"Minic, ayo bangun! Kau harus pulang!" Elsiff berusaha membangunkan sang keponakan yang masih terlelap dengan nyenyak sembari menggoyah-goyahkan badan bocah itu.
Sudah sebanyak tiga kali ia berusaha membangunkan keponakannya. Namun, Dominic malah menangis dan marah, kemudian kembali tidur setelah Seraphina menyarankan agar Elsiff membiarkannya saja. Seraphina sampai berkata, bila Dominic terbangun tengah malam nanti dan ingin pergi, dengan segera Seraphina pasti akan mengantarkannya kepada Elsiff.
Seraphina yakin Dominic kelelahan setelah berjalan selama beberapa jam di pusat perbelanjaan. Bocah itu juga terus mengomel ketika membantu Seraphina memasak di rumah, karena Dominic masih merasa kesal kepada mantan kekasih pamannya.
Baru ingat jika semalam sang keponakan sempat terbangun karena kedatangannya dan Felix, Elsiff pun akhirnya menghela napas pasrah. Semalam, setelah kedatangannya, Dominic bahkan sampai sempat terjaga selama dua jam sebelum kemudian kembali tertidur. Dan Elsiff yakin itulah penyebab anak berpipi chubby itu sulit dibangunkan.
Raut muka Elsiff yang sebelumnya dipenuhi keputusasaan berangsur kembali normal ketika melihat kondisi kamar Seraphina. Terlihat seperti gudang buku mahasiswa semester akhir, tetapi masih tertata cukup rapi.
Ada beberapa kertas catatan yang ditempel di dinding dan mencuri perhatian Elsiff. Salah satunya catatan agenda harian Seraphina yang didominasi pekerjaan darinya. Ada juga jadwal belajar seusai kerja yang membuat Elsiff terperangah.
"Dia sangat serius," ucap Elsiff sembari melihat komputer dan beberapa catatan kasar yang tergeletak di meja.
Ada sebuah foto yang ditutupi foto sebuah bangunan perguruan tinggi dalam negeri yang tertempel di samping catatan di dinding tadi. Saat Elsiff berusaha mengintip foto tersebut, rupanya itu foto bangunan perguruan tinggi di Chicago yang akan Seraphina tuju dulu.
"Tuan!"
Elsiff terkesiap, kemudian bergegas menghampiri Seraphina yang berdiri di ambang pintu. Ia langsung merasa malu saat melihat makanan sudah tersaji di meja makan, padahal ketika ia masuk dan beberapa saat lalu perutnya sebelum berbunyi, meja itu masih kosong.
"Maaf, Tuan. Saat tadi siang Minic datang ke apartemen Anda karena menginginkan es krim. Tetapi, rupanya tidak ada apa pun di sana. Dan sepertinya sedari tadi Anda sudah menahan lapar. Makanlah, Tuan. Tadi siang aku dan Minic memasak cukup banyak." Perkataan berterus terang Seraphina terasa seperti menghantam keras wajah Elsiff. Ia tidak bisa menyembunyikan lagi rasa kikuk dan malunya.
"B-baiklah. Terima kasih," ucap Elsiff berusaha tenang. Saat ini perutnya tidak bisa diajak berkompromi. Ia benar-benar lapar, meskipun dirinya merasakan malu tidak tertolong.
"Kau tidak makan?" tanya Elsiff ketika melihat Seraphina akan melangkah masuk ke kamar.
Seraphina tergugu sembari melirik ke sembarang arah, lalu ia tersenyum lebar sembari menahan desis akibat bibirnya yang terasa perih. Elsiff menyadari hal tersebut, lantas merogoh kantong jas miliknya.
"Tidak, Tuan. Aku masih merasa—"
"Tunggu sebentar!" Elsiff melangkah keluar sembari mengambil kunci mobil saat teringat dengan sesuatu.
Seraphina berjongkok seketika sembari menghela napas. Ia mengusap wajah, merasa tidak nyaman dengan apa yang dirasakannya dan mengapa ia bisa merasakan hal tersebut.
Saat sedang menghangatkan makanan tadi, Seraphina memikirkan perkataan Elsiff saat di mobil. Pria yang berusia lebih dewasa dari Seraphina itu tidak ingin ibunya mengetahui jika Nevara sudah menyerang Seraphina. Elsiff bahkan sampai memilih memulangkan Dominic esok hari. Ia bilang, ia harus mampu mengajak Dominic juga tutup mulut tentang hal tersebut.
Apa yang dilakukan Elsiff seolah-olah seperti sedang melindungi Nevara. Nahasnya, hal itu tak Seraphina pahami, karena tiba-tiba saja ia merasa cukup terganggu dengan hal tersebut. Belum lagi, ia juga merasa sudah mengatakan banyak hal tentang masa lalunya saat di mobil.
"Aku pasti hanya sedikit tertekan. Jangan sampai aku melewati batas!" seru Seraphina pada dirinya sendiri.
***
"Nyaris saja!"
Elsiff menghela napas lega saat mendapati salep yang telah dibelinya di apotik dekat kantor ada di mobil. Sebelumnya benda itu ia kantongi. Saat mendengar Dominic terus mengomel tentang mantan kekasihnya yang menyerang Seraphina, Elsiff dengan segera mencari obat tersebut.
Siluet seseorang yang begitu mencurigakan tertangkap sudut mata Elsiff. Orang yang semula mengintip dari pojokan tembok itu langsung bersembunyi saat Elsiff menoleh seutuhnya.
Bukan hal pertama kali yang Elsiff alami. Pria berambut undercut itu tersenyum miring sebelum kembali melangkah pergi meninggalkan basemen. Ia yakin orang berseragam petugas kebersihan itu pasti orang suruhan Nevara. Di apartemen yang dulu Elsiff tinggali, ia juga pernah dimata-matai dengan cara yang sama.
Dalam perjalanan, Elsiff segera menuliskan pesan kepada Seraphina agar segera membuka pintu. Namun, belum sempat menekan ikon kirim, langkah Elsiff yang hampir berbelok menuju lorong unit apartemennya dan Seraphina berada terhenti. Ia melihat seorang pemuda di depan pintu apartemen Seraphina. Pemuda yang ia temui di kafe. Ian.
Selama beberapa saat pria berjas putih itu terpaku di sana, melihat saat Seraphina membukakan pintu dan terlihat terkejut dengan kedatangan Ian. Seraphina terlihat gugup, tetapi Ian tiba-tiba memeluknya. Membuat Elsiff memalingkan wajah, lalu berbalik badan menuju tempat lain.
"Apa yang kau lakukan? Tolong, lepaskan! Bagaimana bisa kau tahu aku ada di sini?" tanya Seraphina sembari mendorong paksa Ian yang memeluknya secara tiba-tiba. Tatapannya berubah sengit dan dipenuhi kekesalan.
"Piu, aku mengkhawatirkanmu. Kau terluka dan dengan sangat jelas aku pun melihat atasanmu menyeretmu dengan kasar!" balas Ian dengan cukup frustrasi. Di tangan kirinya ia membawa paper bag berwarna coklat dengan ukuran yang cukup besar.
"Dan maaf. Aku mengikutimu, karena aku sangat mencemaskanmu. Aku sudah mencarimu sedari lama," lanjut Ian dengan lebih pelan dari sebelumnya. Seraphina memalingkan wajah seraya menghela napas berat.
"Kak Ian ..." Seraphina mengusap wajah berulang kali sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menatap lawan bicaranya. "Hentikan ini! Apa pun yang kau lakukan dan bicarakan, hal itu tidak akan mengubah persepsiku tentang masa lalu. Kumohon, pergilah!"
Ian tersenyum tipis menanggapi hal tersebut. "Aku datang tidak untuk mengubah masa lalu. Aku hanya ingin memulainya kembali dengan cara yang lebih baik."
"A-apa?" Seraphina terkejut dengan apa yang dikatakan Ian. Jelas-jelas dulu Ian lah yang pergi meninggalkannya terlebih dahulu, karena tidak tahan dengan sikap juga kehidupan Seraphina.
"Aku tahu mungkin ini terlambat, tetapi—"
BRAK!
Seraphina langsung menutup pintu dengan kencang, membuat Ian memejamkan mata kuat. Ia sudah menduga, jika apa yang dirinya lakukan tidak akan berjalan dengan mudah. Apalagi, perkataan terakhir Ian sebelum mereka berpisah benar-benar menyakiti perasaan Seraphina. Mantan kekasihnya yang tidak menoleransi penghinaan dan seorang manusia yang memiliki pendirian yang kuat terhadap beberapa hal.
"Bila kau membutuhkan apa pun, atau jika terjadi sesuatu padamu, jangan ragu menghubungiku. Nomor ponselku masih tetap yang dulu," ujar Ian lalu menggantung paper bag yang ia bawa pada gagang pintu.
"Aku membawakan salep dan cheesecake. Semoga kau menyukainya. Lekas sembuh," ucap Ian lagi. Kemudian, setelah beberapa saat masih tak ada sahutan, Ian pun memilih berlalu pergi.
"Bajingan gila!"
###
Per-mantanan yang meresahkan 😌
Jangan lupa tinggalkan jejak 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Of Seraphina
General FictionRATED 17+ "Rasa sakit itu bukan hanya cerita, luka itu bukan hanya ilusi, dan kerapuhan itu bukan bohong belaka. Aku hanya tak ingin mengumbarnya, karenanya kudekap sekuat tenaga dan jiwa." Seraphina