Darah menetes dari hidung Seraphina dan mengotori lantai. Ian baru saja menyeretnya lalu dengan kasar langsung mendorongnya dengan keras hingga bagian wajah depan Seraphina membentur tembok. Seraphina meringis lalu balas menatap Ian dengan sengit. Bungkus obat-obatan miliknya bahkan sampai terlempar keluar dari saku kemeja.
"Apa-mmmh!"
"Diam, Sialan!" Ian membekap mulut Seraphina dan mendorong kepalanya hingga membentur tembok.
Sorot mata Ian dipenuhi kemarahan. Kemudian, dengan wajah serius Ian memungut obat Seraphina. Senyuman licik tercetak mengerikan di wajah Ian saat tahu jika salah satu dari obat-obatan itu adalah anti-depresan.
"Kau benar-benar gila, Seraphina?" tanya Ian sembari menunjukkan obat yang dipegangnya.
Seraphina lantas memberontak. Akan tetapi, dengan kasar Ian lagi-lagi mendorongnya dengan kuat. Di ujung lorong sepi itu Ian bertindak sesuka hati. Tak ada satupun orang yang lewat ke sana, membuat Seraphina merasa frustrasi.
"Tentu saja. Siapa yang tidak akan gila jika ditinggali hutang sebanyak itu oleh penjudi rendahan seperti kakakmu? Bajingan itu!" Ian berkata sarkas sembari menatap sorot mata Seraphina yang diliputi amarah dengan tubuh gemetar.
"Apa yang kau inginkan, hah?! Mengapa kau menyeretku ke sini?!" Seraphina berkata dengan penuh emosi ketika Ian menjauhkan tangan yang semula membekap mulutnya.
"Asal kau tahu! Karena jalang sepertimu aku dipanggil juga ke kantor polisi seperti Lyle! Syukurlah, aku punya alibi kuat sehingga polisi tidak menemukan bukti jika aku terlibat dalam peneroran!" Ian memiliki rekaman dan juga bukti chek-in hotel, jika pada malam peneroran itu ia sedang bersama Lyle.
"Akan tetapi ..." Ian mencengkram kasar rahang Seraphina. "Jika bos bajingan sok berkuasa itu menggali lebih dalam tentangku, aku benar-benar tidak akan tinggal diam! Aku akan terus memburumu!"
"Kau tahu, Ian? Caramu bicara telah menggali segalanya tanpa dicari tahu terlebih dahulu. Kau lebih mencurigakan!" seru Seraphina sembari tersenyum miring. Ia tidak ingin kalah begitu saja. Seraphina berusaha mengubur rasa takutnya dalam-dalam.
"Kau sadarlah Seraphina! Jaga mulutmu!" Ian mencekik leher Seraphina hingga perempuan bertubuh kurus itu kesulitan bernapas.
"Kau itu persis seperti yang telah Lyle katakan! Kau mungkin memang budak prostitusi! Jadi, lakukan saja tugasmu! Rayu Mr. Maceo seperti yang kau kerjakan, lalu mintalah agar dirinya berhenti memperbesar masalah dan memaafkan Lyle! Juga, berhenti menyeretku kedalam konflik ini!" ancam Ian dengan begitu sengit. Tatapannya dipenuhi rasa benci dan cengkeraman tangannya sungguh sangat menyakiti.
Seraphina berusaha memberontak. Akan tetapi, bayang-bayang kejadian ketika Dean melakukan hal seperti yang tengah Ian lakukan membuatnya lemas tak berdaya. Seraphina memukuli tangan Ian dengan lemah. Tenaganya tiba-tiba terasa seperti terkuras. Ian lantas melepaskan cekikkannya dan memandang rendah Seraphina yang kini tergeletak di lantai.
"Satu hal lagi! Baiknya, jika Dean datang menemuimu, kau tidak lagi kabur Seraphina! Tahan dia bersamamu meskipun kau habis dipukuli! Itu adalah masalahmu! Aku hanya akan menangkap bajingan itu dan memberinya pelajaran berarti!" ujar Ian dengan jengkel. Ia kemudian bergegas pergi, meninggalkan Seraphina yang masih tergeletak lemas tanpa peduli sedikit pun.
"Ini memang masalahku ..." ujar Seraphina lirih. Ia kembali terduduk dengan kepala menunduk dan tangan terkepal erat. "Dan aku juga tidak bermurah hati!"
***
Seluruh wadah bekas pesanan sudah ada di mobil. Elsiff lantas menatap ke segala arah. Ia tengah berada di tempat parkir di dekat mobilnya. Akan tetapi, sosok Seraphina yang tengah ia cari-cari tak ada di tempat. Elsiff juga sudah bertanya kepada petugas kantin dan security, tetapi mereka tidak melihat Seraphina.
"Di mana-" Perkataan Elsiff terhenti saat mendapati Seraphina berjalan dari arah gang di samping kantor.
Wajah Seraphina yang muram dengan tangan yang terus berada di leher membuat Elsiff cemas. Saat ia hendak menghampiri, Seraphina lebih dulu menyadari kehadirannya dan segera menghampiri Elsiff.
"Ada apa, Tuan?" Seraphina berusaha tetap terlihat tenang dan bicara dengan sebiasa mungkin.
"Kau habis pergi dari mana? Apa kau baik-baik saja?" tanya Elsiff sembari memperhatikan setiap sudut tubuh Seraphina. Khawatir jika telah terjadi sesuatu yang buruk tanpa sepengetahuannya.
"A-aku tadi melihat kucing yang kabur membawa salah satu kudapan. Aku berusaha mengejarnya, tetapi gagal," jawab Seraphina sembari tersenyum kikuk. Elsiff lantas menghela napas. Meskipun curiga jika itu adalah kebohongan Elsiff takkan memaksa Seraphina untuk kali ini.
"Apa Tuan mencariku sedari tadi? Apa ada hal yang bisa kubantu?"
"Ah, itu ..." Elsiff tampak ragu-ragu. Seraphina tetap memperhatikan. Ia penasaran dengan apa yang akan atasannya katakan dengan raut wajah seperti itu.
"Mungkin memang tidak mudah. Akan tetapi, Piu. Tuhan pun selalu bisa memaafkan setiap kesalahan umatnya. Jadi, demi kebaikanmu ..." Elsiff menaruh sebuah apel merah yang awalnya ia kantongi dalam jas di telapak tangan Seraphina. Apel merah yang dibawakan Lyle.
"Bisakah kau memaafkan Lyle?" tanya Elsiff serius.
Saat berada di ruangannya beberapa saat lalu, Elsiff tidak berpikir sedikit pun bahwa Seraphina akan bertindak seperti itu kepada Lyle. Ia khawatir jika tindakan Seraphina itu akan Lyle manfaatkan untuk menyerang dan menjelekkan Seraphina di mata publik.
"Apa Lyle yang meminta Anda melakukan semua ini, Tuan?" tanya Seraphina begitu dingin. Elsiff baru kali ini melihat sisi lain Seraphina dengan tatapan menusuk dan raut tak bersahabat seperti itu.
"Tidak. Ini-"
"Apakah Anda bisa memaafkan tindakan Nevara kepada Anda? Hari itu, Anda bahkan menghinanya di depan mata kepalaku sendiri," pungkas Seraphina dengan tenang, tetapi mengintimidasi. Elsiff sampai dibuat kehilangan kata dengan balasan tersebut.
Elsiff sebenarnya sudah memaafkan Nevara dan berusaha melupakan masalah yang telah berlalu. Akan tetapi, karena Nevara kembali muncul dan berulah, Elsiff tidak bisa duduk tenang begitu saja. Ia terpancing. Kemarahan yang sempat ia tahan pun meletus dan jarang bisa ia kontrol.
"Apa ada hal lain yang ingin Anda sampaikan, Tuan?" tanya Seraphina setelah mengembalikan apel ke telapak tangan Elsiff. Ia tahu atasannya itu tidak akan bisa menjawab pertanyaannya, karena itu ia lebih baik mengalihkan topik.
"Jika aku terus membahasnya, aku bisa memancing kemarahannya," ucap Elsiff dalam hati.
"Bisakah kau membelikan beberapa jus kotak dan cokelat untuk Minic? Aku lupa jika aku sudah berjanji akan membelikan hal itu untuknya," ucap Elsiff sebiasa mungkin. Ia berbohong karena ia khawatir Seraphina akan langsung pergi tanpa peduli untuk kembali atau bekerja lagi.
"Baiklah. Aku permisi." Setelahnya Seraphina menaiki mobil dengan raut wajah sukar diterka. Elsiff jadi sedikit tidak tenang dengan hal tersebut. Ia yakin Seraphina juga kesal kepadanya.
"Berhati-hatilah! Bilang kepada Minic untuk memberitahuku jika kau sudah sampai di sana," ucap Elsiff sembari menepuk-nepuk puncak kepala Seraphina. Perempuan berambut ruffle itu hanya mengangguk dengan pipi yang bersemu merah, kemudian melajukan mobil tanpa mengatakan apa pun lagi kepada Elsiff.
"Syukurlah, setidaknya Piu masih mendengarkanku dan tidak langsung kabur begitu saja," ujar Elsiff sembari menghela napas lega. Ia kemudian menatap apel merah di tangannya. Lyle sudah beranjak pergi dan enggan membawa kembali apa yang telah diberikan. Semuanya tersimpan aman di ruangan Elsiff.
Elsiff lebih memilih memaafkannya dengan syarat, jika Lyle harus mengadakan jumpa pers dan mengakui semua kesalahannya kepada Seraphina. Dan Lyle menyetujui hal itu. Karenanya, Elsiff berusaha membujuk Seraphina. Ia akan terus berusaha membujuknya sebelum jumpa pers digelar.
###
Ian bikin emosi gilaaa😭😭
Jangan lupa tinggalkan jejak 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Of Seraphina
General FictionRATED 17+ "Rasa sakit itu bukan hanya cerita, luka itu bukan hanya ilusi, dan kerapuhan itu bukan bohong belaka. Aku hanya tak ingin mengumbarnya, karenanya kudekap sekuat tenaga dan jiwa." Seraphina