51

426 31 4
                                    

Kesebelasan tim sepak bola ini benar-benar datang setelah mendengar kabar jika kondisi Jafri sempat mengalami penurunan. Sesederhana mereka meluangkan waktu di tengah kesibukan masing-masing. Untuk sekedar mengunjungi putranya di sini. Hani sudah bersyukur sepertinya Jafri memiliki teman-teman yang baik.

Senyuman selalu menjadi andalan Hani setiap kali berjumpa dengan orang luar. Bukan untuk membohongi kesedihan di setiap hal buruk yang menimpa putranya. Tapi untuk semakin memperkuat dirinya melalui setiap ujian baru yang menantinya di depan sana.

"Temennya Jafri?" Hani melebarkan senyuman saat menatap wajah-wajah di depannya.

"Iya. Tante." sahut mereka serempak.

"Kondisinya Jafri gimana Tante?" Riza bertanya mewakili yang lain.

"Kemarin Tante bilangnya belum bisa dijenguk ya waktu kalian tanya. Sekarang alhamdulillah udah lebih baik, lho. Dan kebetulan kalian langsung dateng waktu Tante kasih kabar anak Tante udah sadar."

"Kapan-kapan mampir ke rumahnya Jafri juga ya. Kita masak-masak bareng. Kalau Jafrinya udah diperbolehkan pulang."

Mereka tersenyum. Saling melempar pandang. Izza bahkan sedikit merinding membayangkan seberapa besarnya rumah Jafri.

"Tante tunggunya di luar aja, ya. Sekalian nungguin Masnya Jafri bentar lagi datang. Kalian masuk sendiri aja ke dalem. Jafrinya udah bangun kok. Udah nungguin kalian dari tadi." Hani melenggang pergi entah kemana.

Kesebelas orang itu memandang hingga punggung Bundanya Jafri itu sudah menjauh dan tak terlihat lagi pada belokan koridor.

"Bundanya Jafri baek bener ya Ri. Cantik lagi. Paket lengkap."

Riza membenarkan celetukan Ghina.

--

"Gue kira lo beneran gak bakal aktif lama."

Heboh sekali Izza bercerita tentang chat terakhirnya dengan Jafri. Jafri sempat bilang kalau dia bakal gak aktif selama seminggu. Terus beneran gak aktif udah tiga hari.

"Iya. Kalau-gakda-kesanggupan...beli paket." sahut Jafri. Nafasnya jadi berat setiap kali selesai ngomong. Makanya masih pake masker oksigen.

Bohong banget padahal. Di sini wifi pun tersedia gratis. Padahal Hp nya yang beneran rusak setelah jatuh kemarin layarnya retak. Belum minta ganti.

"Kok gue liat lo makin kurus aja ya. Lo di sini diet atau berobat?"

Jafri mendelik saat Maya ngomong gitu.
Mereka mungkin mengira di sini Jafri gak dikasih makan sampe bisa sekurus itu.

Padahal yang jelas seluruh teman-temannya gak ada yang tau seberapa parah kecelakaan kemarin yang membawa dampak perubahan besar dalam hidupnya.
Riza mungkin yang paling banyak mengerti. Karna dia yang menyaksikannya live. Bagiamana Jafri saat itu.

"Iya Jaf. Kita mau bukber deket lagi ini tanggal 26. Andai lo bisa ikutan, terus formasi kita lengkap bakal tambah seru." kata Diyah.

Jafri tersenyum. "Gue usahain-kalau bisa."

Iya, kurang satu orang seperti dirinya berasa banget. Kemarin aja sering nolak-nolak pake alasan segala macam kalau mereka mau ngumpul. Padahal aslinya pengen santai sendiri aja. Terus waktu udah kondisinya seperti ini, Jafri malah jadi pengen banget bisa kumpul lagi sama mereka.

"Om."

"Kenapa?"

"Geli. Lo natap gue gitu banget." Jafri kemudian bergidik. Matanya menyipit dengan ekspresi wajah jijik.

"Tau nih om. Nafsu banget kayaknya."

Rama menatap Freya.

"Nggak gitu anjay. Orang gue liat muka Jafri makin kaya kurang gizi."

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang