Jaegar's Resto. Tempat itu terlihat sangat ramai akan pengunjung. Walaupun tempat itu tidak mewah dan tidak terlalu luas, tapi disana terkenal akan makanannya yang lezat.
"Java! Anterin pesanan ke alamat ini dong!" Teriak Jaegar dari arah kasir, sehingga tubuh tinggi dengan celemek itu keluar dari arah dapur dan menghampiri Jaegar.
Wajahnya yang tampan dan senyumnya yang sangat manis itu membuat beberapa pelanggan disana berbisik-bisik karena kagum. Walaupun dia memiliki kekurangan, tapi semua orang tak terlalu mementingkannya karena wajahnya yang selalu menjadi pusat perhatian.
Java yang dulunya sangat kecil dan selalu merengek saat sedih kini dia sudah dewasa. Tubuhnya sudah tidak sekecil dulu, jadi dia tidak perlu meminta bantuan saat mengambil barang-barang yang dulu tidak bisa dijangkau olehnya.
Rambutnya masih lebat seperti dulu, tapi senyumannya sudah menghilang beberapa tahun yang lalu karena kehilangan orang yang dia sayang. Orang itu adalah neneknya yang sudah tiada 2 tahun yang lalu.
Dan senyuman Java yang sekarang sudah berubah menjadi senyuman paksa, tidak ada senyum tulus dari wajahnya semenjak Hesta berangkat ke luar negeri untuk tinggal disana, karena hidup Java semakin hancur di setiap detiknya. Java sekarang sudah besar, dia bukan anak-anak dan mungkin menghadapi masalah di usianya yang sekarang adalah hal yang lumrah.
"Mana alamatnya?"
Jaegar pun memberikan alamat si pemesan.
Jika dulu Jaegar bekerja di restoran orang lain, kini dia sudah punya restoran miliknya sendiri. Walaupun tidak besar dan mewah tapi restoran kecilnya cukup ramai dengan para pelanggan.
Jika kalian bertanya Ricky, dia sekarang juga seumuran dengan Java. Anak tengil yang ajaib itu sekarang sudah tinggal di apart miliknya. Ricky sudah mandiri dan dia lebih sering pulang ke apart daripada ke rumahnya.
Java dan Ricky sudah berpisah sejak Ricky masuk SMA. Karena Java tidak sekolah akhirnya dia ikut bekerja di resto milik Jaegar.
"Awas, hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung chat kakak ya." Java mengangguk sebagai jawaban.
"Oh iya, sekalian nanti baliknya beli bunga ya buat ke makam nenek." Jaegar memberikan beberapa lembar uang kertas dan dengan senang hati Java menerimanya.
...
Kini Java mulai menaiki motor matic nya, seperti Jaegar dulu dan dia mulai melenggang pergi untuk mengantarkan pesanan itu.
Hanya butuh beberapa menit saja untuk sampai di tempat tujuannya dan itu bukanlah rumah, melainkan apartemen.
Java menekan bel beberapa kali dan akhirnya pintu terbuka, memperlihatkan sosok tinggi yang melebihi tingginya, remaja laki-laki yang terlihat seperti seumuran dengannya itu tertegun saat melihat Java ada disana.
"Java?" Beo Ricky saat Java membuka helm nya.
Java mengangguk lalu menyodorkan sekantong plastik berisi makanan yang Ricky pesan lalu Java mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana.
-totalnya 150 ribu. Mau ditransfer atau cash?-
Ricky masih tidak menjawab. Anak itu menatap teman masa kecilnya dengan lamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Java dan Lukanya
Fanfiction[brothership, friendship, angst] "Menjadi tunarungu itu menyedihkan. Bahkan lebih baik tiada daripada harus hidup dengan alat pendengar." Ketika Java si tunarungu berusaha hidup padahal tidak ada seorangpun yang peduli pada kehidupannya saat dia ber...