✨Happy Reading✨
Gadis itu memarkirkan motor didepan rumah minimalis bernuansa putih. Berkali-kali dia menghembuskan nafasnya gusar dan enggan untuk turun dari kendaraannya. Dia melihat kearah depan dan tentunya masih sama, pandangannya hanya tertuju pada rumah putih itu. Kesekian kalinya dia menghembuskan nafasnya yang benar-benar terasa sesak diantara kerongkongan dan menggigit bibir bawahnya untuk mengurangi rasa gundahnya. Batinnya pun bergejolak atas apa yang tengah dilakukannya sekarang. 'gadis bodoh! Untuk apa kamu kembali kesini hah?' dia berdebat dengan batin dirinya sendiri.
Waktu tentunya tak berhenti, masih di posisi yang sama dan yang jelas tak ada perubahan gerak sama sekali, dia masih enggan untuk meninggalkan motor hitam kesayangannya itu. Kembali dia melirik jam tangan di pergelangan kirinya, sudah 30 menit berlalu dan tak ada yang dilakukannya kecuali menghembuskan nafas dan menatap rumah itu. Langit pun mulai tidak bersahabat dengannya, sepertinya langit pun sudah lelah dengan manusia satu ini yang memang dasarnya rendah hati atau bisa lebih dibilang 'benar-benar bodoh' dan 'tak memiliki akal sehat'. Langit sudah ingin menyelimuti dirinya dengan kapas kelabu yang telah terbawa oleh angin sejak tadi. Dengan hati yang tak tenang, gadis itu memberanikan diri untuk meninggalkan motornya dan berjalan ke arah rumah putih itu.
Lagi dan lagi dia menghembuskan nafasnya saat dirinya sudah berada di depan pagar hitam milik rumah putih itu. Seketika kenangan dari memorinya itu muncul kembali di pikirannya, manis sekali jika diingat, dan tentunya tak pernah terpikirkan sejauh ini bahwa kisahnya akan berakhir seperti ini. Gadis itu merogoh cepat ponsel yang berada pada shoulder bag miliknya dan mencoba mencari aplikasi chat yang sudah ramai di gunakan dan mencoba mencari kontak yang telah lama ia blokir, 'aku di depan' ketiknya dan tak sampai 10 detik suara putaran kunci terdengar pada pintu rumah itu dan menampakkan sosok lelaki dengan tatapan sendu yang tak dapat dideskripsikan dengan baik. Gadis itu benci keadaan seperti ini, dia tidak menyukai lelaki ini saat dirinya rapuh seperti ini.
"Hai..." Ucap gadis itu seriang mungkin yang tentunya selalu dia lakukan kepada lelaki dihadapannya ini. Lelaki itu tak merespon hanya diam dan tak ingin menjawab sapa yang tengah dilakukan gadis dihadapannya kini.
"Ayo masuk" hanya dua kata itu yang terlontar dari bibir lelaki itu, gadis itu sudah paham betul mengenai lelaki ini, tak banyak ucap, pendiam, hanya saja selalu ada yang bisa menggetarkan hati gadis ini jika berada didekatnya.
Lantas gadis itu hanya mengekor pada lelaki didepannya ini untuk mengikuti dirinya masuk ke dalam rumah, tak banyak yang berubah dari terakhir kali gadis itu berkunjung ke rumah ini. Masih dengan dua sofa empuk berwarna caramel dengan meja bulat bermotif marmer khas rumah ini yang bisa langsung di temui saat awal masuk rumah ini. Gadis itu meletakan berbagai jenis roti yang telah dia bawa sebelumnya untuk menjenguk lelaki ini di meja bulat ruang tamu itu.
"Gimana keadaanmu sekarang? Sudah membaik? Atau masih sakit? Mau aku antar untuk berobat saja kah, takutnya kalau dibiarin gitu aja nanti sakitnya makin parah lohh" cerewet gadis itu.
"Gak papa, kenapa gak duduk?" Tanya lelaki itu sembari menggenggam jemari gadis itu yang memang sedari tadi gadis itu enggan untuk duduk berdampingan lagi.
Gadis itu pun duduk di sebelah kiri sofa yang sama yang tengah diduduki oleh lelaki itu, hanya beda jarak 60 senti dari samping dirinya, ini semakin membuat suasana semakin canggung. Hanya ada keheningan yang tercipta diantara mereka berdua, tak ada yang mau memulai kembali topik pembicaraan, keduanya hanya saling bergelut dengan pikirannya masing-masing. Terlihat seperti dua orang bodoh bukan? Jawabannya ya memang benar, entah apa yang mereka sembunyikan pada dasar hatinya yang selalu mereka tepis secara kasar.
"Apa kabar Sam? Udah lama ya" pada akhirnya gadis itu yang memulai obrolan. Namun, kembali tak ada jawaban, yang ada hanya lirikan sekilas dari lelaki itu dan terdengar pula hembusan nafasnya yang begitu berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gewoon Begeleiden
Любовные романыIkhlas? Kata yang sering terucap oleh seseorang yang senantiasa mendapatkan kepahitan dalam hidup. Ikhlas seperti apa yang sebenarnya terjadi? Yang jelas itu adalah sebuah mantra kebohongan dan pengobatan untuk diri sendiri. Apa jadinya jika selama...