Bagian I : Memories in Ily City

186 22 5
                                    

Gadis kecil berambut panjang dengan warna cokelat gelap itu mengamati cukup lekat sebuah bangunan minimalis. Matanya tak berkedip seraya kedua tangan yang memegang cukup erat ujung ranselnya. Sebuah tempat yang membuatnya termenung—seketika satu persatu momen di masa lalu kembali tercipta dibenaknya.

Masa lalu dari orang-orang yang ia sayangi seumur hidup, tetapi Tuhan terlebih dahulu mengambilnya. Gadis itu, tersenyum samar ketika kembali mengingatnya. Senyum bahagia bersama kedua orangtua.

"Zoe, apa yang kamu lakukan di sana, Nak? Ayo masuk," kata seseorang wanita tua berambut putih yang dililit membentuk sanggul, membuat gadis bernama lengkap Zoe Hartigan tersentak. Tatapan yang semula penuh harap pada bangunan beribu momen indah, menoleh pada wanita tua yang mengambil peran sebagai neneknya yang bernama Nenek Linda.

Zoe sontak mengangguk, tanpa senyum kemudian menarik langkah untuk mendekat—memasuki rumah yang telah ia tinggalkan selama tiga tahun karena harus menjalani pendidikan asrama sekolah menengah pertama di Hakley Boarding School yang berpusat di Amerika. Efek terguncang setelah mengalami masa-masa yang kelam, membuat Zoe selalu mengulur waktu untuk pulang, hingga ia baru menginjakkan kaki di Kota Ily—kota kelahirannya ketika ia sudah lulus dari sekolah tersebut.

"Apa kamu baik-baik saja, Nak? Kalau ada masalah—“

Zoe menggelengkan kepala. "Aku hanya sedikit kelelahan, Nek. Mungkin setelah melakukan perjalanan jauh. Beristirahat, semuanya akan baik-baik saja," kata Zoe yang mencoba untuk tersenyum hingga memperlihatkan lesung pipitnya yang tampak menawan.

Nenek Linda membeku mengamati setiap pergerakan dan perkataan cucu semata wayangnya yang perlahan melangkah, menjauh dari dirinya. Akan tetapi, Nenek Linda bisa melihat Zoe berhenti di ruang tengah. Ia mengamati figura yang tampak begitu besar, berisi potret keluarga bahagia.

Mendadak, Nenek Linda merasa prihatin dengan sang cucu yang harus merasakan luka ditinggal selamanya oleh kedua orangtua. Fakta yang begitu menyakitkan. Nenek Linda harus melihat cucunya mencoba kuat menghadapi semua luka yang menghantam.

"Zoya, lihatlah putrimu, dia begitu mirip denganmu," katanya dengan lirih. Terlebih, Zoe kembali melanjutkan langkah dan menaiki tangga untuk menuju kamar miliknya yang berada tepat di samping kamar kedua orangtuanya.

Zoe lantas menghela napas tatkala melewati ruangan tersebut, ia melanjutkan langkah hingga tiba di kamarnya sendiri yang memiliki nuansa biru pastel dengan beberapa furnitur khas anak perempuan, tidak lupa beberapa penghargaan berupa medali dan piala yang tersusun rapi di dalam lemari. Penghargaan atas pencapaiannya di dunia basket.

Zoe lantas menjatuhkan tubuhnya di atas kasur karena merasa lelah, kemungkinan ia akan terpejam tidak lama lagi. Hal itu sembari ia mengamati langit-langit kamarnya dengan pikiran berkelana—satu persatu terbentuk setibanya di Kota Ily.

"Ya, Zoe, kamu memiliki banyak hal yang akan kamu lakukan!"

***

Ia sudah menduga akan terpejam. Akan tetapi, Zoe tidak menyangka hingga matahari benar-benar terbenam. Setidaknya, ketika sang nenek mengetuk pintu kamar, menjadi sebuah alarm yang menyadarkan Zoe dari alam bawah sadar untuk bersiap-siap karena waktu makan malam sudah tiba.

Alhasil, Zoe bergegas membersihkan diri hingga dirinya mengenakan piyama—seolah-olah akan kembali tertidur, padahal ia ingin mengisi perut. Di rumah ini, ada dirinya, Nenek dan seorang asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama—bahkan ialah yang membantu dan menemani Nenek ketika Zoe menjalani asrama.

"Bagaimana istirahatmu, Zoe? Apa kamu sudah baikan?" tanya Nenek Linda sebagai bentuk sapaan ketika melihatnya sang cucu datang mendekat.

Zoe tersenyum tipis. "Ya, seperti yang nenek lihat. Aku bahkan hampir melewatkan makan malam." Seraya Zoe mengambil tempat di samping nenek. Ia bisa melihat beberapa makanan yang sudah dihidangkan di atas meja. Perlahan, mata Zoe menyipit. "Sebanyak ini?"

Hello, Captain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang