Still Waiting For You

443 24 0
                                    

2 minggu kemudian

Setelah kecelakaan tersebut, Gumara kakinya patah, sedangkan Pitaloka kini koma di rumah sakit.

Kini Gumara tengah duduk di bis, bersama dengan para penumpang lainnya yang sejurusan dengannya. Tiba-tiba bis berhenti di hadapan lobby sebuah rumah sakit, tak ada satu orangpun yang bergerak hingga Gumara berdiri dari tempat duduknya dengan ditopang sebuah tongkat. Dia turun dengan perlahan karena hujan mulai turun dengan deras, ketika mencapai tangga paling dasar, Gumara terpeleset dan terjatuh di depan pintu bis tersebut.

~Gumara's POV~

Aku ada dimana? Dimana Pita? Dimana aku sekarang? Kenapa semuanya gelap? Tapi, disana muncul sebuah titik yang terang! Aku harus kesana, mungkin disana ada Pitaloka!

Aku pun berlari sekuat mungkin menuju cahaya itu. Tapi...

Tiba-tiba ada yang menggenggam tanganku..

Apa aku harus melihat siapa itu?

Tuhan, tolong aku..

"Mara?" Itu suara Pita.

Aku pun menengok ke belakang..

Dan benar, itu Pitaloka.

"Pita?" Aku masih tidak percaya bisa bertemu dengannya disini.

Dia merentangkan tangannya seakan mengerti kalau aku ingin memeluknya. Aku pun menyambut tangannya dengan halus. Berbeda dengan pelukan sebelumnya, kini dia memelukku dengan erat seakan-akan takut kehilangan lagi. Aku mengusap rambutnya halus lalu dia mengangkat wajahnya dan aku mencium keningnya. Dia hanya tertawa lalu memendamkan wajahnya di dadaku.

Kini aku tahu dia aman.

Tidak, aku bicara terlalu cepat.

Tiba-tiba ada yang menarik tubuhku ke belakang. Tapi aku tidak akan melepaskan pelukanku dengan Pitaloka. Sesuatu yang menarikku terus menarikku dengan kuat hingga akhirnya aku terpisah dengan Pita. Pita yang mulai jauh dariku berteriak memanggil namaku berkali-kali, dan aku hanya bisa menintikkan air mata karena aku baru saja kehilangan pujaan hatiku, pacarku, belahan jiwaku, cinta sejatiku.

Tiba-tiba semuanya terang..

~Author's POV~

Para suster dan seorang dokter yang mengelilingi Gumara yang pingsan kini mengoleskan minyak kayu putih ke hidung Gumara. Tak lama kemudian, Gumara mulai siuman.

"Dimana saya?"

"Kamu ada di rumah sakit, nak."

"Kenapa saya disini?"

"Tadi kamu terpleset di depan bis lalu kepalamu membentur trotoar."

Gumara mengelus pelipisnya yang kini dibalut perban.

"Berapa lama saya pingsan?"

"Kurang lebih 1 jam."

"Dimana Pitaloka?"

"Pitaloka Fransisca? Dia ada di ruangan sebelah."

"Dok, bisa antar saya kesana?"

"Baiklah."

***

Dokter membantu Gumara untuk berdiri, lalu mendudukan Gumara di kursi roda dan membawa kursi roda tersebut menuju ruangan 'mawar 18'. Dokter kemudian mempersilahkan Gumara masuk ke ruangan kelas VIP itu dan meninggalkannya.

Gumara kini di sisi Pitaloka, tidak akan pernah jauh darinya lagi. Gumara menggenggam tangan Pitaloka yang tidak diinfus, mengusapnya dengan ibu jari, kemudian mencium punggung tangannya. Tak lama kemudian, Gumara tertidur di sisi Pitaloka.

2 jam kemudian..

Karina mengetuk pintu lalu masuk ke ruangan Pitaloka. Terlihat Gumara yang masih menanti sadarnya Pitaloka. Karina kemudian mengambil roti dari tasnya lalu memberikannya pada Gumara. Gumara mengambilnya tapi tidak langsung dimakan. Memang, setelah 2 jam lebih menanti Pitaloka bangun, Gumara tidak mau pergi ke kantin walau hanya sedetik. Dia tidak ingin meninggalkan Pitaloka lagi.

"Mara?" Suara lirih dan gerakan jari telunjuknya menyadarkan Gumara dari lamunannya.

"Pita? Alhamdulillah kamu udah siuman!" Gumara langsung mencium punggung tangan Pitaloka.

"Berapa jam aku pingsan? Terus kenapa ada masker disini?"

"Sssstt... jangan banyak ngomong dulu, kamu masih sakit. Kamu itu koma selama 2 minggu lebih, bukan pingsan." Gumara menempelkan jari telunjuknya di bibir Pitaloka.

"Ya Tuhan, maafin aku ya Mara."

"Maaf kenapa?"

"Sebenernya, aku punya penyakit leukimia sejak kecil. Selama ini aku nutupin hal ini dari kamu soalnya aku gak mau kamu khawatir." Pitaloka meneteskan air mata.

"Iya aku udah tau, maafin aku juga gak bisa jaga kamu." Gumara menghapus air mata Pitaloka. "Aku panggilin dokter ya," sambung Gumara.

Kemudian Gumara menelfon dokter yang menjaga Pitaloka.

"Tunggu, kaki kamu kenapa?" Pita bangun untuk duduk lalu melepaskan maskernya.

"Oh ini, gak usah dipikirin," Gumara meletakkan kembali telefonnya.

"Kenapa? Apa gara-gara aku?"

"Bu, bukan kok."

"Terus ini kepala kamu kenapa?"

"…"

"Gumara, jawab," Pitaloka kini menggenggam tangan Gumara erat.

"Pitaloka!" Karina, Ratna, Farah, Pina, Chacha, Zahra, dan Tissa langsung menerobos masuk ruangan diikuti para laki-laki murid 9C.

"Teman-teman! Kalian masuk kok gak ngetuk pintu sih?!" Pitaloka sewot dengan kelakuan temannya.

"Hehehe.. maaf Pita," Tissa menjawab sambil mengumbar senyum gajenya*.

3 jam kemudian..

"Kita pulang dulu ya, Pita, Mara!" Para gadis dan lelaki keluar dari ruangan mawar 18 lalu hilang di balik pintu.

Pitaloka hanya tersenyum melihat kelakuan semua teman-temannya itu. Senyumannya kemudian memudar karena Gumara yang tiba-tiba mencium punggung tangannya untuk kesekian kalinya. Dia menengok dan mendapati Gumara sudah berdiri di sampingnya dengan tempat tidur sebagai penopangnya. Pitaloka kembali tersenyum lalu mendekatkan wajahnya ke arah Gumara, Gumara lalu mencium kening Pitaloka sesaat lalu menempelkan hidungnya dengan hidung Pitaloka. Kemudian mereka tertawa bersama kembali setelah sekian lama tidak tertawa bersama.

♡Love♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang