Pelatih Joo tertawa setelah mendengar permintaan klise gadis tahun pertama di depannya ini. Ia merasa, gadis tersebut begitu angkuh dengan satu keberuntungan yang ia miliki. "Kamu serius? Saya harap, kamu tidak akan menyesal. Mengingat, Troy adalah tim inti dan berada di posisi power forward," katanya yang seolah-olah menerima tantangan.
Zoe menatap Pelatih Joo dengan tatapan tak gentar dengan satu sudut bibir terangkat. "Itu berarti, Pelatih Joo menerima duel yang saya tawarkan. Saya serius dengan perkataan saya."
"Kamu bisa menarik tantangan yang kamu katakan, junior. Aku sungguh merasakan kekalahanmu-"
"Lebih baik buktikan di lapangan ini. Siapa yang menang dan kalah, aku siap mempertaruhkan semuanya," kata Zoe yang membuat lapangan menjadi ricuh--membentuk pola dukungan karena dasarnya, ada juga yang memihak pada Zoe yang sudah dilahap akan ambisi untuk menang.
Zoe hanya ingin membuat beberapa orang sadar atas apa yang keluar dari bibirnya. Zoe benci dengan patriarki yang ternyata masih merajalela di tempat kelahirannya. Menurut Zoe, ia harus melakukan sesuatu, walau sebenarnya tampak abu-abu dan terdapat ketakutan di dalam dirinya.
Alhasil, satu lapangan digunakan untuk Troy dan Zoe berduel. Pertandingan peregu yang sempat diagendakan, sementara waktu harus diundur. Pelatih Joo dalam hal ini bertugas sebagai wasit yang sudah menebak akhir dari duel yang terjadi. Jelas, Pelatih Joo memihak Troy, jadi ia tidak mempermasalahkan apapun.
Sebelumnya, mereka akan melakukan jump ball. Dalam hal ini Troy dan Zoe berada di antara Pelatih Joo untuk merebut bola yang dilambungkan. Dengan tinggi Troy yang berada di angka 185 cm seakan melahap Zoe yang tingginya berada di 160 cm. Troy berhasil merebut bola. Dengan keadaan yang sangat memungkinkan, Troy men-dribble bola beberapa saat dengan Zoe menyusul--mengimbangi langkah panjang itu. Akan tetapi, Troy langsung melompat sejauh dan setinggi mungkin, kemudian langsung menembakkan bola ke dalam ring.
Troy mendapatkan poin pertama. Dalam duel, yang berhasil mencetak poin sebanyak lima kali bola masuk adalah pemenangnya. Kali ini, Troy hanya memerlukan empat poin--menurutnya sangat mudah. Ia pun tersenyum miring pada Zoe yang memberikan tatapan kosong--tidak bermakna apapun. Troy mencoba tidak peduli dan kembali bermain seperti biasa.
Akan tetapi, Troy merasa semuanya begitu mudah. Gadis di depannya tampak begitu tenang ketika Troy merebut bola dan kembali mencetak poin dengan melakukan lay-up. Kali ini, poin ketiga. Bukan'kah semuanya tampak mudah?
Troy mendekat ke arah Zoe sebelum melanjutkan duel mereka. "Kamu sudah mengaku kalah, ya? Bermain beberapa saat malah membuatku bosan. Tidak ada perlawanan yang begitu tangguh saat kamu mengajak duel. Sangat disayangkan."
Zoe lantas mengangkat kepala, mengamati Troy tanpa senyum sama sekali. Alhasil, membuat beberapa orang tidak bisa menebak isi kepalanya. "Bukan kalah, senior. Permainan ini bahkan baru di mulai."
Tentu saja, Troy menaikkan sebelah alis. "Kamu bercanda?" Akan tetapi, Zoe tidak memberikan balasan lebih selain tersenyum miring. Ia sontak membuka jas yang masih ia kenakan, menaruhnya di pinggir lapangan bersama ransel yang terlebih dahulu ada di sana. Perlahan, Zoe mengambil ikat rambut dari dalam saku untuk mengikat rambut panjangnya, lantas ia mendekat--memulai duel.
Troy tersenyum remeh. Bola kembali ada di tangannya. Ketika wasit meniupkan sempritan, Troy langsung men-dribble bola, berlari dengan santai karena ia merasa akan kembali mencetak poin. Akan tetapi, ia tidak menyadari akan kehadiran Zoe secara tiba-tiba. Bahkan, langsung mendorong bola dari pantulan yang dilakukan Troy. Sekali di pukul, bola itu lantas terlepas dari Troy dan dengan mudah Zoe mengambil alih.
Seakan belum membuat Troy membeku, Zoe langsung memutar ke arah ring dan sedikit melompat di area three-point line. Semua orang tertegun melihat aksi kilat yang dilakukan oleh Zoe yang mencoba untuk kembali menembakan tiga poin yang begitu sulit untuk dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Captain!
Teen FictionZoe memiliki minat besar terhadap basket, terbukti dengan dedikasinya sebagai kapten di Hakley Boarding School. Akan tetapi, Zoe tidak pernah membayangkan setelah memilih Universe High School untuk melanjutkan studi, ternyata tingkat patriarki begit...