XIV : walaupun sakit, tapi aku harus bangkit

414 36 2
                                    

"Suatu saat nanti, dimana kamu sudah dewasa dan kamu sudah mendapatkan yang namanya luka, percayalah akan ada hari dimana kamu akan memilih untuk sendiri dan berdiam diri sampai semuanya berakhir tanpa kamu sadari."

...

Hari ini. Setelah bekerja di restoran Jaegar, Java dengan segera pulang ke rumahnya. Karena jujur saja, rasa lelah sudah menyerangnya dan yang ada dipikirannya hanyalah tidur sekarang. Bahkan hal yang paling dia rindukan saat bekerja adalah ranjangnya yang nyaman.

Saat sudah sampai, Java langsung masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya rapat. Tapi, saat dia berjalan ke arah kamarnya dia melewati satu kamar yang sudah lama terkunci.

Itu kamar lamanya. Kamar yang dia tempati sebelum neneknya tiada.

Karena Java tidak suka kotor, dia pun membuka kamar tak berpenghuni tersebut dan berniat membersihkannya. Namun saat Java membuka pintu kamarnya seketika debu berterbangan dan memasuki indera penciumannya, sehingga hidungnya gatal dan bersin lah cara yang paling melegakan.

Setelah mengusap hidungnya, entah kenapa tiba-tiba kepala Java berdenging dan sekelebat bayangan seseorang muncul di pikirannya.

Tapi ... siapa dia?

Karena tidak mau ambil pusing Java mulai membuka jendela dan membersihkan kamar itu. Rumah yang dulu tempat istirahat terbaik bagi Java, sekarang menjadi rumah sepi yang hanya dihuni olehnya.

Saat Java sedang membersihkan jendela dia ingat bahwa dia masih membawa tas ranselnya, jadi Java menaruh tasnya di kamar lalu mulai melanjutkan kegiatan bersih-bersihnya.

Namun saat membersihkan ruangan tersebut dia merasa haus dan pergi ke dapur, lalu mulai meneguk segelas air putih kemudian terdiam sejenak sambil menatap sekitar.

Dia jadi ingat saat neneknya memasak di dapur itu. Dimana dulu ada seorang wanita tua dengan senyuman indah yang disertai kerutan di bagian matanya, tak lupa tangan lembutnya yang selalu mengelus rambut Java saat dia bermimpi buruk di kamarnya.

Makanan buatannya adalah yang terbaik apalagi roti panggang dengan selai coklat yang menjadi sarapan favorit Java saat neneknya masih ada, hingga saat ini juga.

"Java jadi rindu suara nenek saat memanggil Java untuk makan malam." Batin Java sambil menatap ke arah jendela yang gordennya masih terbuka.

"Apa nenek bahagia di atas sana?"

"Tungguin Java ya, Java janji bakal segera ikut kesana."

Sekarang yang Java punya hanyalah Jaegar. Dialah satu-satunya orang yang memang menganggap Java sebagai manusia normal. Java tidak terlalu suka berada di luar ataupun bertemu dengan orang asing sekarang. Karena semua orang hanya kagum dengan wajahnya bukan kebaikannya.

Java tidak bisa mendengar dan sulit berbicara. Kadang Java berpikir apakah kekurangannya ini adalah sebuah dosa?

Setelah membersihkan rumah dan kamar lamanya, Java pun kembali ke kamarnya untuk beristirahat di sana setelah memastikan semuanya sudah ditutup rapat olehnya.

Tapi saya Java masuk ke dalam kamarnya dia melihat bunga tulip putih nya layu sehingga dia sedikit panik dan mulai menyirami bunganya yang berada di balkon kamarnya. Balkon kamarnya sangat kecil, tak luas seperti balkon milik orang-orang kaya pada umumnya. Bahkan disana hanya cukup untuk pot bunga milik Java.

[✓] Java dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang