Pintu tertutup keras bersamaan dengan punggung basah Seraphina yang bersandar di baliknya. Amplop coklat besar di tangannya lepek karena ikut basah kuyup seperti kemeja yang melekat pada tubuh kurusnya. Napasnya masih terengah-engah dengan raut wajah yang kelelahan.
"Nyaris saja!" seru Seraphina seraya menengadah dan menghela napas panjang sambil memejamkan mata.
Apartemen mini dengan satu kamar tidur, dapur, dan ruang tamu itu masih terlihat gelap. Masih di tempat yang sama, perempuan berambut ruffle dengan warna biru, hitam, dan merah muda itu memandangi amplop coklat besar itu dengan perasaan kecut. Ia sudah puluhan kali berusaha mendaftarkan dirinya agar bisa bekerja, tetapi tetap nihil. Ia terus menerus ditolak.
"Aku bisa gila ...." Seraphina bergumam lalu dengan putus asa ia melemparkan amplop coklat itu ke tempat sampah di samping rak sepatu.
"Baiklah. Aku sudah berusaha yang terbaik. Seharian ini aku berkeliaran seperti orang tidak waras dan sekarang aku lapar!" seru Seraphina. Ia berusaha memperbaiki suasana hati yang sebenarnya cukup kacau.
Sesaat setelah menekan tombol stop kontak lampu yang ada di dinding samping pintu, Seraphina mengaduh dengan pergelangan kaki yang terasa cukup nyeri. Beberapa waktu yang lalu yang lalu perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu berlari tunggang-langgang selama setengah jam lebih dan sempat terjatuh satu kali, tentu saja itu berefek.
"Ini bukan apa-apa," ucap Seraphina pada dirinya. Ia kemudian melepas sepatu dan berjalan sedikit tertatih sembari menahan rasa sakit.
Setelah berganti pakaian dengan hoodie hijau polos dan celana putih panjang Seraphina memandangi layar komputer di dekat jendela kamarnya. Banyak sekali tumpukan kertas dan catatan di meja. Dua rak buku besar bahkan terisi penuh, belum beberapa buku lainnya pun ada yang terlihat menumpuk di bawah meja. Dinding kamarnya dihiasi peta dunia dengan banyak sticky note dan foto ikon dari tiap negara.
Kalender yang ada di samping komputer pun tak luput dari pandangannya. Ada beberapa tanggal yang ia lingkari. Tanggal tagihan bulanan, target, cicilan, dan batas akhir pendaftaran di beberapa tempat kerja.
Seraphina mengacak rambutnya frustrasi. "Sebaiknya aku makan terlebih dahulu. Melihat semua kenyataan itu tidak akan membuat perutku kenyang!"
Beberapa rak gantung Seraphina periksa, laci di area meja kompor pun ia buka. Nahas, persediaan makanan dan mie instannya telah raib. Ketika membuka lemari pendingin, Seraphina hanya menemukan dua kotak susu full cream, roti tawar, dan pizza sisa dua hari yang lalu. Pizza pemberian temannya.
"Wah, aku benar-benar beruntung!" Seraphina tersenyum masam sembari memegangi pintu lemari pendingin. "Tidak masalah. Aku sudah terbiasa, aku bahkan pernah memakan bubur instan yang sudah kadaluarsa."
Sembari menghangatkan potongan pizza yang tersisa di rice cooker, Seraphina meringis saat mengingat apa yang terjadi pada dirinya setelah memakan bubur instan kadaluarsa itu. Ia bahkan tidak bisa bangun dari tempat tidur selama dua hari. Saat itu, ia benar-benar ceroboh karena tidak melihat tanggal expired pada kemasan dan langsung memasaknya.
"Besok pagi aku mungkin masih bisa memakan roti, tapi lusa?" Seraphina menghela napas lalu duduk di kursi menghadap meja makan. Ia mengotak-atik ponsel; memeriksa beberapa email, pesan lainnya, dan beberapa pemberitahuan dari website yang ia ikuti.
Nama 'Lucifer12' tertera dalam log panggilan tidak terjawab. Ada sekitar 32 panggilan tidak terjawab dan 15 pesan dari kontak tersebut. Sedangkan beberapa pemberitahuan yang lain berisi informasi, bahwa Seraphina ditolak bekerja oleh orang yang bersangkutan.
Segera setelah melihat nama orang dalam log panggilan tidak terjawab, Seraphina segera memasukkan kontak bernama Lucifer12 kedalam daftar hitam. Ternyata, kontak tersebut bukanlah satu-satunya kontak yang masuk daftar hitam, ada banyak nomor asing dan kontak lain yang telah menghiasi daftar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Of Seraphina
General FictionRATED 17+ "Rasa sakit itu bukan hanya cerita, luka itu bukan hanya ilusi, dan kerapuhan itu bukan bohong belaka. Aku hanya tak ingin mengumbarnya, karenanya kudekap sekuat tenaga dan jiwa." Seraphina