43

462 29 4
                                    

Kalau boleh memilih, Hani lebih memilih Jafri yang baik-baik saja di tempat KKNnya. Ketimbang melihat tubuh putranya sekurus sekarang. Ini jauh dari bayangannya. Cedera tulang punggung memang memiliki dampak signifikan terlihat semakin kehilangan berat badan.

Sudah lewat dua minggu semenjak menjalani operasi besar pada fraktur spinal injury. Jafri mengalami perubahan drastis. Tanpa mereka ketahui, kabar yang benar-benar dicari oleh Riza dan teman-temannya. Mengalami cedera parah pada tulang punggung yang memerlukan penanganan serius. Hal yang banyak mengubah kehidupan putra bungsu Hani hingga hari ini.

Penanganan putranya telah dipindahkan pada rumah sakit yang lebih baik sehari setelah kecelakaan terjadi. Hari pertama pemeriksaan, hasil yang diperoleh dari tindakan x-ray tidaklah bagus. Terdapat banyak kekeliruan yang menjadi fokus utama dokter ahli ortopedi. Jafri mengeluh tak bisa bernapas. Tidak bisa menelan. Dan yang terakhir, beberapa hari setelah operasi anaknya sadar tidak bisa merasakan kaki dan kekakuan pada tangan kirinya.

"Katanya sayang sama Bunda. Bunda cuma minta satu. Eja kan anak Bunda yang nurut. Buka mata ya sayang. Bunda nggak suka Eja tidur terus."

Saat mendengar lirih suara istrinya. Yuda hanya bisa menahan sesak di dada. Jatuh bangun mereka sebagai orangtua melindungi putra bungsu yang rentan sejak kecil. Lalu dengan kejadian yang menimpa putra mereka ini. Makin memukul mundur setiap harapan yang sudah dibangun oleh putra mereka sendiri.

"Jafrinya nanti bangun kan, yah?"

Yuda tak membalas. Dengan tatapan sendu mengusap bahu istrinya yang terlihat sangat lemah menghadapi keadaan putra mereka. Sudah kali ke berapa pertanyaan itu hadir sejak beberapa minggu belakangan pasca Jafri menjalani operasi SCI.

Trauma akibat benturan keras di punggung dampak dari kecelakaan itu terasa begitu nyata menghancurkan kebahagiaan keluarganya. Saat mendapat kabar kecelakaan putra mereka, Yuda dan Hani sangat syok.

"Eja kapan bangunnya? Katanya mau baca surat dari adik di KKN."

Surat yang ditulis tangan pada secarik kertas tersebut telah teronggok di atas nakas samping ranjang selama dua minggu ini. Hani menatap iba pada benda-benda milik putranya yang telah dikembalikan kepadanya. Surat itu belum sempat disentuh oleh putranya.

"Tadi ada temen kamu dateng, jengukin anak Bunda. Riza tadi ke sini loh, Bunda bilangin aja kamu belum bangun. Belum mau ketemu siapa-siapa ya?"

Hani mengusap sudut mata yang berlinang. Hidung wanita itu memerah lantaran menangisi keadaan bungsunya. Selalu terbayang-bayang wajah putranya seminggu sebelum kabar kejadian ini datang bagai petir di siang bolong.

"Bun,"

Lama keheningan yang membelenggu keduanya di dapur. Jafri memanggil dengan suara pelan. Hani berdehem sejenak. Melupakan tujuan awalnya menjelajah setiap sudut posko ini. Rumah yang sederhana ditinggali oleh putranya yang melaksanakan tugas KKN.

"Kok natapnya gitu banget?"

"Gitu gimana maksud kamu?"

"Itu kayak gitu tuh."

Hani terdiam. Memindai setiap sudut air muka Jafri.

"Eja kurusan, ya. Sekarang."

Sekian detik terdiam. Jafri meraba-raba badannya.

"Masa sih? Keliatan banget, ya?"

Hani mengangguk dengan senyum tipis.

"Nanti kalau udah pulang bunda masak banyak makanan kesukaan kamu."

Nyatanya belum sempat hal itu terwujud. Putranya malah pulang dalam keadaan seperti sekarang. Sebagai Ibu, Hani tentu tidak pernah mau menyaksikan putranya kembali kesakitan.

"Ini ada kado dari Hagi loh, katanya buat kamu. Bunda penasaran apa isinya. Makanya bangun dulu yuk, biar Bunda liat kamu yang buka sendiri."

Hani terus membisikkan kalimat-kalimat lembut di telinga putranya. Jafri tertidur dengan alat bantu pernapasan lantaran cedera yang dialaminya membuat mallfungsi pada sebagian saraf motorik dan sensorik. Putranya tidak bisa bernapas sendiri. Perlu dibantu dengan alat aneh itu. Hani terus meratap dalam hati.

--

Berita kecelakaannya telah sampai ke telinga pihak universitas. Mereka menggalang dana bantuan yang dicairkan dari sumbangan bela sungkawa setiap mahasiswa yang dengan sukarela menyisihkan sebagian harta untuk beramal saleh dengan bantuan dana dan do'a yang tidak terputus untuk sosok yang terbaring lemah di PICU.

Di jurusan fakultas Jafri sendiri setiap ada orang sakit pasti selalu dicari relawan siapa yang mau mengkhatamkan membaca al-Qur'an perorang satu juz hingga khatam 30 juz.

Tak ada yang tahu pasti bagaimana kondisinya. Bahkan Riza, Hagi, dan beberapa teman yang sempat mengunjungi Jafri di rumah sakit. Mereka tidak diberitahukan bagaimana lebih jelas apa saja yang dialami oleh sosok pemuda itu.

Begitu mereka datang membesuk. Mereka hanya disambut oleh pemuda yang dicari sedang tertidur dengan tubuh dililit oleh beberapa kabel yang tidak diketahui untuk apa saja. Satu tanya yang muncul di benak masingmasing mereka, separah apa?

Namun, tak ada yang berani bertanya. Takut akan mengubah suasana hati kedua orangtua Jafri saat itu.

Hagi kebetulan juga ada keperluan menemani Ratih di kota. Mereka sempat menjenguk Jafri dan menyampaikan permohonan maaf yang Hani tolak dengan tegas. Bahwa semua ini adalah takdir. Kecelakaan putranya juga bukan kecelakaan disengaja. Kecelakaan tunggal yang terjadi adalah kemalangan yang diterima oleh pihak keluarga.

Di lain tempat, malam ketika hari kepulangan KKN telah lama berlalu. Riza tak kaget melihat penampakan Hagi di kampus mereka. Memang pemuda itu ikut dengannya mengantar beberapa hadiah kenang-kenangan yang baru saja terpikir untuk membuatnya. Semua sudah diserahkan pada masing-masing anggota KKN.

"Gi, lo mau sampai kapan di sini?"

Hagi menoleh pada Riza, "Mungkin abis isya ini atau mungkin besok. Kayaknya Mama pulangnya besok.."

Hagi juga nggak bisa main minggat dan ninggalin emaknya di sini yang perlu bantuan mengurus tugas-tugas nya. Ratih bermalam di hotel untuk menuntaskan pekerjaan.

"Kado udah gue kasih ke Bunda Hani. Apa Jafri bakal seneng ya."

"Jelas dong. Jafri pasti seneng banget. Kan kadonya murni dari ide mama lo." Rama merangkul pundak Hagi yang menunduk.

"Diliatin kondisi Jafri waktu itu masih rentan katanya. Gue jadi nyesel nolak tawaran riswan ikut tempur hari itu." Izza sambil menggeleng.

"Harusnya sekarang kita bisa bikin konten bareng buka kado sama-sama di depan fakultas ekonomi titik kumpul kita waktu mau berangkat KKN dulu."

Semua refleks merenung setelah mendengar celetukan Ghina. Mereka jadi teringat saat hari itu. Dimana mereka kejar-kejaran dengan waktu untuk mencapai bis yang disediakan oleh kampus. Terparkir di lokasi fakultas lain yang sama sekali bukan jurusan dan bidang mereka. Sebagai mahasiswa yang nolep, rata-rata sempat tidak tahu dimana letak titik kumpulnya.

"Tinggal laporan kita yang belum dikerjain."

"Gampang nanti Ghin, gue bisa kerjain double sama punya Jafri." Riza langsung bangkit.

" Riza langsung bangkit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang