04. MERINDING

34 4 0
                                    

Bel istirahat berbunyi, tandanya untuk rehat sejenak dari rutinitas belajar. Apalagi kelas hari ini tentang marketing, waktunya mendinginkan pikiran. Biasanya tujuan utama di jam istirahat adalah kantin, tapi berbeda dengan Aryza, ia memilih untuk nitip agar tak berdesak-desakan.

"Ada yang mau jastip gak!?" teriak seseorang dengan name tag bertuliskan Haris Januari. "Buruan gue mau ke kantin nih."

Aryza mengangkat tangannya, begitu pula dengan yang lain. Mereka saling dorong dan adu mulut agar Haris segera menuliskan pesanannya, Haris yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Ah cekcok mulu, sini duitnya. Gue tau mau kalian apa," ucap Haris sewot. "Yang banyak ngomong gak gue beliin."

Aryza dan temannya itu memang sering nitip kepada Haris, jadi tak aneh jika Haris tau apa saja yang akan dipesan. Jangan Salah paham, ini memang kerjaan Haris. Ia juga menyukai ini, karena dengan Jastipnya, dia bisa mendapatkan makanan dan uang. Kalau sekolah, apa saja akan dikerjakan.

Jafar berdiri mendekati Haris. "Makanannya aja belum ada, nanti kalau makanannya ada gue bayar."

"Dih kebiasaan lu, udah nyuruh terus kagak ngasih duit lagi."

"Udah sana beliin aja dulu." Jafar kini mendorong Haris untuk keluar kelas.

Setelah Haris pergi, mereka mengobrol sambil menunggu makanan datang. Jangan pikir enak menunggu makanan, justru sakit karena harus menahan lapar.

"Gue punya cerita, mau denger?" Aryza kini membuka percakapan, yang lain mengangguk dan siap mendengarkan cerita. "Kemarin, gue jalan sendiri mau ke warung."

"Terus terus?" tanya Jaiz penasaran.

"Tiba-tiba, gue denger suara orang lagi buka tutup pintu."

Krekk.. Suara pintu seketika terlintas ditelinga, bulu kuduk ikut merinding mendengarnya. Ditambah, ruangan kelas yang cukup sepi membuat area kelas menjadi agak dingin. 

"Dan kalian tau? Di saat gue cari keberadaan suara itu, di sana ada rumah yang lumayan kumuh dan kotor." Aryza melebarkan kedua matanya, wajahnya menjadi serius. "Gue ngintip di jendela kan, eh suara pintu itu ilang. Malah ganti suara jadi air ngalir, gatau kenapa rasanya serem banget gue denger-denger."

"Za!"

Aryza terdiam, ia mengatur nafasnya dan memberanikan diri untuk menceritakan lagi. "Part paling menegangkannya, waktu mau balik, kaki malah gak bisa digerakin. Sumpah! Gue merinding banget karena suara air nya jadi serem dan kaya nyamperin gue."

Aryza memegangi lehernya, bulu kuduknya merinding mengingat kejadian itu. Rasanya seperti diambang mati dan hidup, ia pasrah dengan apapun yang terjadi.

"Gue mencoba tenang, walaupun aslinya udah gemeter dan merinding." Aryza menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tak menyangka bisa berada di fase seperti ini.

"Terus abis itu apa?" tanya Jaiz lagi, penasaran dengan kelanjutannya.

"Yaudah itu aja," jawab Aryza lempeng.

"Lah gimana, sih?" Ketiganya heran, merasa aneh dengan kisah Aryza.

"Terus apalagi? di mimpinya emang cuman begitu, lu mau gue cerita panjang? dikira bikin film." Aryza menggaruk kepalanya yang tak gatal.

 Rindu [ LEE HAECHAN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang