41

419 25 5
                                    

Jafri berjalan mengitari kamar. Membuka setiap sudut yang tertutup benda-benda peninggalan sejarah pemilik rumah ini. Tak terkecuali barang-barang yang punya Rama, Izza dan Riza juga kena.

"Kepala charger punya gue, siapa yang liat?"

"Eh, eh, koper gue."

Jafri berhenti saat tangannya baru menyentuh resleting koper berwarna abu-abu milik Izza.

"Lo pasti umpetin lagi."

Izza menggeleng. "Ya Allah, Jaf. Gue gak segabut itu hari ini."

"Ya sapa tau kan, makanya gue mau cek."

"Bongkar aja Jaf, anaknya suka lupa ngambil barang yang mirip punya orang."

"Gue nggak tau anjer."

Jafri menghela napas melihat keduanya bergantian. Dari tadi dia mencari benda itu sebab hp nya hampir lowbat.

"Seingat lo aja dulu dimana terakhir kali lo pegang, Jaf." Riza akhirnya berdiri membantu Jafri mencari.

"Padahal kemaren udah gue tip x pake nama gue biar ketauan." Jafri berjalan keluar kamar. Masa iya benda itu ada di dapur? Tidak mungkin.

Kemarin tuh kepala charger udah Jafri kasih tip x. Pinjem punya Ramona. Jafri tulis huruf TJP gede di situ. Biar keliatan punya dia dari jauh. Inisial dari namanya yang terpampang jelas.

Meski tip x putih itu kurang membantu karena warna cas hp miliknya juga warna putih polos. Tapi setidaknya ada penanda. Nanti lama-kelamaan warna tip x itu akan berubah menjadi kecoklatan sebab sering dipegang oleh tangan. Mereka nggak punya spidol hitam permanen. Mau beli pun mikir-mikir lagi.

Soalnya di posko ini kekurangan stop kontak yang banyak colokannya. Cuma ada dua, milik Riza dan milik Kafina. Dan kalau semuanya barengan ngecas hp. Otomatis beda-beda merk charger hp terkumpul bertumpuk di satu tempat. Sudah sering drama ketuker sama yang lain.

"Capek ansu! Charger bandel banget cari perhatian gue."

Rama ikutan keluar kamar. "Sama aja kayak yang punya." balasnya.

Jafri melirik sekilas. Ini kalau benda kecil itu dia dapatkan. Nanti bakal dia foto terus taro di status. Biar seluruh dunia tau. Kemarin-kemarin kunci motor, ID card, dan hari ini chargeran lagi. Besok-besok mungkin kartu ATM beserta dompet miliknya yang terlempar ke sembarang arah. Lalu menghilang bak ditelan kantong doraemon. Tapi amit-amit, nanti dia nggak bisa jajan di gunung.

Sudah seperti jadwal barang hilang perminggu. Jafri kadang emang sedikit bermasalah dengan benda-benda kecil miliknya. Macem kemusuhan lama. Kalau hilang selalu di saat yang gak tepat. Dicari pun susah ketemu. Tapi pas udah nggak dicari lagi malah nongol sendiri kayak jelangkung.

Karena terlalu fokus mencari chargeran. Mata Jafri jadi tak fokus pada jalan di depannya. Kaki jenjangnya tak sengaja nyenggol kipas angin mini milik Riza di dapur. Biasa dipake kalau lagi kumpul makan bersama buat kipasin nasi panas yang baru ditaruh di piring. Makanya tuh kipas posisinya dekat pintu kamar nggak pernah berubah.

"Nah, nah, pingsan kucing gue."

Riza buru-buru menghampiri kipas angin warna biru berbentuk kucing mirip punya nobita itu.

Jafri tak peduli dan terus melanjutkan langkahnya menuju ruang tamu. Kain putih polos yang menjadi sekat antara dapur dan ruang tamu menjadi pintu gerbang yang harus dilalui Jafri hanya jika memperoleh izin dari para ciwi di luar sana.

"Boleh gue keluar?"

"Bentar, Jaf. Gue pasang jilbab."

Jafri diam menunggu. Untungnya suaranya terdengar oleh Ghina. Biasanya kan betina di luar sana pada molor kalau siang-siang waktu mereka free begini.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang