Aroma khas tanaman anggrek memenuhi indra penciumannya. Ini menyenangkan. Kalaupun ia bisa, ia akan membuat aroma terapi dengan menggunakan varietas tanaman anggrek. Tidak sulit bagi Desna untuk menemukan berbagai macam bunga anggrek, kalau ia bisa menemukannya di pekarangan rumah sendiri.
Lihatlah sekarang, pekarangan seluas sepuluh kali enam meter itu, dikelilingi semak-semak yang tertata rapi di sudutnya, kolam ikan mungil di tengah-tengahnya, lalu di ujung paling belakang ada pohon mangga yang besar. Pohon itu menopang rumah-rumahan kayu mungil berukuran tiga kali empat meter persegi. Tepat di pinggiran kolam, ada banyak macam anggrek tanah yang mengelilinginya, bahkan pada pohon itu juga terdapat banyak bunga anggrek yang menumpang. Di pagar-pagar, bahkan ada yang menjuntai indah dari atas rumah kayu itu. Dan yang lebih indah dari semua itu adalah kebun mungil itu dikembangkan dan dirawat langsung oleh sang maestro, Desnata Cataleya.
Seperti sekarang. Favoritnya adalah setiap pukul empat sore, maka Desna akan menyempatkan diri turun langsung ke 'musim semi'nya. Bagaimana tidak? Kau akan menemukan lebih dari dua belas macam warna ketika kau menginjakkan kaki di atas rumput teki itu. Menyempatkan menyiram bunga dengan selang kecil, memotong daun yang menguning, menyapu dedaunan kering lalu setelah semuanya beres, Desna akan berlari ke kamarnya untuk mandi dan memberi makan ikan-ikan koinya tepat dari atas kolam. Seperti saat ini.
"Anggrek yang indah," puji seseorang yang nyaris membuat Desna melepaskan wadah pakan ikan-ikannya.
"Mamaa! Ngagetin Desna aja!"
Nirina terkekeh. "Habis kamu, daritadi Mama disini nggak sadar-sadar! Mikirin apa sih?"
Desna memutar bola matanya malas. "Liat deh, Mam! Di sebelah sana masih kosong!" tunjuknya pada sepetak tanah di sisi lain pohon mangga. "Desna nggak punya uang buat beli bunga lagi,"
Kode.
Inilah cara terbaik untuk menodong Nirina. Desna tahu betul jika mamanya itu mendukung aktifitasnya, terbukti bukan dengan pemberian nama Cataleya pada dirinya. Tapi jawaban Nirina sungguh diluar dugaan. "Minta sama Papa kamu, Des!"
"Yah, Mama!"
"Kalau kamu lagi nggak dalam masa hukuman sih, Mama mau-mau aja ngasih kamu uang,"
"Jangan ngomongin hukuman sialan lah, Ma!" kesalnya. "Mama ngapain kesini? Tumben,"
"Ah iya kan! Mama sampai lupa! Itu ada teman kamu nyari di bawah,"
"Siapa?"
"Nak Al,"
Deg.
Desna membulatkan matanya lengkap dengan senyuman lebar.
"Inget, nggak boleh pergi ya?" ingat Nirina ketika anak gadisnya beranjak meninggalkannya.
-:) Anggrek Berduri (:-
Desna menghela nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan sebelum akhirnya memutuskan menemui cinta pertamanya, atau mantan atau entahlah. Ada apa orang itu menemuinya? Sebenarnya ada apa dengan otaknya itu? Jika laki-laki itu memang tidak peka, harusnya Desna mengatakannya secara terang-terangan. Namun kelemahannya satu. Desna tidak memiliki nyali. Ia tidak sanggup patah hati, meskipun sudah merasakan patah hati sejak beberapa waktu lalu.
"Kak Al? Ngapain?" sapanya. Mencoba ketus namun tidak bisa, mencoba manis apalagi. Sehingga yang keluar hanyalah ungkapan datar.
"Punya waktu nggak? Temenin gue jalan-jalan yok, langitnya cerah banget lho!" lelaki itu berdiri, tersenyum cerah ketika melihat Desna turun dari lantai atas.
Biasanya, Desna akan langsung melting mendapat senyuman itu, tapi ini kali pertamanya yang ia rasakan hanya datar-datar saja. Dan dadanya sedikit berdenyut sakit.