02. PIJAT REFLEKSI

83 7 2
                                    

Awan mulai memperlihatkan sisi gelapnya, angin 'pun rasanya sangat dingin. Suasana seperti ini, memang paling cocok ditemani dengan yang hangat, apalagi kalau bukan Mi.

"Bu Iis baikk hati!" panggil Aryza bersemangat. Hampir setiap hari, ia mengunjungi warung Bu Iis. Selain untuk makan siang, warung ini juga dijadikan tempat istirahat sambil menunggu penumpang.

"Iya, mau pesen apa?" tanya Bu Iis, pemilik warung.

"Mau mi kuah ditambah cabe, sama teh dingin satu."

"Bentar ya, kompornya dipake masak ayam dulu. Atau mau ayam aja?" tawar Bu Iis.

"Mi aja, Bu. Aryza ngiler, abis liat video yang makan mi tadi." Aryza kini memohon agar Bu Iis memberikan makanan kesukaannya itu.

"Gitu mulu alasannya." Bu Iis sewot, lantaran sudah tahu betul jawaban Aryza jika tak diberi mi, selalu seperti ini.

Sesekali, Aryza menatap jam tangannya, tak ada kegiatan yang akan dilakukan hari ini. Paling mencari penumpang, itupun tak pasti.  Rasanya lelah juga mencari penumpang, tapi ia juga tak mau menyerah.

Setelah menunggu beberapa menit, Bu Iis terlihat membawa nampan dengan mangkok dan gelas, lalu disimpannya di meja. "Selamat makan, Za."

"Makaasihh," ucap Aryza. Namun, bukannya memakan ia malah menatap mie tersebut. "Ada yang kurang, Bu."

"Apa? Itu mie udah ada cabe, spesial ditambah telor. Apa yang kurang?" tanya Bu Iis, sudah spesial tapi masih saja protes.

Aryza tersenyum. "Nasi."

Bu Iis menghela nafas kasar. "Hadeh, kebiasaan orang sunda."

Aryza kini menikmati mi dengan lahap, dunia terasa seperti miliknya sendiri, apalagi udara yang lumayan dingin seperti ini memang cocok untuk menyantapnya. Bahagia itu ternyata sederhana.

"Setelah makan, Ibu mau minta tolong."

"Apa, Bu?"

"Tolong ambil beras di tempat biasa, ada sekitar 20 beras yang harus kamu ambil." Bu Iis memberikan Aryza amplop berisi uang untuk dibelikan beras. "Bilang aja Ibu yang pesen."

"Ooh siap bu, habis ini ya!" balas Aryza. Ia memang sering mengambilkan beras, itung-itung membantu dan lumayan menambah uang tabungan.

"Iya makan dulu aja, Za. Kalau bisa ajak temen kamu, biar sekalian bawa banyak."

.

Aryza kini melajukan kendaraannya, target pertama adalah mengajak teman masa kecilnya, Jafar. Setelah sampai, Aryza melihat sekitar rumah yang terlihat sepi, tetapi tidak mungkin juga jika Jafar pergi di sore seperti ini, apalagi cuaca dingin cocoknya untuk tidur.

"Permisi, Jafarr!" sahut Aryza lembut. "Jafar, ada di rumah gak?"

Hening, tak ada yang menjawab. Bahkan, pintu juga tak kunjung terbuka. Seperti yang kalian tahu, Aryza bukan orang yang putus asa, ia terus mencoba sampai akhirnya keluar jurus jitu.

"WOY JAFAR!" teriak Aryza. "Keluar lu atau gue yang keluarin dari grup biar gak bisa curhat!" ancamnya.

"Berisik syaidd!" balas sang pemilik rumah yang muncul di jendela. "Mau ngapain?"

"Anter bawa beras yuk!"

"Mau ngasih apa lu sama gue?" Jafar menaikan alis mata dan menggerakan kakinya, gayanya sudah seperti kakel yang lagi malakin orang.

Aryza berdecak kesal. "Belum juga berangkat udah minta upah, sana balik lagi aja, rencana ini batal."

"Oke, dadah!" seru Jafar melambaikan tangan.

 Rindu [ LEE HAECHAN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang