58

446 42 4
                                    

Berulang kali Jafri meruntuk dalam hati. Sebab Senah dan para betina lain di posko memberinya tugas yang merepotkan.
Meski keberadaan Riza dan Izza di sana tak juga bisa membuat suasana hatinya membaik. Ekspresinya masih terlihat ogah-ogahan menerima. Mereka mendapat tugas membeli ikan pada pedagang ikan keliling yang sering lewat di depan posko KKN menggunakan kendaraan bermotor.

Masalahnya Jafri dan yang lain adalah orang-orang yang tak pandai bersilat lidah untuk menawar harga yang me-langit dengan bombastis. Sebab tidak mudah mencapai dataran tinggi di sini. Segala macamnya harus melalui jalan aspal yang berkelok-kelok, naik-turun gunung. Perlu effort lebih untuk setiap pedagang.

Terlebih mereka cowok, juga tidak mengerti dengan variasi ikan yang dibawa oleh penjual itu. Belum lagi harus teriak maksimal saat penjualnya lewat di depan posko dengan kecepatan tinggi. Macem suruh Rossi—pembalap motoGP berhenti di tengah jalan. —Suatu hal yang mustahil.

Saat ini ketiga cowok tampan itu duduk di teras. Plonga-plongo. Mencari keberadaan penjual ikan yang dimaksud. Mereka juga sebenarnya jarang beli ikan. Kalau mereka bosan dengan menu makan telur dan sarden. Maka ini opsi paling terakhir yang dipilih dan disetujui bersama.

"Perasaan tadi udah lewat."

"Yang bener?" Senah langsung menatap Riza.

Riza jadi kikuk sendiri. Ekspresi cewek di sampingnya itu sudah mirip emak-emak galak yang melihat anaknya gagal dikasih— amanat. Jafri dan Izza jadi menutup rapat mulut mereka. Tak berani menyahut apa-apa. Singa mode on.

"Iya, Senah. Kayaknya tadi gue liat satu orang aja sih."

"Duh, kenapa gak disuruh berhenti!?"

Senah mendengkus. Bagaimana bisa kaum Adam sudah hampir dua minggu tinggal di lokasi KKN masih saja seperti ini? Tak ada perkembangan signifikan. Ibarat penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Apa mereka tidak juga memahami kalau di daerah tempat mereka KKN sekarang ini sangat super-duper susah mencari penjual keliling.
Entah apa pun itu jualannya. Paling cuma lewat satu atau dua orang. Atau jika tak beruntung hanya lewat satu orang penjual dan tidak ada lagi setelahnya.

"Apa perlu gue kejar pake motor?"

Senah sedikit menimang saran dari Riza yang menawarkan dirinya. Ketua kelompoknya ini memang tipe greenflag yang selalu bisa diandalkan. —Apa aja mau.

"Emang lo yakin? Udah lama juga kan tadi lewatnya. Kalau jauh gimana?"

Riza tersenyum, "Ya, nggak akan tau kalau nggak dicoba, Senah. Let's go! Ja, lo ikut gue."

"Gak sama Jafri?" tanya Izza polos. Mukanya pengen Jafri tabok pake chargeran hp.

"Nggak! Ngapain gue ikutan. Lo yang diajak."

Jafri mendengkus. Enak saja! durjana sekali Izza siang itu. Mau ditaruh dimana badannya ini kalau harus boncengan bertiga lagi.

Akhirnya Izza yang mengalah mau tak mau mengikuti Riza menaiki motor n-max miliknya. Keduanya sepakat mencari penjual ikan yang sudah melewati posko mereka menuju desa yang lebih atas lagi. Kalau ketemu syukur, kalau tidak berarti bukan rezeki.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang