06

22 3 0
                                    

Shafira tersenyum cerah ketika melihat lipatan jaket milik Hangga yang rapi. Ia memasukkan jaket coklat itu kedalam paper bag berwarna kuning cerah dengan polkadot oranye dan putih. Ia juga mengecek tas kerja nya, setelah siap Shafira pun keluar kamar nya.

"Pagi Sha, sarapan dulu sini bareng." Ajak Arumi, si perawat di salah satu rumah sakit swasta.

Shafira tersenyum pada perempuan berusia 32 tahun itu. "Pagi Kak, makasih tawaran nya Kak, tapi aku makan di luar aja takut nya telat." Tolak Shafira halus.

Arumi mengangguk. "Oh gitu, yaudah hati - hati di jalan ya." Seru Arumi.

"Siap Kak." Shafira pun keluar dan memakai sepatu nya kemudian berlari keluar gerbang.

Di sana rupanya sudah ada Hangga yang sedang memanaskan motor nya. "Pagi Mas Hangga." Sapa Shafira riang.

Hangga yang disapa seperti itu tak kalah ceria. "Pagi, udah mau jalan?" Tanya Hangga yang Shafira jawab dengan anggukan.

"Iya, sekalian mau pulangin jaket nya Mas, makasih ya Mas." Shafira menyodorkan paper bag nya yang diterima dengan senang hati oleh Hangga.

"Makasih juga ya. Oh iya, sekalian berangkat bareng aja gimana?" Tawar Hangga yang membuat Shafira ngeblank seketika.

Berangkat bareng? Maksudnya dia anter gue sampe stasiun kali ya.

Tidak ada jawaban, Hangga tertawa. "Tenang, saya anter sampe depan hotel tempat kamu kerja. Mau?" Tawar Hangga lagi yang Shafira jawab dengan anggukan.

"Mau, Mas." Jawab Shafira.

"Yaudah, kamu duduk dulu aja di teras. Saya mau simpen ini dulu." Hangga mengeluarkan jaket nya dari dalam bungkusan itu sambil tertawa lagi.

"Jaket saya belum ada yang kering, makasih ya udah dianterin." Seru Hangga dan berlalu ke dalam guna menaruh bungkusan itu.

"Nis, titip ya jangan sampe dipake Ibu atau Ayah. Tolong taro di kamar — JANGAN SAMPE LECEK APALAGI ROBEK!" Pesan Hangga terburu - buru membuat si bungsu kebingungan.

"Aneh." Ujar nya, namun tetap menuruti keinginan si kakak. Membawa nya dengan perasaan hingga sampai ke kamar si sulung.

Di luar, Hangga memakai jaket nya. Begitu lipatan jaket itu terbuka, aroma softener dan pelicin pakaian serta campuran parfum perempuan menyapa indera penciuman nya, terlihat jelas pula garis rapi bekas setrikaan.

30 tahun gue hidup baru kali ini pake jaket digosok. Rapi banget astagfirullah. Hangga tersenyum tanpa sadar dari tadi ia diperhatikan oleh Shafira.

Mas Hangga kalo senyum makin ganteng ya…

"Ayo." Seru Hangga dan mereka keluar bersama.

Di waktu yang bersamaan, Pri baru saja datang dengan motor matic keluaran lama nya. Pri yang melihat Shafira ada di rumah Hangga pun langsung mengarahkan motor nya berhenti di depan rumah lelaki yang 5 tahun lebih tua dari nya.

"Kak, ayo." Ajak Pri.

"Ojek nya Shafira ya kamu?" Tanya Hangga ramah namun tidak dengan Priyanto.

Priyanto sedikit tidak suka. "Iya." Jawab nya.

"Pri maaf ya, hari ini saya gak pake jasa kamu dulu —"

"Priyanto, mulai hari ini Shafira berangkat nya sama saya. Kesian Shafira kalo harus bolak - balik naik kendaraan umum." Potong Hangga membuat Shafira dan Pri terkejut.

Pri mengangguk. "Yaudah kalo gitu, makasih ya Kak. Nanti sore sisa uang nya aku pulangin." Ucap Pri sambil memundurkan motor nya.

"Gak usah, ambil aja buat kamu. Makasih ya Pri." Shafira tersenyum dan ia naik ke atas motor Hangga dan Hangga pun melajukan motor nya tanpa perduli dengan Pri.

The Day We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang