05

19 3 0
                                    

Mobil sedan hitam itu telah masuk ke garasi, Agam keluar dari sana dan berjalan santai menuju rumah nya.

"Assalamualaikum." Seru Agam ketika memasuki rumah nya.

Rumah tampak sepi, mungkin udah pada tidur, batin lelaki tinggi itu. Agam melangkahkan tungkai nya menuju dapur, ia membuka kulkas dan mengambil air dingin yang ada di sana.

"Baru sampe?" Agam hampir saja menjatuhkan teko kaca digenggaman nya karena terkejut dengan suara Abi nya yang tiba - tiba.

"Iya, Bi. Ummi mana?" Tanya Agam setelah mencium punggung tangan Abi nya.

"Lagi telfonan sama teman nya — nah itu Ummi." Tunjuk lelaki paruh baya dengan sarung hijau neon yang bertengger di leher nya.

"Anak ganteng udah pulang, udah makan?" Tanya Ummi sumringah.

Agam tertawa sejenak. "Udah Mi." Jawab nya.

Ummi mengangguk, kemudian membuka lemari kaca dan mengambil piring serta beberapa alat makan yang lain. "Kalo mau makan lagi ayo, ini Abi mau makan malam kloter ke sekian." Seru Ummi yang dibalas tawa oleh kedua lelaki di rumah ini.

Agam menarik kursi makan tepat di samping Abi. "Agam temenin aja sambil makan buah." Seru nya.

Abi tersenyum hangat, lelaki paruh baya itu menepuk pelan bahu anak bungsu nya. "Makan aja kalo lapar." Agam mengangguk.

"Besok kemana nak?" Tanya Ummi pada Agam, tangan nya dengan cepat mengisi piring Abi dengan berbagai lauk sisa tadi Maghrib.

Agam menggeleng. "Di rumah Mi, kenapa?" Tanya nya.

"Besok temen Ummi mau ke sini sama anak sulung nya, sekalian bahas perjodohan kalo bisa. Ummi juga yakin kamu kenal kok sama anak nya." Alis kanan Agam menukik.

Kenal? Siapa?

"Siapa Mi?" Tanya Agam penasaran.

"Ih masa lupa, anak nya Bu Chantika. Inget gak?" Tanya Ummi dengan senyum nya yang masih cantik.

Agam terdiam cukup lama hingga pada akhirnya ia memilih pamit duluan untuk beristirahat. Di dalam kamar, setelah membersihkan diri. Lelaki itu membuka lemari nya dan mengambil kotak hitam berukuran sedang.

Agam membawa nya ke atas tempat tidur nya, ia membuka nya dan di sana banyak foto lama dirinya ketika masih kecil bersama anak perempuan yang usia nya hanya terpaut jarak 2 tahun.

"Kak Agam!" Shafira berlari keluar dari masjid dengan memeluk juz amma nya.

Agam menoleh dengan senyum nya. "Jangan lari nanti Ira jatoh." Agam menghentikan Shafira dengan memegang tangan anak itu.

"Kak, kata Ummi nya Kakak, besok aku disuruh buka puasa di rumah Kakak ya?" Tanya Shafira dan Agam mengangguk.

"Iya, Di rumah kamu gak ada orang kan? Mama sama Papa nya Ira belum pulang?" Shafira mengangguk mengiyakan pertanyaan Agam.

"Tapi aku sama teteh di rumah." Seru Shafira.

"Iya namanya Ira sendirian, teteh Ica kan juga harus pulang, Ra." Seru Agam, tangan nya bergerak merapikan rok Shafira yang tersingkap.

"Ih Ira, besok kamu pake celana panjang ya jangan celana pendek. Tuh liat, betis kamu keliatan." Nasihat Agam lembut.

Shafira yang acuh tentang itu hanya mengangguk tanpa mengiyakan. Seiring berjalan nya waktu Shafira dan Agam semakin dekat layaknya Kakak dan Adik, hingga pada suatu ketika keluarga Agam memutuskan untuk pindah keluar kota di karenakan pekerjaan Abi, membuat Agam dan Shafira menjauh. Tidak ada komunikasi berarti di antara kedua nya, hanya saling mengingat nama namun lupa dengan paras masing - masing.

The Day We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang