Hari-Hari Berbadan Dua

297 12 0
                                    

🩵🩵🩵

5 bulan telah berlalu

"Bibi nanti jangan disiapkan makan malam ya, aku akan pulang kerumah"

"Siap nona" ucap seorang ART yang selama ini bersama dengan Aya.

(Di Kantor)

"Eh Ay kamu jadi sekarang ngomong ke orang tua kamu?" Tanya Fio

"Yups" Kata Aya sambil mengetik.

"Okey semangat ya! Aku yakin orang tua kamu akan mengerti"

"Semoga ya" jawabnya.

"Oh ya kamu tahu kabar suamimu sekarang? Bahkan sampai umur kandunganmu 5 bulan pun dia belum mengirimkan surat cerai ke kamu" ucap Fiona lagi.

"Aku gak tahu pasti kabarnya sekarang, well aku cukup bahagia dengan diriku yang sekarang" jawab Aya.

Menikmati masa-masa kehamilan selama 5 bulan telah berlalu, perutnya sudah sangat terlihat kalau dia hamil saat ini. Dia telah memutus kontak telepon dari suaminya dan juga keluarga suaminya. Sampai suaminya sendiri tahu kalau dia sudah meletakkan sesuatu untuk suaminya saat itu. Mungkin dia sudah membuka atau tidak, sampai sekarang tidak ada respon darimanapun.

——————————————————————-
(Kampung halaman)

Malam ini Aya kembali, tapi tidak untuk menemui suaminya dan tidak kerumah suaminya. Tetapi Aya pergi kerumah orang tua kandungnya. Aya tak menceritakan apapun yang terjadi dalam rumah tangganya. Bahkan kabar dia hamil, orang tuanya belum mengetahui.

Tin... tin...

Aya membunyikan klakson dan adiknya membukakan pintu. Namanya Cahya, adik kandung Aya yang sangat baik. Cahya sudah mengetahuinya lebih dulu, karena Cahya sendiri sering berkunjung ke rumah Aya di daerah perantauan.

"Mbak hamil besar kenapa pulang malam begini sih?" Ujar Cahya membantu Aya bangun.

"Aku sangat merindukan kehangatan keluarga"

"Siapa yang datang Cahya?" Tanya mamanya dari kamar tidur.

"Mbak Aya ma" ucap Cahya.

Mama yang mendengar itu langsung keluar dan terkejut melihat Aya. Bahkan lebih terkejut lagi melihat putrinya yang sudah berbadan dua.

"Ayaaaa" mama langsung memeluk Aya. Aya menerima pelukannya, begitu juga papa yang memeluk Aya.

(Duduk di sofa ruang keluarga)

"Sudah sangat lama sekali kamu tidak kesini, apa pekerjaanmu begitu banyak?" Tanya papa

"Iya pa, Aya baru aja ada suatu proyek dan sudah dapat bonus besar pa"

Semua yang mendengar langsung berbinar bahagia. Cahya juga langsung memeluk Aya.

"Mba Aya, Cahya mau kuliah di Surabaya ikut mba Aya nanti" ujar Cahya

"Udah ijin?" Tanya Aya dan Cahya mengangguk.

"Makasih ya pa, niatnya aku akan memulai bisnis disana setelah anakku lahir pa, dan juga pindah tugas maskapai ke Surabaya pa"

"Iya Aya sebahagiamu saja"

"Lalu kehamilanmu kenapa kamu menutupinya? Deon mana tidak ikut kemari?" Tanya mama

Aya langsung terdiam begitu juga Cahya. Aya menunduk dan mulai meneteskan air mata yang membuat mama dan papanya bingung.

"Aya kamu bertengkar ya?"

Cahya hendak menjawab tapi Aya menggenggam tangannya erat.

"Ma bukan maksud Cahya menyembunyikan tapi mba Aya yang gak memperbolehkan Cahya jujur"

"Ada apa Aya?" Tanya mama yang mulai tegas.

"Aku udah pisah ranjang ma"

"APA??" Teriak papa

"Kenapa pisah ranjang? Bukankah kamu sedang hamil besar? Kemana Deon? Dia tidak mau tanggung jawab? Mama kan sudah bilang. Laki-laki seperti dia tidak pantas kamu nikahi. Restu kami berdua dari dulu tidak pernah srek untuk Deon!!" Marah mama

"Ma udah lah semua udah terjadi" bela Cahya

"Kamu gak ngerti apa! Mbak mu ini berjuang bersikeras sampai kawin lari demi menikah dengan suami seperti itu!" Ujar mama

Papa terlihat kesakitan pada dadanya, Aya langsung bangun begitu juga yang lain. Papa seperti mau pingsan akhirnya kami membawa papa ke dalam kamar untuk istirahat. Terlihat mama menangis sambil mengelus elus papa.

"Mama sudah duga akan seperti ini dia bukan laki laki bertanggung jawab" ujar mama di sela sela tangisnya

"Apa kalian sudah cerai?" Tanya mama

"Belum ma..." Jawab Aya sambil meneteskan air matanya. Tapi dia tidak mau terlihat menangis.

"Mba ayo ke kamar istirahat dulu"

"Mba pulang aja ya Cahya. Tolong jaga papa sama mama" Ucap Aya kemudian Cahya mengiyakannya. Karena Cahya tau pasti sangat sakit rasanya.

Aya melajukan mobilnya menembus jalanan sepi. Dia menyempatkan untuk lewat ke rumah suaminya. Lampu remang remang menyala, dan tak sengaja dia berpapasan dengan adik iparnya.

"Sastra (adik ipar SMA)" desis Aya.

Adik iparnya sangat mengenali plat mobil Aya sehingga dia mengikuti arah Aya. Akhirnya Aya memilih mengalah dan menurunkan jendela mobil.

"Mba Aya" panggil Sastra.

"Kemana malam malam begini sastra?" Tanya Aya.

"Habis nonton balapan mbak, oh ya mbak. Kakak benar benar mengkhawatirkan mbak. Kemarin kakak mampir mencari mba ke rumah mba disini tapi ternyata mba memang tidak pernah pulang"

"Mbak tetaplah tinggal bersama kami. Kami sangat kehilangan mba. Sekarang ibuk sakit sakitan dan terus memikirkan keadaan mba. Lalu bapak, bapak sekarang memilih untuk tinggal di rumah saudara bersama dengan Satria (adik ipar SD), karena dirumah kakak dengan mba Lia sering bertengkar"

"Mba baik baik saja Sastra, titip salam ke ibuk kalau kamu bertemu mba dan ini ada sedikit bekal untuk kamu dan juga ibuk. Jangan berikan ke siapa siapa ya. Pulang lah jangan nonton balapan lagi bahaya" ujar Aya dan Sastra pun menerimanya.

"Baiklah mba terima kasih. Sastra kangen mba bisa kumpul kayak dulu. Sekarang keluarga Sastra udah hancur karena mba pergi. Ini semua salah bang Deon" ucap Sastra yang mengelap air matanya.

"Hati hati ya" jawab Aya

🩵🩵🩵
Bersambung

Surat dalam Lemari Istriku (END) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang