XXX : akhir segalanya

511 35 6
                                    

“Pada akhirnya semua orang akan hidup dengan takdir mereka, beberapa hidup dengan bahagia dan beberapa akan tetap hidup menderita sampai mereka tiada.

—Java dan Lukanya

...

Panti Asuhan Javandra.

Sebulan berlalu, setelah kepergian Java kini Hesta membangun sebuah Panti Asuhan. Hesta membangun Panti tersebut dengan tujuan untuk membuat anak-anak yang awalnya menderita bisa tersenyum seperti semula.

Tak sampai disitu saja, Hesta juga memperbesar sekolah disabilitas yang pernah dia bangun dan mengganti nama sekolah tersebut dengan nama adiknya.

Pagi ini Hesta datang ke Panti tersebut dengan banyak makanan dan mainan yang dia bawa sehingga semua anak-anak langsung berbondong-bondong menghampirinya.

Itulah yang Hesta suka. Setidaknya dia akan menebus kesalahannya kepada Java dengan cara membuat anak-anak yang senasib dengan adiknya bahagia.

Saat Hesta sedang bermain bersama anak-anak di Panti asuhan miliknya tiba-tiba Jendra datang dengan anak kecil yang menggandeng tangannya. Anak lusuh yang mencuri perhatian Hesta, sehingga dia langsung menghampiri Jendra dan berjongkok di hadapan anak kecil tersebut. Anak itu nampak ketakutan dan Jendra sendiri ragu untuk mengatakan kepada Hesta agar anak yang dia temukan bisa dirawat di Panti asuhan.

"Jendra, kamu menemukan anak berharga ini dimana?" Tanya Hesta dengan senyumannya sehingga anak itu sedikit mengintip dari belakang Jendra.

"Di dekat sini, dia sedang mencari makanan dari sampah. Dan sepertinya anak ini hidup sebatang kara."

Mendengar jawaban Jendra, Hesta mengangguk lalu melambaikan tangannya agar anak tersebut mau mendekat.

"Nama mu siapa nak?" Tanya Hesta namun anak itu tak menjawab dan mendongak menatap Jendra.

"Jawablah." Suruh Jendra namun dia hanya diam saja sampai tangannya bergerak membentuk sebuah kalimat sehingga Hesta mematung di tempat saat melihat tangan mungil itu bergerak pelan.

"Maaf paman. Aku tuli dan bisu."

Itulah gerakan tangan yang Hesta baca. Sampai ponselnya terjatuh seketika lalu Hesta memeluk anak itu dengan segera tanpa rasa jijik ataupun geli karena anak lusuh yang ada di depannya.

"Beritahu paman, siapa nama mu?" Tanya Hesta dengan bahasa isyarat sehingga senyuman anak itu mengembang sampai gigi susunya terlihat jelas.

"Java."

Satu nama yang mampu membuat Hesta tak berkutik dari tempatnya.

"Nama panjang mu?" Tanya Hesta sambil menyodorkan selembar kertas dan pulpen sehingga anak itu mulai menuliskan nama panjangnya. Namun dia hanya terdiam karena tak bisa menulis satu huruf pun. Jadi Hesta harus mengeja satu-persatu huruf yang di di maksud oleh bahasa isyaratnya sampai membentuk sebuah kata.

"Namaku Javasta Abimanyu."

Setelah membacanya Hesta berdiri dan mulai menggendong anak kecil tunarungu tersebut.

"Jendra, pulanglah dan siapkan kamar untuk Java. Dia akan tinggal bersamaku, mulai sekarang. Jangan lupa belikan baju, mainan dan peralatan sekolah. Aku akan bermain bersama Java disini sampai semuanya siap."

[✓] Java dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang