Iya nanti Bapak lebih hati-hati lagi," ucap Bapak. "Kalau gini, jadi inget dulu kamu jatoh. Ingetkan yang waktu jidat kamu benjol?"

"Haduh! Kenapa diingetin lagi, Pak." Aryza menutup wajahnya, ia tak ingin mengingat kejadian itu lagi.

"Nostalgia, Za."

Dulu waktu kecil, Aryza anaknya pecicilan, bahkan tidak jauh dari kata jatuh. Sedang lari, jatuh. Saat jalan biasa, jatuh. Sedang duduk, pasti jatuh juga dan dapet lebam.

Saat itu, Aryza sedang bermain bersama teman-temannya, ia selalu berlari secepat kilat supaya tak tertinggal. Karena matanya fokus ke depan, Aryza tak sadar ada batu besar menghalangi jalan. Hingga akhirnya ia mendapatkan lebam di keningnya.

"PAAAKK," Rengek Aryza kecil.

Bapak yang melihat langsung memeluk putra kecilnya. "Kenapa ini?"

"Aryza nendang batu besar, Pak. Aneh memang, batu gak salah pun ditendang," ucap Jafar. Bahkan, saat kecil pun Jafar selalu menjadi pusat informasi.

"Nggak! Batunya aja gak sopan diem di situ," bela Aryza.

Bapak tersenyum kecil. "Ya udah sini Bapak obatin, Makasih yaa Jafar."

Bukan hanya itu, Aryza pernah dapat goresan dikening, ya, lagi lagi karena terjatuh.

Selepas pulang sekolah, Aryza bergegas mengganti pakaian dan pergi ketempat Kerja Bapak. Tempatnya Pun tidak terlalu jauh, jadi Aryza selalu menghampiri Bapak.

Bapak kerja menjadi tukang bangunan dan membuat batako, iya batako untuk rumah. Terlihatnya memang tidak terlalu berat, bahkan Aryza bilang pembuatan batako seperti main ayunan. Tinggal campurin tanah, semen dan air setelah itu aduk. Jika sudah tercampur, semua bahan dimasukan ke tempat cetakan kecil. Lalu tutupi sama alat yang diujungnya bisa kita duduki.

"Pak, pengen nyoba dong." Aryza memohon agar dapat mencobanya juga.

"Ini berat."

"Masa? Kan enak itu kaya main jungkat-jungkit."

"Yang keliatan mudah, belum tentu mudah buat dikerjain juga, Za. Jangan cuman lihat disatu sisi aja," ucap Bapak sambil menata batako yang sudah jadi.

"Terus aku bantuin apa?"

"Bantu liat aja udah buat bapak seneng kok. Kamu kesini tiap hari aja bapak seneng, berasa ada yang temenin."

Setelah selesai, Bapak dan Aryza berjalan menuju garasi untuk mengambil mobil kolbak, atau sebut aja kol buntung, Nantinya mobil ini bakalan di isi batako untuk diantar ketempat pemesanan. Saat itu jalanan kering dan tidak ada bekas air sedikitpun, tetapi saat Aryza berjalan kakinya terpeleset dan kepalanya terbentur ke sebuah lantai yang lumayan tajam, akhirnya dia mendapat goresan dikeningnya. Bapak panik karena darah terus keluar, apalagi Aryza yang merengek kesakitan saat itu.

"Udah, Pak, udah ih malu," potong Aryza karena malu begitu mengingat kejadian masa lalunya.

"Tapi, itu kenangan banget, apalagi yang benjol." Bapak sedikit tertawa, mengingatnya saja sudah membuat bahagia.

 Rindu [ LEE HAECHAN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang