"Berandalan tidak berguna!"
Napas Seraphina terengah dengan balok kayu di tangan. Empat orang siswa senior dari sekolah Jaq sudah terkapar sembari mengerang kesakitan. Seraphina melawan mereka di beberapa titik tubuh yang langsung membuat lawan tidak berdaya, tanpa luka berarti. Seraphina tidak lagi bisa menahan kesabaran. Empat orang siswa senior itu menghajar Jaq secara bersama-sama.
Jauh di pojokan di atas tumpukan dus bekas Jaq tergeletak dengan luka di beberapa bagian tubuh. Para seniornya membalas perbuatan Jaq yang mempermalukan mereka di hadapan seluruh siswa yang hadir di gimnasium.
"Jaq, kau baik-baik saja? Bagaimana bisa mereka menghajarmu seperti itu? Mengapa kau tidak melawan? Mengapa kau—"
"Bibi, kumohon bicaralah pelan-pelan. Berkat Tuhan yang telah mengirimkan dirimu aku masih baik-baik saja. Jadi, kumohon berhenti panik seperti itu," ujar Jaq sembari berusaha bangkit dengan bantuan Seraphina. Sopir pribadi pamannya itu begitu panik dan khawatir dengan keadaan Jaq.
"Bagaimana bisa aku tidak panik?! Aku melihatmu dihajar seperti itu! Bagaimana jika hal lebih buruk terjadi? Mengapa kau tidak menghubungi siapa pun atau melaporkan mereka pada pihak sekolah, alih-alih berkelahi di tempat sepi jauh dari sekolah seperti ini?" tanya Seraphina bertubi-tubi. Ia sangat tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
"Bibi, jika tidak seperti itu, aku tidak akan memiliki bukti untuk melaporkan mereka pada polisi. Di tempat ini ada CCTV tersembunyi," ucap Jaq sembari melihat ke salah satu sudut bangunan bagian atas. Kamera CCTV itu cukup tersembunyi. Seraphina dapat melihatnya.
"Mereka tidak akan menyerangku jika berada di tempat ramai atau di sekolah. Jadi, aku—adu-du-duh!" Jaq meringis kesakitan saat Seraphina mencubit pinggangnya dengan keras dengan air mata yang sudah berlinang. Membuat Jaq kebingungan dan merasa bersalah di saat bersamaan.
"Bibi mengapa kau—"
"Apa kau gila?! Kau membahayakan dirimu sendiri demi melakukan hal tersebut?!" tanya Seraphina sembari menghapus air matanya. Jaq meringis sembari tersenyum kikuk, lalu menoleh ke arah senior-seniornya yang sudah tak sadarkan diri akibat serangan Seraphina.
"Tetapi, bibi pun melakukan hal yang sama. Mengapa bibi ikut terlibat? Lihat, apa yang telah lakukan kepada bibi!" Jaq merasa bersalah melihat memar di wajah Seraphina.
"Tentu saja untuk melindungimu! Aku sangat peduli dan khawatir padamu! Apa aku hanya akan diam saja dan membuatmu tergeletak tak berdaya, sedangkan aku mengetahui jika kau dalam bahaya?! Aku pasti sudah gila!" seru Seraphina sembari menahan tangis. Ia sangat tahu rasanya dirundung dan tidak bisa melakukan perlawanan apa pun. Entah karena diancam atau karena para perundung berasal dari keluarga yang berada hingga bisa menyelesaikan masalah dengan menyuap.
Jaq terdiam sembari menatap Seraphina lamat-lamat. Hatinya terenyuh. Sosok Seraphina mengingatkan dirinya kepada mendiang sang ibu. Saat hidup, ibu Jaq adalah tipe orang yang akan rela melakukan hal apa pun demi melindungi orang yang disayanginya. Bahkan, meskipun mempertaruhkan dirinya sendiri.
"Sekarang, mari kita pergi ke rumah sakit dan—" Perkataan Seraphina terhenti saat Jaq tiba-tiba memeluknya dengan erat. Bahkan, lebih mengejutkannya lagi, Seraphina juga mendengar Jaq menangis.
"Terima kasih, Bibi. Terima kasih banyak. Aku menyayangimu!" Seraphina cukup kaget, tetapi ia pun membalas pelukan tersebut dan menepuk-nepuk punggung Jaq dengan pelan.
"Aku juga menyayangimu. Jadi, turuti kata-kataku." Seraphina mengajak Jaq menjauhi tempat sepi itu. "Mari kita ke rumah sakit dan—"
"Tunggu! Aku akan mengambil ponselku! Di sana juga ada bukti." Jaq menghampiri salah satu seniornya yang sudah tak sadarkan diri dan merebut ponsel miliknya yang sempat direbut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Of Seraphina
Aktuelle LiteraturRATED 17+ "Rasa sakit itu bukan hanya cerita, luka itu bukan hanya ilusi, dan kerapuhan itu bukan bohong belaka. Aku hanya tak ingin mengumbarnya, karenanya kudekap sekuat tenaga dan jiwa." Seraphina