13 - His priority

1.4K 90 14
                                    

JARUM JAM hampir menunjukan pukul delapan malam, selama itu pula kegiatan Allera hanya muntah-muntah. Wajahnya sudah pucat pasi, tubuhnya luruh karena lemas.

"Kak... Lera gak kuat lagi," Ujar gadis itu pada Langgam yang tengah menyandarkan tubuhnya di ambang pintu masuk kamar mandi.

"Lemes banget?" Tanya Langgam dengan wajah datarnya.

Allera mengangguk.

"Mau digugurin aja gak? Biar lo gak susah. Atau mau gua bunuh aja?" Tanya Langgam lebih berani. Meski, di luar sana Langgam terlihat berwibawa dan penuh karismatik, berbanding terbalik jika sudah berhadapan dengan Allera. Langgam merasa, Allera penghancur hidupnya.  Allera hanya pembawa sial yang selalu merepotkan dirinya. Maka, tak heran ia berani berbicara lantang pada gadis itu, karena Allera dan calon anaknya itu hanya pembawa sial.

"Lo gila kak." Ujar Allera, ia enggan sekali menatap wajah sialan Langgam.

Langgam ikut berjongkok dihadapan Allera, kemudian tanpa aba-aba, pria itu mengangat tubuh Allera ala bridal style. Hal itu membuat Allera yang masih terkulai lemas, seketika melotot saat tubuhnya mendadak di angkat.

"Mau ngapain? Turunin gue, kak." Ujar Allera, ia tidak sempat berteriak atau bahkan menggunakan nada tinggi, tubuhnya terlalu lemas, matanya terlalu sakit untuk tetap terbuka. Tidak ada tenaga lagi untuk berbicara banyak pada Langgam.

"Kita ke rumah sakit." Final pemuda itu. Ia membawa Allera ke luar dari kamar.

Tante Emma yang tengah menonton televisi terkejut mendapati keberadaan Allera dalam gendongan Langgam, "Loh? Kenapa, Gam? Lera kenapa?" Tanya tante Emma terkejut. "Nak, kenapa? Sakit sayang?" Tanya Tante Emma lembut, tangannya bergerak mengelus surai Allera.

"Iya tan." Jawab Allera lemas, ia hanya membuka mata sebentar kemudian kembali menutup matanya. Tubuhnya terlalu lemas bahkan untuk sekedar membuka mata sedikit pun.

Langgam segera melangkahkan kakinya ke luar dari rumah, ia segera membawa Allera ke dalam mobil yang sudah terparkir di halaman rumah.

***

"Rasa mual ibu hamil pada trimester pertama itu wajar, kok. Rajin minim vitamin sama susu ibu hamilnya aja ya." Ujar dokter kembali memberi penjelasan. Sedari tadi dokter itu tidak henti memberinya pengertian perihal bahaya melahirkan pada wanita berusia 16-20 tahun, kemudian ia juga mengatakan penanganan yang baik pada ibu muda.

"Baik kalau gitu, saya permisi dulu dok." Ujar Allera yang langsung diberi anggukan serta senyuman singiat dari dokter itu.

"Hati-hati ya, dijaga pola makan sama kegiatannya jangan terlalu berat. Sehat selalu ibu," Ujarnya.

Langgam dan Allera segera ke luar dari ruangan. Hal itu terus diperhatikan oleh dokter. Ia rasa, Allera terlalu dini untuk jadi seorang ibu. Usianya bahkan belum genap tujuh belas tahun. Namun, naasnya gadis itu sudah mengandung.

Belum lagi, melihat Langgam yang hanya terdiam dengan tatapan tajamnya membuat dokter itu semakin iba pada Allera.

Langgam dan Allera berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Suasana di sana cukup sepi, sepertinya hanya ada mereka berdua saja di lorong itu.

Keduanya masuk ke dalam mobil, kemudian Langgam menyuruh supirnya untuk segera melajukan mobilnya menuju salah satu tempat makan. Kedaan di mobil hening, tidak ada obrolan diantara mereka berdua. Allera sibuk dengan pikirannya sendiri, dan Langgam yang sibuk pada ponselnya.

LANGGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang