57

361 38 4
                                    

"Besok aku bawa motor sendiri boleh ya, Bun."

Seruan bernada manis itu terlontar untuk sekian kali dari mulut kecil putra bungsu Hani yang tak kenal kata menyerah dalam merayu.

"Mau kemana?"

Yuda yang memperhatikan keduanya tetap tak mengerti alasan istrinya betah ngambek sejak semalam. Sekarang ia melihatnya sendiri. Memang Jafri tak pernah jera membuat Hani ikut-ikutan gigit jari lantaran tak rela membiarkan Jafri kembali menyentuh benda yang dulu membuatnya hampir kehilangan putranya itu.

Hani berdiri. Lekas beranjak dari ruang tamu. Meninggalkan Jafri yang duduk didampingi oleh Yuda.

"Yah..gagal lagi." gumam Jafri.

Jafri menoleh. "Ayah coba yang bantu ngomong sama Bunda."

"Susah kalau permintaan yang satu itu." Kata sang Ayah.

Garis wajah putra bungsunya itu langsung menurun. Nampak tak sebergairah sebelumnya. Seolah ada lubang hitam yang menyedot ekspresi ceria di sana. Tergantikan dengan tatapan keputusasaan.

"Bawa motor sendiri buat apa?"

"Aku mau konsultasi di rumah dospem." [Dosen pembimbing]

"Ayah anterin."

"Gak mau lah! Apa kata Pak Bas nanti kalau mahasiswa di bawah bimbingan beliau datang bawa mobil mewah."

Yuda terkekeh. "Emangnya kenapa sih? Gak mau banget disangka orang kaya." ucapnya, seraya meninggalkan sang anak yang betah berdiri dengan wajah blank.

Emang jelas-jelas mereka crazy rich. Cuma Jafri lebih cinta motor miliknya ketimbang koleksi mobil mewah milik Mas dan Ayahnya.

Bosan juga kalau setiap kali keluar rumah harus di antar Afan. Lagian siapa yang betah bertahan dengan situasi yang mencekik satu mobil dengan singa padang gurun.

"Sibuk banget deh lo. Si manusia super aktif di muka bumi."

Jelas Vira menamainya seperti itu. Lantaran semakin intens Jafri keluar rumah untuk keperluan macam-macam. Mahasiswa akhir yang semakin dikejar deadline.

Jafri memandang datar ke arah Vira yang tiba-tiba ngomong gitu.

"Terus?"

"Lebih sibuk dari malaikat kayanya."

Jafri makin memberengut saat Afan ikut-ikutan. Tak biasanya manusia kutub selatan itu mau berkomentar.

"Perasaan tugas malaikat nggak sesibuk lo. Cuma mencatat amal kebaikan sama keburukan."

"Bacot!"

"Mulutnya gak boleh kasar."

Dari jauh suara Yuda terdengar menegurnya.

Vira memeletkan lidahnya lantas tertawa. Jafri menghela napas. Satu lagi musuh bebuyutannya bertambah di rumah ini selain Mas Afan.

"Iye, tugas gue beda, lebih sepesial. Karena gue cuma manusia biasa. Gue mencatat, mengidentifikasi, mengevaluasi, mengintrogasi, sampai menindaklanjuti."

Vira cukup terhibur dengan banyolan yang keluar dari mulut lemes Jafri. Kadang heran mengapa kepribadian suaminya tak pernah bisa sekocak adik iparnya itu.

Jafri meninggalkan pasutri itu. Mengejar Yuda yang sepertinya sedang berusaha menghindar darinya. Ayahnya itu sejak tadi tak pernah berlama-lama duduk di dekatnya.

"Ini penting buatku, yah. Aku juga gak akan mohon-mohon kalau gak ada keperluan."

Yuda memaklumi. Sudah faham betul karena juga pernah mengalami dulu sewaktu masih bujang.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang