61

348 35 5
                                    

Padahal waktu sudah hampir memasuki tengah malam. Cuma rumah keluarga Jafri orang-orangnya belum pada tidur. Termasuk anggota termuda yang sejak tadi nangis. Hani dan Yuda dari kemarin emang gak ada di rumah. Ya, gitulah kalau orangtua gak ada di rumah jadi bebas. Yang biasanya diatur ketat sama Bundanya gak boleh begadang. Semua pada ngelanggar aturan.

"Mbak! Ini anaknya kelaperan gimana sih!? Kok gak dikasi makan."

"Lo gak liat gue lagi pusing Jafrii."

Vira kaget mendengar teriakan Jafri ketika memasuki kamarnya.

"Anak lo nangis terus. Gue laporin Bunda sama Ayah ya! Lo gak ngasih makan cucu kesayangan."

"Suruh Bapaknya aja beliin jajan." Vira berbalik badan memunggunginya.

"Tega banget lo ama anak sendiri."

"Astaga. Lagian Kakak udah makan kok tadi. Masa lapar lagi sih." Kata Vira pada Zoya yang menundukkan kepala di belakang punggung Jafri.

"Kenapa tiba-tiba banget lo gak enak badan. Bikin anak lagi ya? Zoy belum gede bener aja udah dikasi adik."

Vira hendak melempar bantal. Jafri lekas menutup pintu.

"Udahan nangisnya. Telinga gue sakit. Kita ke Mas aja ya. Lo minta duit ke dia, abis itu janji gue yang jajanin."

Jafri menggandeng tangan keponakannya.

--

"Papi lapar."

Afan sedang duduk di teras rumah. Secangkir kopi hitam telah tersaji. Mengepulkan uap panas yang membumbung tinggi. Suasananya tenang sebelum kedatangan Jafri dan putrinya yang menyusul.

Jafri duduk di kursi satunya. Mengangkat kedua kakinya di atas kursi. Kebiasaan main game selalu dalam posisi aneh. Afan sudah biasa melihat. Jadi tak mau banyak kata untuk menegur.

"Awas hati-hati! Duh Zoy, zoy, jatuh nanti Papi bilang."

"Papi tapi Zoy laper. Kita makan apa malam ini."

Zoya masih memeluk tangannya. Terkadang menarik bahunya beberapa kali.

"Mami males masak. Pihhh.."

Wajah bulatnya menggembung lucu. hampir menangis karena ayahnya sibuk dengan laptop dan omnya sibuk dengan game di ponselnya.

"Makan apa malam ini?"

"Makan nasi." Jafri menyaut tanpa menatap keponakannya.

"Masa makan nasi aja, Pi."

Jafri tertawa pelan. Zoya masih betah merengek.

"Beli mie aja yukkk.. Papiii."

Afan menatap putrinya. Kemudian melirik adiknya yang tiba-tiba saja sok sibuk.

"Suruh siapa beli itu?"

Jafri mengatup bibirnya. Mampus. Saran darinya benar-benar dipraktekkan oleh keponakannya. Dari dulu Afan paling membenci makanan cepat saji.

--

Bertepatan dengan hari ulang tahunnya Zoy, keadaan Jafri sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Berkat pemasangan alat stimulator itu di tubuhnya. Walau harus membiasakan diri hidup berdampingan dengan alat itu tanpa bisa dilepas.

Penelitian membuktikan pasien yang menggunakan alat pacu untuk diafragma ini dapat bertahan dengan sokongan dari energi alat itu dalam kurun waktu 10 hingga 15 tahun. Namun, tentu semua orang berharap usia mereka bisa melebihi prediksi angka tersebut.

Sedangkan Jafri, perubahan yang dirasakan setelah pemasangan alat ini mungkin terasa sangat nyata. Dia bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda sekitar dua hingga tiga jam. Sudah hampir setara dengan orang normal. Walau harus selalu menjaga pola makan dan pola hidup sehat. Menghindari kelelahan berlebihan adalah yang utama.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang