24

418 25 2
                                    

Pukul dua dini hari. Jafri terbangun tiba-tiba karna mendengar suara alarm yang berbunyi nyaring dari handphone Rama. Jafri mengucek mata. Ada mungkin sudah dua kali alarm itu berbunyi dan mengagetkannya. Tadi di tengah malam. Lalu sekarang, dan Jafri heran. Untuk apa Rama menyetel alarm berulang dengan jam yang berdekatan begitu. Toh orangnya tidur kayak babi. Disumpel sama setan kayaknya itu telinga. Makanya gak ada respon sama sekali dengan suara melengking nada dering alarm nya sendiri.

Jafri menghela napas. Lalu memanjangkan tangan meraih ponsel yang terus mengeluarkan bunyi berisik itu. Mematikannya. Sebelum itu menjadi penyebab terganggunya tidur para betina di luar sana. Jafri aja gak tau dari kapan itu alarm bunyi.

Mungkin Rama menyetel alarm itu supaya bisa melaksanakan salat sunat tahajud di malam hari. Tapi sayangnya gak mempan dengan cara itu untuk membangunkannya.

Jafri perlahan bangkit. Mengucek kedua matanya. Lalu perlahan memperjelas pandangannya yang tadi memburam. Tujuannya adalah kamar mandi. Setelah mengambil air wudhu, Jafri membentangkan sajadah merah. Lalu memulai salat yang jarang bisa ia lakukan.

Jafri gak pernah ngelarang Rama untuk memasang alarm. Karena Jafri tahu, bukan Rama yang akan bangun melainkan dirinya. Jadi kesempatan lah untuk dia, gak perlu repot nyetel alarm sendiri. Ada handphone si Om yang siap membantunya mengumpulkan nyawa yang sebelumnya bepergian entah kemana.

--

Lisa, Senah, Ghina, dan ciwi kelompok tetangga sudah pada bangun pagi ini. Jam 04.30. Masih pagi banget. Tapi mata mereka yang merah terpaksa melek karena mendengar suara bising alarm dari arah dapur. Tepatnya kamar cowok.

"Gue kira ada apaan, denger suara nyaring banget. Eh, ternyata alarm, bjir. Alarm siapa si!? Ganggu orang lagi mimpiin cogan aja."

"Asli, Sa, gue kebangun udah ada 4 kali malam ini. Semua gara-gara bunyi itu tuh. Alarm-nya si Om." Senah menimpali dengan raut kesal ketara.

"Rama! Kalau nyetel alarm tuh lo nya sendiri harus bangun dong." Itu Diyah yang protes.

"Lo nyetel buat apaan sih?" Tanya Freya, juga risih dengan kebiasaan Rama yang akhir-akhir ini suka memasang alarm dengan nada dering super rame begitu.

Ditodong tatapan dan delikan maut para betina di ruang tamu. Rama menelan salivanya. Padahal tadi sudah siap dia mau nyelonong ke mesjid. Salat subuh.

"Ya, gue sengaja masang. Ya, masang aja."

"Harusnya gak usah maksain pakai alarm kalau lo sendiri gak bisa bangun. Gada yang matiin alarm lo kalau lo gak bangun." Freya kembali mengomel.

Riza terkekeh. Melihat keributan mereka. Apalagi lawan Rama itu ciwi-ciwi yang masih mengenakan baju tidur lengan panjang lengkap dengan selimut yang menutupi tubuh mereka. Tapi meski mager-mageran di lantai ruang tamu. Mereka masih sanggup diajak debat pagi buta.

"Ya, maap. Gue gak tau kalau begitu ujungnya."

"Yeuu elu mahh,"

Riza makin tergelak. Betina pada kompak protes sama si Om.

"Capek banget gue, ya Allah. Qof! Bilangin tuh kurcaci lo."

Maya menunjuk Kafina yang ada di sebelahnya. Gadis itu berbaring lagi dengan memeluk bantal berbulu miliknya.

"Kok jadi gue?"

"Dia cuma manut apa kata ayank nya." Novi memperjelas.

Kafina mengedikan bahu. Acuh. Rama sampai mati kutu tadi melihat tatapan cewek pujaannya. Mungkin mau protes juga, tapi Kafina lebih suka diam. Tak suka ribut.

"Emang Riza nggak ngebangunin apa?"

"Boro-boro.." kata Rama sembari menatap Riza.

Riza menggeleng. Menghentikan tawa sejenak.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang