Akhir pekan, enam gadis tersebut memilih menggunakan waktu mereka untuk latihan. Mengingat, hari-hari yang terus berlalu, terkesan tidak lama lagi kejuaraan itu akan datang. Tidak mungkin mengandalkan tiga kali dalam seminggu untuk latihan seperti jadwal, mereka memilih untuk terus latihan. Sementara seperti itu dan akan melakukan analisa setiap saat.
Tempat yang mereka gunakan latihan juga adalah lapangan basket di rumah Zoe yang nyaris mirip lapangan basket seperti biasa dalam bentuk outdoor. Hal itu karena kesulitan untuk menggunakan lapangan basket yang mulai ramai akan pengunjung. Mungkin efek kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Alinea—itu bisa saja terjadi.
Selama beberapa hari ini, mereka fokus melatih otot dan daya tahan tubuh dengan beberapa olahraga fisik. Bahkan, puncaknya saat kemarin. Ishana dengan mobil milik ayahnya, menjadi supir dadakan dan mengantar semua orang ke Pantai Mandala. Awalnya, mereka kira akan dilakukan liburan sebagai bentuk menetralkan diri dan pikiran. Namun nyatanya, Ishana membalikkan pikiran semua orang kala mereka berlarian hampir seharian disepanjang bibir pantai—tanpa menggunakan sepatu atau alas kaki apapun. Mereka bahkan hanya berisitrihat beberapa saat dan kembali melanjutkannya. Tidak lupa, saat Ishana langsung memberikan perintah untuk mereka melakukan shooting di sekitar area pantai secara kelompok.
Sungguh, saat-saat kemarin membuat mereka nyaris tidak bisa berjalan. Semua tubuh remuk seperti dimasukkan ke dalam mesin penggiling. Deppna bahkan awalnya hanya ingin tertidur dengan pasir putih pantai sebagai alas hingga matahari terbit. Hanya saja, kondisi yang tiba-tiba hujan membuatnya menyeret diri untuk meninggalakn pantai.
Hanya saja, hari ini Deppna sangat semangat setelah Ishana berkata mereka akan bermain. Deppna merasa akan melakukannya banyak shooting. "Kak Ishana, ayolah, kapan kita mulai? Aku sungguh ingin main." Deppna berujar seraya menggiring bola dan dengan gerakan anggun, ia melompat—melakukan lay-up. Bola yang semula ada di tangannya benar-benar masuk.
Ishana yang tengah berbicara dengan Zoe mengenai kesepatan latihan pertama dalam bentuk permainan, lekas menoleh dengan senyum tipis. Terlebih dahulu, memperbaiki kacamatanya yang terasa tidak nyaman bertengger. "Tahan sebentar. Lakukan'lah pemanasan terlebih dahulu. Aku sedang menunggu seseorang."
Alhasil, Gaye yang ada di sekitar Deppna, berdiri juga bersama dengan Avanti dan Elakshi menaikkan sebelah alis. "Daritadi kita menunggu seseorang, ya. Memangnya siapa?"
Ishana memilih untuk tidak menjawab. Begitupun dengan Zoe, hingga suara bel yang bersumber dari pagar rumah terdengar. Buru-buru ia meninggalkan tempat, berpamitan untuk melihat siapa yang bertamu kala Nenek dan Bibi Han tidak ada di rumah. Mereka sedang berkunjung ke rumah salah satu kerabat. Alhasil, hanya ia dan kelima temannya di rumah.
Zeo pun sudah tahu siapa yang menjadi sosok tamunya. Sudah bisa ia tebak setelah Ishana mengutarakan keinginannya menjadikan Yuuki sebagai wasit atau pengamat dalam permainan mereka kala Ishana tidak bisa terlalu mengamati sebab ia juga ikut serta dalam latihan—walau ia bermain akhir atau dalam keadaan darurat saja—layaknya peran seorang pemain cadangan.
Ya, Zoe tidak masalah. Terdengar tidak buruk. Lagipula, balik lagi, Yuuki selalu membantunya dibeberapa kesempatan dan memang dapat diandalkan. Kali ini, lelaki penuh keajaiban itu melakukannya, bahkan tanpa pamrih sama sekali.
"Selamat pagi, Senior. Terima kasih karena sudah datang berkunjung! Ayo, masuk! Semua orang ada di halaman belakang," kata Zoe setelah membuka pintu pagar, menampakkan eksistensi seorang lelaki tinggi nan tampan seperti biasa yang berbalut sweater hitam putih dan traning berwarna krem. Untuk beberapa detik, Zoe dibuat takjub—tak bisa berkata-kata hingga ia memalingkan wajah karena tidak bisa menatap mata Yuuki begitu lama.
Yuuki hanya tersenyum sangat tipis, dibarengi dengan anggukan. "Selamat pagi, Zoe. Senang bisa ikut serta. Aku sebenarnya tidak menyangka akan disuruh ke sini oleh Ishana," kata Yuuki dengan tenang. Saat ini, mereka berjalan beriringan. Selama itu, Zoe merasakan jantungnya yang berdetak tak karuan—seperti ingin meledak, padahal tidak ada yang mereka lakukan atau bicarakan hingga tiba di lapangan basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Captain!
Fiksi RemajaZoe memiliki minat besar terhadap basket, terbukti dengan dedikasinya sebagai kapten di Hakley Boarding School. Akan tetapi, Zoe tidak pernah membayangkan setelah memilih Universe High School untuk melanjutkan studi, ternyata tingkat patriarki begit...