Bagian XVI : Promise

14 5 0
                                    

Zoe menarik langkah dengan cepat seraya mengedarkan pandangan sebab ia tengah mencari seseorang. Pikirannya sudah berkecamuk, rasanya ingin berteriak memanggil, tetapi tertahan terlebih dahulu. Ia dibuat pening melihat sekitar yang ramai akan pengunjung. Sial, kamu di mana Bella?!

"Lain kali kita bisa bermain secara tim. Untuk sementara waktu, kita rival. Jadi, bersikaplah sebagai rival jika sedang berhadapan denganku."

"Tentu saja, Kapten Zoe! Kupastikan akan menang jika menghadapimu nanti."

"Coba saja! Aku tidak akan membiarkanmu menang."

Namun, langkah Zoe langsung terhenti melihat jaket olahraga Akademi Aschra. Zoe buru-buru mendekat, bahkan menahan langkah mereka yang sedang menunduk menahan kesedihan, tetapi Zoe tidak menemukan keberadaan Bella. Mata Zoe sontak berkaca. "Di mana Bella? Bukan'kah dia seharusnya bersama kalian?" tanya Zoe dengan lemas, tetapi mereka hanya menunduk. Zoe dibuat cemas.

"Tolong—"

"Bella sedang ada di ambulans. Ia mengalami cedera yang ditimbulkan dengan sengaja oleh Institute Le Rusel. Pertandingan tadi, aku tidak bisa banyak berkomentar," kata salah seorang di antara mereka, tetapi gadis itu kembali terpaku saat melihat nama sekolah di dada Zoe. "Kudengar, sekolah kalian lolos! Selamat, ya! Bella sempat bercerita jika ada temannya di Universe High School. Kemungkinan kita akan menjadi rival, tetapi alur yang dirancang ternyata begitu menyakitkan."

Lalu, gadis sebelahnya mengangguk. Ia menatap Zoe dengan lekat. "Kalian harus berhati-hati dengan Institute Le Rusel. Mereka licik dan akan melakukan berbagai hal untuk menang, termasuk mencederai lawan tetapi wasit tak melihat!" Zoe kembali terpaku. Detik itu juga, ia langsung berlari menuju tempat yang seharusnya ia datangi.

Zoe tidak memedulikan sekitar, karena pikirannya sudah mengarah pada sosok Bella yang ia tak tahu kondisinya sekarang setelah mendengar sekilas tentang Institute Le Rusel. Ia berlari, menuruni anak tangga hingga berhenti di mobil ambulan yang berjejer. Zoe melebarkan pupil, hingga ia melihat seorang gadis yang terduduk dengan kaki sebelah kanan dibalut perban. Zoe terpaku, karena ini kali pertamanya ia melihat Bella menangis histeris.

Dengan ragu, Zoe mendekat, tetapi langsung menghentikan langkah saat melihat kepala Bella yang terangkat. Isak tangisnya menghiasi wajah dan menggema—tampak begitu pilih. "Zoe, aku kalah dan aku tidak bisa lagi bermain basket!" katanya di tengah isak tangis.

"Bella." Zoe langsung merengkuh tubuh Bella untuk masuk ke dalam pelukannya, berusaha menenangkan sang teman dekat yang mentalnya sudah dibabat habis. Zoe merasa seperti sedang bermimpi, tetapi keadaan menjawab jika apa yang rasakan saat ini bukanlah mimpi. "Tidak, Bella. Kamu tidak kalah, kamu juga akan tetap bermain basket—"

"Zoe, kata dokter, untuk beberapa saat, aku tidak boleh melakukan aktivitas berat. Aku, aku tidak boleh bermain basket. Aku tidak bisa dan tidak mau lagi bermain basket!" kata Bella yang beriringan melepaskan pelukan yang terjadi di antara mereka.

Zoe dibuat tertegun. Ia tidak menyangka dengan respon Bella. "Aku tahu saat ini kamu tidak baik-baik saja, Bella. Akan—"

"Kamu tidak akan mengerti, Zoe! Kamu menang dan aku kalah. Sialnya, karena basket sendirilah aku tidak akan bisa bermain lagi." Bella memangkas perkataan Zoe dengan sorot mata benci—begitu tiba-tiba.

"Bella, aku tidak bermaksud—"

"Tinggalkan aku sendiri! Aku, aku tidak ingin melihat atau berbicara denganmu!" Bella kembali memangkas perkataan Zoe, bahkan Bella meminta bantuan pada temannya untuk membawanya pergi dari pandangan Zoe—ke mana pun itu. Zoe hanya bisa melihat Bella yang menjauh dengan dua tongkat kruk yang sudah ia miliki. Jalannya begitu pelan dan tertatih, bersamaan dengan Zoe melihat pelatih Bella yang datang membantu. Kegiatan itu, Zoe hanya bisa mengamati tanpa berkata atau melakukan sesuatu untuk menghentikan Bella.

Hello, Captain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang