"Apa tuan belum menemukannya?" Tanya Jendra selaku asisten Hesta, sedangkan yang ditanya hanya memijat pangkal hidungnya.
"Aku sudah menemukannya, tapi dia tidak ingat diriku. Entah kenapa, aku juga tidak tau." Jawab Hesta yang sedang duduk memandangi jendela kaca yang sangat besar di ruangan kerjanya.
Itu adalah favorit Hesta. Dia membuat ruang kerja dengan kaca yang luas agar dia bisa melihat pemandangan kota dan malam dengan leluasa. Seperti kesukaan Java, adiknya.
"Apa dia..."
"...hilang ingatan?" Tebak Jendra dengan asal tapi Hesta sepertinya juga nampak ragu setelah mendengar ujaran asistennya tersebut.
"Entahlah. Mungkin banyak yang terjadi selama aku tinggal di Amerika. Bahkan katanya nenek ku sudah tiada."
Mendengar ungkapan Hesta, Jendra menganga tak percaya, karena harapannya untuk bertemu nyonya besar sudah hilang dan musnah tanpa dia sadari.
"Apa kamu bisa mencari tau apa saja yang telah terjadi terhadap adik ku?" Pinta Hesta sehingga Jendra terdiam sejenak lalu Jendra mengangguk patuh dan pergi dari sana, "kalau begitu saya pamit undur diri tuan. Secepatnya saya akan memberikan informasi tentang tuan Java." Ucapnya diangguki Hesta.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Apa aku telah melewatkan sesuatu yang penting disini?" Gumam Hesta yang merasa bahwa ada hal yang tidak dia ketahui. Bahkan dia juga ragu dan memiliki tanda tanya selama ini.
Hesta kini sudah menjadi CEO di umurnya yang 34 tahun. Sudah tua bukan? Tapi Hesta masih tak berniat untuk memiliki keluarga. Ayahnya telah meninggal 2 tahun yang lalu saat mereka masih berada di Amerika dan ibunya ... koma, karena k
Hingga suara ketukan pintu terdengar.
"Masuklah."
Saat melihat siapa yang masuk Hesta langsung berlari membantunya.
"Kenapa nyonya kesini? Apa nyonya butuh bantuan? Mana para maid yang harusnya menjaga nyonya berjalan?" Hesta terus bertanya membuat wanita itu tersenyum.
"Saya bisa sendiri Hesta."
"Tidak. Mana para maid? Seharusnya mereka membantu nyonya menjalankan kursi roda."
Dia tak menjawab dan Hesta membantunya untuk duduk di sofa yang berada di dalam ruang kerjanya.
"Bagaimana? Apa kamu sudah tau dimana keberadaannya?"
Hesta mengangguk membuat wanita tua itu tersenyum bahagia dan berharap semoga dia bisa bertemu dengan putranya juga lalu menjelaskan semuanya, bahwa kejadian beberapa tahun yang lalu bukanlah salah Java sepenuhnya.
"Mana dia? Aku sudah tidak sabar ingin meminta maaf."
"Tapi..."
"Kenapa nak? Dimana dia? Ayo bawa saya kesana, kalau perlu sekarang juga."
"Nyonya, dia lupa semuanya. Dia bahkan tidak ingat saya ataupun nama saya, padahal saya adalah kakak kandungnya. Bagaimana dia bisa mengingat kejadian sebelum nenek tiada? Itu masih terasa mustahil bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Java dan Lukanya
Fanfiction[brothership, friendship, angst] "Menjadi tunarungu itu menyedihkan. Bahkan lebih baik tiada daripada harus hidup dengan alat pendengar." Ketika Java si tunarungu berusaha hidup padahal tidak ada seorangpun yang peduli pada kehidupannya saat dia ber...