7

181 32 7
                                    

Desna tenggelam pada pekerjaan rumahnya ketika deru suara mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Ia berlari lalu mengintip dari celah korden dan mendapati Nirina tengah mendorong gerbang. Tak lama berselang, mobil hitam milik ayahnya merambat masuk.

"Cih! Darimana orang itu tahu kalau Mama sama Papa pergi dan pulang malem?" gumamnya.

Desna tidak perlu repot-repot berlari ke bawah, membukakan pintu untuk kedua orang tuanya. Ia masih kesal karena mereka pergi tanpa bilang apa-apa padanya dan malah memberi tahu Reno. Sebenarnya yang keturunan keluarga Perwira itu siapa? Ia menghembuskan nafas berat lalu kembali ke meja belajarnya.

"Des?" panggil Nirina pelan di depan pintu kamarnya. Membuat gadis yang baru sebentar berkutat pada laptopnya itu terlonjak kaget. Cepat sekali.

"Ya, Ma?" Ia membuka pintu lalu berjalan keluar.

"Sudah makan malam? Ini Mama bawain nasi goreng kesukaanmu, makan yok!" ajaknya.

Desna menurut. Ia memang lapar dan malas membuat makanan di dapur. Tidak ada pembantu di rumah yang cukup besar itu, hanya ada Dava yang sering menghabiskan waktu di kantor, Nirina yang bertugas menjaga rumah, beres-beres dan memasak, lalu Desna sendiri yang selalu terbiasa instan. Maklum saja jika gadis itu terlatih menjadi anak manja, sehingga baru mendapat hukuman dari orang tuanya saja ia sudah mengeluh dan protes.

"Gimana tadi jalan-jalannya sama Reno?" tanya Nirina ketika mereka bertiga sudah berkumpul di sekitar meja makan yang cukup lebar itu.

Desna mendengus. Kenapa harus Reno topik makan malam ini. "Darimana Mama tahu?"

"Jadi bener, jalan-jalan?" goda Nirina.

"Nggak! Cuma makan siang doang!"

"Dimana?"

"Nggak tahu, Pa, nggak jelas tempatnya!"

"Jalan-jalannya?"

Lagi. Gadis itu mendengus sebal. "Jalan-jalan apasih?! Orang cuma makan terus pulang!"

"Masa sih? Tadi Reno izin sama Mama buat ngajak jalan-jalan kamu lho,"

"Kok Mama ngizinin?!"

"Daripada kamu nganggur dan kelaparan di rumah? Lagian tadi Mama sama Papa kan pergi, takutnya kamu kenapa-napa jadi Mama izinin,"

"Dan ngebiarin anak gadisnya pergi sama orang asing! Hell no!" Desna meletakkan sendoknya, "Mam! Mama kan nggak kenal siapa Reno jadi jangan asal percaya gitu aja dong sama orang!"

"Reno nggak keliatan jahat kok," komentar Dava.

"Kan cuma luarnya doang, Pa! Siapa tahu dia punya rencana lain? Atau jangan-jangan dia itu penguntit yang sengaja dikirim buat memata-matai Perwira Group!"

Uhuk! Ucapan Desna barusan sungguh membuat Dava kehilangan wibawa di depan putri semata wayangnya. Pria itu tersedak.

"Jangan su'udzon gitu, Des!"

"Papa nggak pernah kepikiran sampai sejauh itu," gumam pria usia tiga puluh lima tahun itu.

Desna dan Nirina serempak menoleh, memperhatikan pria berkaca mata putih itu dengan saksama. Desna bisa menangkap sorot pembelaan dari papanya.

"Tapi Reno itu mahasiswa terpelajar, Pa, mana mungkin jadi mata-mata? Buat apa coba?" bela Nirina.

"Mahasiswa terpelajar? Darimana Mama tahu coba? Dia bilang? Bah! Bisa aja boong kan!" Desna tetap mempertahankan asumsinya. Kali ini ia tidak sendiri, Dava--mungkin--memihaknya.

"Mama sempat lihat almamater UI dan nametag Reino Jonathan dalam jas yang digunakannya ketika dia mengantarmu ke rumah sakit waktu itu, masa kamu nggak liat, Des?"

Anggrek Berduri ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang