Jalan Yang Salah

11 4 1
                                    

Tiga hari berlalu, setelah kesepian yang dirasakan oleh para siswa dan siswi, karena Ratu mereka yang terkena skorsing selama tiga hari.

Dan hari ini, Ratu mereka kembali datang. Waktu skorsingnya sudah habis, dan mereka bisa melihat paras cantik Ratu mereka yang masih mencari Rajanya itu.

Tak terkecuali, ketujuh temannya yang sudah menyiapkan kejutan untuk Anna. Sebagai ucapan selamat datang, setelah tiga hari tidak bertemu.

Gadis itu, kini tengah duduk disalah satu kursi bus, menggunakan earphonenya, yang terpasang dikedua telinganya.

Tanpa ia sadari, seorang pemuda duduk disebelahnya. Pemuda itu sesekali melirik ke arah Anna. Merasa tengah ditatap, Anna menoleh.

Nafasnya seolah terhenti, tubuhnya mematung, jantungnya berdetak keras. Ia meremas ujung roknya, menahan kegugupan didepan pemuda pujaan hatinya.

"Udah selesai, waktu skorsingnya?" Tanya pemuda itu, memulai obrolan.

Anna mengangguk pelan. "Udah."

Pemuda yang tidak lain dan tidak bukan adalah Eza, hanya mengangguk sebagai jawaban. Eza mengeluarkan ponselnya, kemudian memainkannya.

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Eza fokus dengan ponselnya, sedangkan Anna fokus dengan bukunya.

"Nak."

Anna mendongak, menatap wanita paruh baya didepannya. Nampaknya, wanita itu tengah mengandung.

"Boleh saya duduk? Saya sedang hamil." Pinta sang wanita.

Tanpa berpikir panjang, Anna berdiri. Tapi tangannya ditahan oleh Eza. Anna menatap pemuda itu, yang tampak berdiri dari duduknya.

"Lo, duduk ditempat gue. Biar gue yang berdiri."

Tak memberikan waktu untuk Anna membantah, pemuda itu langsung memasang earphonenya. Anna hanya bisa menghela nafas, lalu menuruti perintah Eza. Ia duduk bersama wanita tadi.

"Pacarnya manis sekali, ya, perlakuannya."

Anna terbelalak. Belum sempat menjawab, dengan cepat Eza memotong.

"Iya, terima kasih, bu." Ucap Eza dengan senyumannya.

Gadis itu sekarang hanya bisa mematung, dan tersenyum kaku. Eza sudah mengiyakan, dan wanita itu juga sekarang tengah memuji, juga memberi saran kepada Eza.

"Ya sudah, saya duluan. Yang langgeng, nak. Gadis cantik seperti pacar kamu itu, jangan di sia sia kan." Ucap wanita itu bergurau, lalu pergi turun dari bus.

Eza kemudian beralih menatap Anna, yang sekarang tengah menatap keluar jendela. Ia duduk, mencoba tidak peduli dengan diamnya Anna seperti sekarang.

...

Mereka berdua turun dari bus. Sebelum Anna pergi mendahuluinya, Eza menahan tangan gadis itu, membuatnya tertarik dan berbalik.

Anna mencoba untuk tidak gugup, karena jaraknya yang cukup dekat dengan Eza. "Kenapa?"

"Gue yang harusnya tanya. Lo, kenapa?"

Anna meneguk ludahnya susah payah. Tenggorokkannya terasa sangat kering. "Gue?"

Eza berjalan lebih dekat, mengikis jarak antara dirinya dan Anna. Itu sontak membuat jantung Anna berdegup kencang, dan wajah Anna yang memanas.

"Kenapa dari tadi, lo diemin gue?" Tanya Eza, dengan jarak yang nyaris tidak ada.

Anna menunduk, menatap sepatunya yang hampir menempel dengan sepatu Eza. Jujur saja, dirinya sangat gugup dalam situasi seperti ini.

"Na, jawab." Tegas Eza.

Cinta Yang TerbuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang