Level 23

981 135 39
                                    

Kusandarkan kepala pada bantal kecil yang kuletakkan di kepala kursi, sambil menatap pemandangan di luar sana. Mobil Pajero Mas Gege ini masih melaju dengan santai, dikemudikan oleh Taufik.

Sementara aku hanya diam saja, Mas Gege dan Taufik asyik mengobrol. Aku tak berniat ikut perbincangan mereka, tetapi juga tak menolak mendengarkan apa yang tengah mereka obrolkan itu.

"Aku pikir jadi Kaur Perencanaan kuwi enak, lho, Mas. Soale sebelum sampean ngisi posisi itu kan yang ngurusi Mas Wahyu, dibantu Pak Carik. Yo santai-santai aja, cuma bikin APBDes gitu-gitu. Ternyata yo ruwet juga, ya?"

Mas Gege langsung menyahut, "Ruwet pol, Pik. Yo tak pikir cuma nguplek masalah APBDes, RKP, Daftar Usulan RKP, Perencanaan begitu. Tapi, ya mau enggak mau karena kata Mas Haikal sekarang sistem pelaksanaan anggaran desa itu pakai PPKD, Kaur dan Kasie pun dibagi-bagi buat pegang per bidangnya. Lha kebetulan lagi aku dikasih bagian Bidang 2."

Taufik tertawa geli. "Bidang paling semrawut. Wis ngurus proyek pembangunan, pendidikan, honor guru-guru TPA, PAUD, TK ... ditambah harus urusan sama emak-emak rempongnya PKK terkait anggaran PMT--"

"Hush!" Mas Gege menyela. "Ada pengurus PKK di sini. Ojo ngerasani PKK pokoknya--"

"Enggak usah nyindir! Mau ngomongin PKK masa bodo, sih. Enggak peduli aku tuh!" gerutuku kesal, disambut tawa keras Mas Gege dan Taufik.

"Tapi, aku beneran heran lho. Kok iso sih sampean kuwi mau dijadikan Ketua Pokja 4, Mbak?" Taufik bertanya tanpa menoleh padaku.

"Sungkan kayanya, Pik. Kan yang nembusi Mbak Anna. Tau sendiri to kalau Bu Carik emang nyungkani orangnya?" Malah Mas Gege yang menjawab.

"Iyo, sih, Mas. Tapi, kalau aku jadi Mbak Nadia sih wegah tenanan. Ibuku lho wis sepuh, tapi masih disuruh jadi Sekretaris 2. Mana sering diminta bantu ini itu sama Bu Lurah. Ibuku paling sungkan sama Bu Lurah, kalau Bu Carik masih lumayan berani nolak, lah, wong lebih muda. Lha Bu Lurah kan sebaya sama ibuku, mana dulu Mbah Lurah suka bantu pas Bapak sakit keras."

"Makanya, enggak usah nyindir-nyindir aku," sahutku cepat. "Kalau kamu liat gimana sungkannya ibumu sama Bu Lurah, harusnya kamu paham kan gimana beratnya aku nolak permintaan Mbak Anna? Mana kan kondisi Mama udah enggak bisa ikut terjun di kegiatan apa pun. Sebagai anak pamong, aku pengen bisa bantu Mama. Enggak hanya di PKK, tapi juga di Posyandu."

"Nah, tuh." Mas Gege ganti bersuara. "Dengerin apa kata Mbak Nadia, Pik."

"Kok sampean lempar-lempar? Kan yang bilang di awal ada pengurus PKK yo sampean to, Mas," gerutu Taufik, disambut tawa terpingkal-pingkal Mas Gege. Sementara aku tak bisa menahan senyum geli saat melihat Mas Gege yang begitu bahagia bisa menggoda Taufik. Selalu begitu, mereka kalau disatukan pasti saling mengusili satu sama lain. Namun, dibandingkan dengan staf yang lain, Taufik memang paling dekat dengan Mas Gege.

"Mana kalau udah jadi istri perangkat desa nanti kan wajib aktif di PKK. Kalau enggak, pasti bakal jadi omongan. Jadi, yawis lah. Anggap aja ini amanah baru yang bakal jadi pendewasaan buatku."

Hening selama beberapa saat setelah aku berkata demikian. Sampai akhirnya terdengar suara tawa keras Taufik, membuatku sadar bahwa apa yang tadi kukatakan tak hanya aku yang merasa malu, tetapi pasti Mas Gege juga.

"Istri perangkat? Wis ora sabar tenan mbakku iki mau jadi Nyonya Aghia." Taufik berkata di sela-sela tawanya.

"Nyetir sing bener! Ojo ngguyu wae!" Mas Gege menepuk pundak Taufik yang masih terbahak-bahak.

"Dasar bocah!" Aku menyumbang gerutuan.

Namun, meski demikian, suasana akrab yang ada dalam mobil ini membuat penatku hilang. Terlebih karena beberapa hari sebelum keberangkatan kami ke Yogyakarta ini, otakku hanya memikirkan hal-hal aneh saja. Mulai dari kenapa Mas Gege memintaku terlebih dulu mendatangi makam Alya daripada kedua orang tua kandungnya, sampai segala praduga tentang apakah Mas Gege masih memiliki perasaan pada Alya dan memintaku menikah dengannya hanya karena ingin melanjutkan hidup saja.

Another Level [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang