Ian
Sekolah tempat dulu kita pernah belajar akan mengadakan reuni besar. Datanglah bersamaku
Read
Perempuan bertubuh kurus itu menghela napas bersamaan dengan ponsel yang diletakkan kembali. Telinganya yang semula tertutup headset terpaksa Seraphina buka. Suasana hatinya kian memburuk setelah mendapatkan pesan dari sang mantan. Fokus Seraphina yang semula terpusat pada contoh soal latihan ujian pun terpecah.
Hari ini seharusnya ia menikmati masa liburnya dan merasa tenang serta damai dengan seluruh soal latihan dan buku-bukunya. Elsiff juga lebih memilih taxi untuk mengantarkan Dominic daripada harus mengandalkan Seraphina. Selain karena tidak ingin mengganggunya di akhir pekan, Seraphina yakin jika Elsiff sangat tak ingin Bu Amy melihat kondisinya.
"Seharusnya aku ikut Tuan Elsiff. Setidaknya, aku bisa mencegah Bu Amy membagikan nomorku pada Ian," ucap Seraphina sembari memegangi kepala yang menunduk di atas buku yang terbuka.
"Tapi ...."
Seraphina merasa tidak nyaman dengan ekspresi Elsiff, ketika ia mengantarkan Dominic pagi tadi. Pria berusia tiga puluh satu tahun itu hanya fokus pada layar komputer dan tidak menolehnya sama sekali.
Semalam sejak izin pergi keluar, Elsiff juga tidak kembali lagi. Makanan yang semula ia hangatkan pun malah kembali dingin karena Elsiff tak kunjung datang. Saat Seraphina mengetuk hunian sang atasan setelah beberapa waktu pada malam tadi, Elsiff juga tidak muncul sama sekali.
"Tidak! Jangan berpikiran berlebihan! Tuan adalah seorang direktur utama! Tentu saja pekerjaannya sangat banyak. Tuan Elsiff bersikap seperti itu karena dia sedang sangat sibuk! Benar, seperti itu!" seru Seraphina meyakinkan diri sembari duduk tegap, sebelum kemudian menyandarkan punggung pada sandaran kursi dan menatap langit-langit dengan tatapan kosong selama beberapa saat.
"Bila aku bertemu Bu Amy hari esok ... tentu saja aku harus berbohong perihal luka ini," ucap Seraphina sembari meraba bibir, lalu ia duduk dengan benar dan memandangi pantulan wajahnya di cermin kecil di pojok meja.
Tiba-tiba Seraphina tersenyum miris sembari mendekap kedua tangannya yang terbalut hoodie lengan panjang, sembari masih memperhatikan luka di bibir bagian bawah. Itu sudah mulai mengering. Seraphina tidak bisa membuang cuma-cuma salep yang diberikan Ian.
"Didekap dalam dada, diukir dengan hati. Aku harus selalu menyembunyikannya," ucap Seraphina sembari tersenyum masam, tetapi matanya berkaca-kaca.
Ting! Tong!
Bel pintu yang berulang kali berbunyi nyaring membuat Seraphina langsung menyusut air mata yang nyaris meluncur dari ujung mata. Ia melihat jam di ponsel sebelum akhirnya bergegas menuju pintu. Seraphina tahu yang datang dengan penuh keributan itu siapa.
"Piu! Aku datang!"
"Ya! Aku tahu!" jawab Seraphina setelah membuka pintu dengan raut wajah tidak bersahabat. Merasa cukup kesal karena belnya mungkin suatu hari nanti akan rusak jika terus dimainkan seperti itu.
Emma yang amat senang karena baru bertemu kembali dengan sang sahabat setelah beberapa waktu langsung memeluk erat Seraphina. Ia membawa dua paper bag besar makan siap saji dan hal lainnya.
"Aku sangat merindukanmu!" seru Emma sembari menggoyah-goyahkan badannya yang masih memeluk Seraphina.
"Oh, Tuhan. Cukup. Kau berat dan ini cukup menyesakkan!" ucap Seraphina dengan santai. Ia berusaha mendorong jauh tubuh Emma yang lebih berisi darinya. Porsi tubuh ideal.
Emma menurut dan tak sedikit pun marah. Namun, setelah melihat luka di bibir Seraphina, raut wajahnya yang semula ceria tiba-tiba berubah penuh selidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Of Seraphina
General FictionRATED 17+ "Rasa sakit itu bukan hanya cerita, luka itu bukan hanya ilusi, dan kerapuhan itu bukan bohong belaka. Aku hanya tak ingin mengumbarnya, karenanya kudekap sekuat tenaga dan jiwa." Seraphina