“Sebenarnya ... ini semua bukanlah perantara bahagia untuk Java, namun ini semua hanyalah luka untuk yang kesekian kalinya.”
...
Setelah mendengar bahwa Java masih baik-baik saja, dengan segera Hesta mendatangi ruangan adiknya selesai dari pemakaman nyonya Renjana selaku ibunda Ricky.
Tubuh Hesta langsung merosot saat melihat seseorang yang kini sedang terbaring di atas bangsal dengan banyak alat yang terpasang dan wajahnya yang penuh dengan perban.
Air matanya kini sudah mengalir tanpa diundang, laki-laki berumur tersebut sedang bersedih sekarang.
Hesta langsung berlari dan menggoyangkan tubuh Java, berharap adiknya itu mau membuka mata sejenak untuk menyapanya dengan senyuman.
"Java ... bangun..." Lirih Hesta yang belum melepas pelukannya dari tubuh Java.
"Java, jangan pulang dulu ya? Kakak ada disini. Java gak mau peluk kakak dulu? Ayo bangun Jav, nanti kakak bikinin roti bakar selai kacang kesukaan kamu..." Ujar Hesta panjang lebar seakan-akan Java akan bangun setelah Hesta mengatakan semua itu.
Tapi tetap saja nihil. Bahkan Java tak bergerak sedikitpun. Tubuhnya masih terdiam dan matanya masih tertutup rapat. Dan dari sekian banyaknya luka, separuh tubuhnya lah yang menjadi korban kebakaran taksi yang dia tumpangi.
Dan bahkan saat Hesta membuka selimut Java tangisannya langsung menjadi-jadi. Kaki kiri adiknya pun menjadi korban karena harus diamputasi oleh dokter tanpa sepengetahuan Hesta.
Betapa menderitanya anak bernama Javandra itu.
Bahkan Hesta yang tak pernah menangis pun sudah sesenggukan di dalam sana. Keadaan Java benar-benar tak layak dipandang oleh mata. Tubuhnya mengerikan bahkan memegang tangannya saja Hesta merasa ragu.
"Java ... kalau sampai kamu pulang kakak gak akan bisa maafin diri kakak sendiri,"
"Karena kakak adalah kakak terburuk di dunia, bahkan panggilan kakak gak pantas buat Hestamma."
...
"Tuan, bukankah lebih penting adik anda yang terbaring di rumah sakit sekarang?" Tanya Jendra namun Hesta yang sedang duduk di samping bangsal tempat Java terbaring malah diam.
"Jendra, bukankah harta yang akan membuat Java bahagia sata dia tersadar dari komanya?" Tanya Hesta dengan tatapan kosongnya.
"Tidak, anda salah tuan—"
"Aku benar. Dulu saat Java masih kecil kehidupannya menderita karena kemiskinan, hidupnya menderita karena di buang, dan aku belum bisa mencari sepeser pun uang saat itu."
"Mungkin jika Java sadar dan pulang ke rumah bersamaku dia akan bahagia karena hidupnya akan berkecukupan kan?"
Jendra benar-benar tak menyangka jika pemikiran tuannya begitu sempit seperti itu.
"Tuan, mungkin segalanya bisa dibeli dengan uang, namun bahagia yang tuan Java inginkan tidak membutuhkan uang sepeser pun." Jawab Jendra namun Hesta tetap kukuh dengan pemikirannya sehingga Jendra menyerah dan membiarkan tuannya itu pergi untuk mengurusi bisnisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Java dan Lukanya
Fanfiction[brothership, friendship, angst] "Menjadi tunarungu itu menyedihkan. Bahkan lebih baik tiada daripada harus hidup dengan alat pendengar." Ketika Java si tunarungu berusaha hidup padahal tidak ada seorangpun yang peduli pada kehidupannya saat dia ber...