USTADZAH SANIA AL-MUTHOHAR

2 0 0
                                    


INDAHNYA AKHLAK SAYIDDAH FATIMAH DAN SAYYIDAH KHADIJAH

Rasullullah dalam perjuangan dakwahnya, beliau tidaklah berdiri sendiri, beliau tidak berjuang sendiri, beliau memiliki sosok pendamping, sosok yang selalu menyemangati perjalanan dakwah beliau bukan hanya dari kalangan sahabat namun juga dari kalangan wanita. Yang tak lain dan tak bukan merupakan putri beliau, sang penghulu wanita surga, Sayyidah Fatimah Az - Zahra dan istri beliau, Sayyidah Khadijah binti Khuwailid. Yang mana Sayyidah Fatimah ini meskipun tanpa kemuliaan dari Allah beliau akan tetap mulia, tanpa sebutan Ummu abiha, tanpa status penghulu surga beliau akan tetap mulia. Karena nasabnya yang berasal langsung dari Rasullullah, yang ibundanya merupakan saudagar wanita terkaya dan tercantik di Makkah kala itu, Sayyidah Khadijah dan suaminya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang diberi gelar Karamallahu Wajhah yang berarti 'semoga Allah memuliakannya', dimana beliau tidak pernah melihat auratnya sendiri maupun menyembah berhala disepanjang hidupnya.


Sungguh banyak sekali pengorbanan dan perjuangan Sayyidah untuk mendampingi dakwah Rasullullah. Yang mana pernah suatu kali beliau mendapati Rasullullah pulang dalam keadaaan buruk, wajahnya dipenuhi dengan lumpur, Sayyidah Fatimah menangis karenanya sampai Rasullullah bertanya, "Wahai Fatimah mengapa engkau menangis?" namun Fatimah tak sanggup menjawabnya karena terlalu sedih melihat keadaan ayahnya, Rasullullah dengan tenang pun menjawab, "Wahai Fatimah, sesungguhnya perkara ini akan disempurnakan oleh Allah, maka apa yang perlu engkau khawatirkan ya Fatimah," Begitu sabar beliau mendampingi ayahnya dalam berdakwah, beliau kuat dan tak pernah mengeluh sehingga daripada kesabaran beliau, daripada tingginya luhur Budi pekerti beliau sampai - sampai beliau diberi julukan Ummu Abiha, ibu dari ayahnya. Rasullullah yang sejak kecil telah ditinggal oleh ibundanya begitu mencintai Fatimah karena kasih sayangnya yang seperti ibundanya sendiri, pengorbanan Sayyidah Fatimah begitu besar dalam mendukung Rasullullah dari ia kecil sampai meninggalnya beliau, bahkan saat Bani Hasyim di boikot kala itu tak pernah sedikitpun Sayyidah Fatimah tak ikut andil dalam membantu ayah dan mengurusi ibunya, Sayyidah Khadijah.


Suatu ketika Rasullullah memberikan sebuah teka - teki kepada para sahabatnya selepas melaksanakan shalat berjamaah, beliau bertanya, "Wahai sahabatku tahukah kalian, apa yang terbaik bagi wanita?" Para sahabat saling berpandangan sambil memikirkan jawaban yang tepat atas teka - teki yang diberikan Rasullullah. Tapi tak satu pun mampu menjawab sampai kemudian mereka bubar meninggalkan masjid, menuju rumah masing - masing. Sayyidana Ali bin Abi Thalib termasuk di antara mereka yang ditanyai Rasullullah Shalallahu'alaihi Wassallam, beliau terlihat masih memikirkan akan pertanyaan yang diberikan Rasullullah kala itu sampai begitu tiba di rumah, dia disambut wajah teduh istri tercinta, Fatimah Az - Zahra, yang terlihat bertanya - tanya akan wajah suaminya yang pulang dengan keadaan tak biasa, "Wahai suamiku, apa yang sedang kau pikirkan?" Sayyidina Ali angkat bicara, "Wahai Fatimah, tadi Rasullullah bertanya pada kami, namun tak satu pun orang mampu menjawabnya."


"Wahai suamiku, bolehkah aku mendengar pertanyaan apakah yang diberikan Rasullullah pada kalian?" Kilatan cahaya mata Sayyidah Fatimah terlihat nampak, jelas menyiratkan rasa ingin tahu, "Rasullullah bertanya, apakah yang terbaik bagi wanita?" jawab Sayyidina Ali. Sayiddah Fatimah pun tersenyum kian merekah, beliau dengan senang hati meminta izin kepada suaminya itu untuk berkunjung langsung ke rumah Rasullullah, demi menjawab pertanyaan beliau. Sayyidina Ali pun mengizinkan dan mengantarkan istrinya ke kediaman Rasullullah, mereka menghampiri Rasullullah. Yang mana sayyidah Fatimah langsung menjawab pertanyaan ayahnya tersebut, "Wahai ayah, sesungguhnya yang terbaik bagi seorang wanita adalah ia tidak dipandang lelaki maupun memandang lelaki," mendengar jawaban tersebut alangkah senangnya Rasullullah, "Wahai Fatimah, kau sungguh keturunanku, kau sungguh anakku, Fatimah," dipeluknya Fatimah dengan kelembutan dan diciumi keningnya. Sungguh luar biasa akhlak dan kemuliaan beliau sampai kaum hawa pun hendaknya menjadikan Sayiddah Fatimah sebagai suri tauladan para wanita.


Namun jika kita ingat bagaimana sayyidah Fatimah begitu luar biasa dari segi fisik bahkan akhlaknya sejatinya itu semua tak lepas dari pengajaran ayah terutama Ibunya, Sayyidah Khadijah, belahan jiwa Rasullullah, wanita yang saat meninggalnya saja membuat jiwa Rasullullah begitu terguncang sampai Allah menghibur beliau, membawa Rasullullah ke langit ke tujuh, langit paling tinggi demi menghibur Rasullullah. Cinta Sayyidah begitu tulus kepada Rasullullah yang padahal kala itu beliau merupakan saudagar terkaya, tercantik namun beliau merelakan segalanya hanya untuk mengikuti dan mendukung dakwah Rasullullah, mendukung agama Allah, begitu tulus cinta dan berat pengorbanan. Beliau merupakan wanita yang sederhana dalam akhlaknya, sederhana dalam kekayaannya namun tak sederhana dalam cintanya, tak sederhana dalam perjuangan, dan tak sederhana dalam pengorbanannya. Dan sungguh kesenangan Nabi Muhammad ialah Sayyidah Khadijah.



--QnA--

1. Bagaimana kita di era modern ini meniru akhlak dan cara berpakaian dari kedua sosok yang mulia ini?

Sejatinya sikap yang paling menonjol dari Sayyidah Fatimah ialah sifat malunya, tidak perlu mengenakan cadar dan burqa yang menutupi seluruh badan, namun hendaknya berpakaian sesuai kadar kemaluan yang kita punya, dimana ketika mengenakannya maka semakin bertambahlah rasa malu ( Hayya ) yang kita punya, maka itulah pakaian yang melambangkan sebagaimana pakaian sayyidah Fatimah.

STORY OF SAYYIDAT NISA AL-ALAMIN : SAYYIDAH FATIMAH AZ-ZAHRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang