47

448 32 8
                                    

Keadaan Jafri malah memburuk di malam harinya. Setelah puas muntah-muntah sampai isi perut diperas habis. Padahal anak itu sudah kehilangan nafsu makan dari kemarin. Kini tubuhnya terasa lemas.

"Kaki kamu kok dingin banget begini. Bunda pakein minyak kayu putih, ya."

Jafri menatap Hani yang menyentuh telapak kakinya. Tak ada rasa di saat sentuhan itu terjadi. Jafri menahan napas sejenak. Matanya sedikit berembun. Berupaya menyadarkannya dengan kenyataan bahwa sekarang ia lumpuh.

"Nggak usah, bun. Masa Bunda nyentuh kaki Eja. Harusnya Eja yang gitu ke Bunda."

"Apasih ah orang Bunda nggak papa. Dari kecil kamu kan juga Bunda yang ngurus."

Hani bergerak mengambil botol kecil minyak kayu putih di nakas. Sambil berbaring Jafri menatap Hani yang mulai membaluri kakinya dengan minyak. Bunda terlihat memijat kakinya.

"Aku.. nanti bisa dateng ke sidang skripsinya Izza nggak ya, Bun?"

Lama hening. Jafri tiba-tiba menyeletuk pelan.

Hani menatap Jafri, "Emang kamu mau hadir?"

Jafri mengangguki. Lalu memandang langit-langit ruangan ini. Perutnya tadi seperti terlilit. Dadanya menyesak tiba-tiba. Katanya itu gejala yang biasa dialami oleh pasien dengan riwayat SCI. Namun, dokter Fathan sempat mengatakan hal serius. Jafri masih dipantau jika mualnya bertahan lama.

Hani terdiam. Sudah hampir satu bulan putranya terkurung di ruangan ini sejak kecelakaan. Kondisinya pun masih belum mampu untuk meninggalkan kamar rawat ini terlalu jauh. Apalagi harus ke kampus untuk menghadiri sidang temannya itu.

"Emang sidangnya kapan?"

"Belum ada kabar lagi sih, Bun. Nggak dalam waktu dekat ini juga."

"Terus?" Tanya Hani.

"Iya. Belum tau. Masih nunggu kabar Izza."

Hani mengangguk paham.

"Kalau kamu mau hadir. Nanti dibantu sama Mas, tapi harus izin dokter juga. Bukan Bunda yang mutusinnya."

Jafri menoleh.

"Nggak jadi deh, pasti nanti jadi ngerepotin kalau harus pakai kursi roda kemana-mana."

"Nggak ada ngerepotin. Mas pasti mau, kok."

"Nggak usah lah, Bun. Mas suka ngomel. Males aku tuh." Jafri memberengut lalu memejamkan mata lagi.

Hani terkekeh.

--

Sore hari Jafri baru bisa tertidur dengan wajah damai. Izza sudah berpamitan pulang tadi siang. Meminta maaf pada Hani karena tidak enak sudah mengganggu waktu istirahat putranya. Pasalnya, sudah tiga hari berturut-turut ia konsisten mengunjungi Jafri di rumah sakit. Hanya demi menyelesaikan tugas mereka.

Hani sebetulnya tidak masalah. Toh itu juga bukan kesalahan teman anaknya itu. Jafri yang keras kepala ingin menyelesaikan semua tugasnya secepatnya. Agar tidak menjadi sia-sia KKN nya selama sebulan katanya. Anak itu terlalu kawatir nilainya tidak muncul alias kosong lantaran tidak memenuhi semua persyaratan KKN termasuk mengerjakan setiap tugas-tugas terkait.

Tugas KKN sudah rampung. Senah yang mengumpulkan data tugas itu. Satu perwakilan anggota yang mengupload melalui link sesuai arahan. Untuk minggu ke depan. Jafri dan anggotanya bisa santai dulu. Nggak ada tugas lain untuk sementara.

Afan baru saja tiba. Setelah dari kantor pria dewasa itu langsung menuju rumah sakit. Tak lain untuk menemui adiknya. Begitu tiba di ruang rawat. Ia hanya disambut oleh Hani yang duduk di sofa menonton televisi. Sedangkan orang yang dicari malah sudah terjun ke alam mimpi mendahuluinya yang kurang tidur dari kemarin.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang